Bak kata pepatah lama, Sudah jatuh, ditimpa tangga. Agaknya begitulah catatan perkoperasian nasional sepanjang tahun 2022. Setelah dilanda pandemi covid-19 yang membuat lesu kinerja usaha koperasi, terutama sektor jasa keuangan atau Koperasi Simpan Pinjam (KSP), ujian berat lainnya harus dihadapi adalah melawan citra negatif akibat merebaknya kasus sejumlah KSP gagal bayar. Tak cukup sampai disitu, pegiat KSP juga harus menahan galau dengan rencana pemerintah bersama DPR-RI yang hendak mengalihkan pengawasan KSP di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kegalauan terhadap kebijakan tersebut dirasakan oleh Tumbur Naibaho yang menurutnya pemerintah perlu menimbang ulang keputusan yang termaktub dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) itu. “Memang DPR-RI masih belum mengetuk palu untuk mengesahkannya jadi UU, namun para pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan aksi penolakan yang ditunjukkan secara massif oleh para pegiat koperasi melalui pengiriman papan bunga ke DPR-RI maupun ke Kementerian Koperasi UKM,” ujar Ketua Pengurus KSP Makmur Mandiri ini. Ia mengakui bahwa masih banyak KSP beroperasi tidak sesuai prinsip dan jati diri perkoperasian. Namun hal itu karena lemahnya pengawasan dari aparat pemerintah, dalam hal ini KemenkopUKM. “Pemerintah perlu memberi peran dan tanggungjawab lebih besar kepada KemenkopUKM sehingga tidak harus menyerahkan pengawasan koperasi kepada lembaga lain,” kata Tumbur saat menerima Irsyad Muchtar dari Majalah Peluang di kantornya nan asri di bilangan Kota Bekasi, jawa Barat. Berikut petikan wawancaranya.
Menurut Anda apa yang menjadi keberatan masyarakat koperasi terhadap RUU tersebut?
Saya menilai RUU PPSK ini berpotensi menghilangkan jati diri koperasi. Di mana prinsip pengelolaan dari, oleh dan untuk anggota tidak lagi berlaku karena masuknya otoritas lain dari luar koperasi. Saya kira OJK sendiri yang berdasar RUU tersebut didapuk untuk mengawasi KSP, tidak saja belum siap, tetapi juga sangat sulit mengawasi puluhan ribu KSP yang tersebar di tanah air.
Bagaimana jika pemerintah dan DPR-RI tetap ngotot untuk melesakkan RUU ini jadi UU?
Pilihan tersebut memang ada pada kewenangan pemerintah. Namun jika melihat aksi bunga papan penolakan terhadap campur tangan OJK dalam pengawasan KSP, saya kira pemerintah bisa bertindak lebih arif dan bijaksana. Jangan sampai menciderai masyarakat koperasi yang selama ini punya kontribusi besar terhadap perekonomian rakyat.
Selain keberatan atas wewenang pengawasan terhadap koperasi, faktor krusial apalagi yang membuat pegiat KSP meradang?
Dalam RUU tersebut disebutkan OJK menarik biaya atas pengawasan yang dilakukan terhadap KSP. Padahal selama ini tidak ada pungutan seperti itu di Kementerian Koperasi UKM. Apalagi beban biaya yang dikenakan sangat besar, saya dengar mencapai Rp400 juta setahun. Tentu ini sangat besar, dan dana sebesar itu sangat berguna untuk pembinaan anggota.
Menurut Anda sendiri, pengawasan terhadap KSP sebaiknya ada di lembaga mana?
Sudah cukup seperti yang berlaku selama ini, yaitu di Kementerian Koperasi UKM, hanya saja fungsi dan peranannya ditingkatkan lagi, baik dari sisi wewenang maupun sumber daya manusianya di lapangan.
Sehingga jika ada koperasi bermasalah dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian OJK tidak perlu masuk untuk mengawasi koperasi.
Apakah peraturan yang ada selama ini tidak berjalan sebagaimana mestinya?
Peraturan mengenai KSP malah secara khusus sudah dibuat yaitu PP No 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pinjam oleh Koperasi. Tetapi aturan ini kan masih di atas kertas karena Kementerian Koperasi tidak punya aparat yang cukup untuk melakukan tindakan jika terjadi pelanggaran. Saya kira PP ini saja yang ditingkatkan peran dan pelaksanaannya secara ketat, termasuk sistem pengawasannya bisa belajar kepada OJK.
Ke depan, agar koperasi tidak terus menerus dilecehkan, sebaiknya sektor apa saja yang harus diperbaiki?
Saat ini teknologi informasi terutama yang berbasis digital adalah keniscayaan yang patut dikuasai. Sebagai badan usaha yang harus siap bersaing, maka koperasi tentu butuh sentuhan teknologi terkini. Memang, jika dibandingkan dengan perbankan, teknologi di koperasi jelas kedodoran. Saya berharap pemerintah dapat memfasilitasi agar teknologi di koperasi berjalan dengan bagus. Dengan menerapkan teknologi yang maksimal di koperasi, maka secara otomatis pengawasan akan mudah dilakukan.
Sejauh mana urgensi teknologi digital itu dibutuhkan oleh usaha koperasi?
Sepanjang koperasi itu menjalankan usaha baik untuk melayani anggota maupun memenuhi kebutuhan masyarakat, maka faktor teknologi sebagai sarana komunikasi yang efisien akan sangat dibutuhkan. Kemampuan koperasi dalam penerapan teknologi terkini (digital) bakal menarik minat kaum muda milenial untuk berkoperasi. Ini harus kita bangun bersama-sama karena masih banyak koperasi yang menggunakan alat manual, belum online, sehingga anggota terkendala untuk mengetahui perkembangan koperasi.