
PeluangNews, Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus bergejolak. IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (8/4/2025) pagi, bergerak turun mengikuti pelemahan bursa saham global imbas kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS).
IHSG dibuka melemah 596,33 poin atau 9,16% ke posisi 5.914,28. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 92,61 poin atau 11,25% ke posisi 651,90.
Menurut Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, langkah terbaik menghadapi gejolak yaitu dengan menyesuaikan strategi investasi berdasarkan profil risiko masing-masing investor.
“Yang perlu dilakukan semua kembali kepada profil risiko dari investor itu sendiri,” kata Nico, di Jakarta.
Nico mengutarakan bagi investor yang belum memiliki saham dan memiliki profil risiko moderat dengan orientasi jangka panjang, koreksi pasar saat ini justru bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk mulai masuk dan berinvestasi secara bertahap.
“Apabila investor belum memiliki saham, profil risikonya moderat dan berorientasi jangka panjang, maka penurunan ini akan menjadi kesempatan yang baik untuk mulai membeli,” kata dia.
Sedangkan bagi investor dengan profil risiko agresif yang telah memiliki saham, penurunan harga bisa menjadi momen untuk cut loss atau melakukan average down guna menurunkan harga rata-rata kepemilikan saham.
“Apabila investor sudah memiliki saham, profil risikonya agresif, maka penurunan bisa dilakukan cut loss atau justru melakukan average down. Hal ini untuk menurunkan harga saham yang dimiliki,” ujar Nico.
Meski begitu, dia mengingatkan volatilitas pasar masih akan berlangsung dalam jangka pendek hingga menengah, sehingga penting bagi investor untuk tetap disiplin, berhati-hati, dan mengelola risiko dengan bijak.
“Namun ingat, volatilitas ini masih akan terjadi secara jangka pendek hingga menengah ya. Jadi hati-hati dengan volatilitas yang ada saat ini,” ucapnya.
Nico menilai turunnya IHSG hingga 9,1% dan terhentinya perdagangan sementara sebagai dampak besar dari sentimen global, khususnya kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.
Kebijakan tersebut mengguncang pasar global secara luas, memicu kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, dan memperbesar tekanan terhadap bursa-bursa saham di beberapa negara termasuk Indonesia.
“Dari dalam negeri juga perekonomian kurang mendukung, hal ini yang membuat situasi dan kondisi perekonomian kian semakin mengalami penurunan,” tutut Nico, menambahkan. []