Juru selamat JAL adalah Kazuo Inomuri, bos pensiunan perusahaan keramik yang telah dibaiat menjadi biksu pada 1997. Inomuri dikenal dengan prinsip mengutamakan pegawai dan berani menantang praktik bisnis pada umumnya.
SALAH satu perusahaan maskapai ternama asal Jepang yaitu JAL pernah mengalami pailit atau gulung tikar di tahun 2010 silam. Kebangkrutan itu disebut sebagai kegagalan terbesar bagi perusahaan sekelas JAL yang memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam dunia penerbangan. Saat itu, JAL telah menyerahkan sebuah berkas tentang perlindungan kebangkrutan pada pemerintahan Jepang.
Masa-masa kelam JAL ditandai dengan utang perusahaan menumpuk sampai ¥2,9 triliun. Itu akibat inefisiensi pengeluaran dan sentimen negatif global. Menurut Hiroshi Sugie, mantan pilot JAL, kondisi perusahaan menurut akibat ambisi perusahaan yang justru berada di luar industri penerbangan, seperti investasi hotel The Essex House di New York, yang ternyata tidak menguntungkan.
Maskapai juga melakukan pembelian dengan Japan Air System pada 2002, dan muncul masalah baru karena pesawat yang didapat ternyata berbeda, seperti McDonnell dan Airbus. Masalah lain seperti merebaknya virus Sars, peristiwa 911, lalu krisis finansial 2008, juga memberikan sentimen negatif, dan utang.
Melihat utang perusahaan yang kian membengkak dan penumpang yang menurun, pada 2010, Enterprise Turnaround Initiative Corporation of Japan (Etic) memilih Kazuo Inomuri, bos pensiunan perusahaan keramik yang telah dibaiat menjadi biksu pada 1997. Inomuri dikenal dengan prinsip mengutamakan pegawai dan berani menantang praktik bisnis pada umumnya.
Selama mengambil pekerjaan ini, ketika usianya berusia 77 tahun, ia rela tidak mendapat gaji. “Fakta bahwa saya bekerja tanpa gaji memberikan pengaruh pada staf. Mereka dapat melihat bahwa saya bersusah payah ingin membangun kembali perusahaan meski saya tidak punya hubungan dengan JAL sebelum ini,” ucapnya pada South China Morning Post.
Ia mengubah sistem birokrasi di JAL, dari sebelumnya bersifat hierarkis menjadi sistem amoeba. Dalam sistem itu, para departemen dan pegawai diberi kesempatan berpikir agar tindakan mereka dapat berkontribusi positif pada keuntungan perusahaan. Sehingga, semua elemen perusahaan pun mendapat kepercayaan untuk ikut memperkuat perusahaan.
Bila ada sesuatu yang tidak mengalami improvement, Inamori akan meneliti hal tersebut kepada sosok-sosok dari tiap departemen. Hasilnya tidak mengecewakan. Pada tahun fiskal 2011/2012, JAL menjadi maskapai paling profitable di dunia. Keuntungannya mencapai ¥186,6 miliar. Pihak Etic sendiri memandang itu sebagai keajaiban, pasalnya target yang dipatok hanya ¥60 miliar.
Gaya kepemimpinan Inamori yang “berbeda” dari kultur hierarkis di Jepang membuatnya spesial di antara para konglomerat di Jepang. Ia mengaku tak suka dengan budaya serba menurut (complacency). Buntut dari complacency adalah timbulnya main aman yang justru kebalikan dari kultur inovatif.
Inomori juga pemimpin dari Inamori Foundation yang memberi penghargaan dan dana penelitian di bidang sains, serta pencetus Hadiah Kyoto (Kyoto Prize) yang merupakan penghargaan paling bergengsi di Jepang. Menurut Forbes, kekayaannya ditaksir mencapai US$740 juta atau setar Rp10 triliun (US$1 = Rp14.581). Seperti dikatakan peribahasa, kegagalan adalah awal dari kesuksesan, banyak perusahaan yang awalnya bangkrut, tapi bisa bangkit kembali bahkan menjadi perusahaan sukses. Titik terang kebangkitan JAL dimulai di tahun 2012 dimana mereka mampu memperoleh keuntungan US$2,3 miliar. Kebangkitan itu juga dipengaruhi oleh naiknya nilai tukar dari mata uang Yen terhadap Euro dan dolar.●