Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyerukan pentingnya membangun budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang kuat melalui penguatan hubungan industrial yang harmonis antara pengusaha dan pekerja. Seruan ini disampaikan dalam ajang WSO Indonesia Safety Culture Award (WISCA) yang digelar di Jakarta, Jumat (2/5/2025).
“Kunci budaya K3 yang kuat adalah hubungan industrial yang harmonis. Pengusaha harus peduli pada pekerjanya, dan pekerja juga memikirkan keberlanjutan perusahaannya,” tegas Yassierli dalam sambutannya.
Ia menyoroti bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia masih tergolong tinggi. Data BPJS Ketenagakerjaan mencatat 298.137 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2022, dan melonjak menjadi 370.747 kasus pada 2023. Hingga Oktober 2024 saja, jumlah kecelakaan telah mencapai 356.383 kasus.
Menurut Yassierli, angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya, karena belum mencakup sektor informal dan perusahaan yang belum terdaftar. Diperkirakan, baru sekitar 30 persen perusahaan di Indonesia yang tercatat secara resmi.
“Kalau semua kecelakaan kerja tercatat, jumlahnya bisa jauh lebih besar. Ini jadi cermin bahwa kita belum menanamkan budaya kerja yang benar-benar peduli keselamatan,” ujarnya.
Menaker menekankan bahwa membangun budaya K3 tidak bisa hanya mengandalkan regulasi semata. Diperlukan komitmen kolektif dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, manusiawi, dan berkelanjutan.
“K3 itu bukan hanya soal compliance atau kepatuhan, tapi harus naik level menjadi care, atau kepedulian. Dan itu hanya tumbuh dari hubungan kerja yang sehat,” tambahnya.
Dalam konteks visi Indonesia Emas 2045, Yassierli menegaskan bahwa kualitas budaya kerja akan menjadi salah satu penentu utama keberhasilan nasional. Kolaborasi antara pengusaha dan pekerja dalam menjaga keselamatan kerja menjadi fondasi penting untuk kemajuan industri sekaligus kesejahteraan pekerja.
“Visi bersama itu kuncinya: perusahaan maju, pekerja sejahtera. Dan budaya K3 adalah jembatan menuju ke sana,” tutupnya.
