hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Pengamat: Purnawirawan TNI Tak Permasalahkan Bila Tuntutan Enggak Dipenuhi Presiden Prabowo

Pangkas Anggaran Perjalanan Dinas, Indonesia Hemat Rp20 Triliun Lebih
Presiden Prabowo Subianto/Dok. Tangkapan Layar-Hawa

PeluangNews, Depok – Pengamat politik dan militer Unas, Selamat Ginting mengatakan, 300-an purnawirawan jenderal tidak mempermasalahkan bila dokumen berisi pernyataan sikap atau tuntutan yang mereka sampaikan tidak dikabulkan Presiden Prabowo Subianto.

“Yang terpenting bagi mereka adalah sudah menyampaikan kebaikan bangsa dan negara ini,” kata Ginting saat dihubungi PeluangNews, di Depok, Minggu (20/4/2025).

Menurut dia, Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang berasal dari tiga matra TNI yakni, AD, Laut, dan Udara, itu mendukung pemerintahan Presiden Prabowo. Karena itu, Prabowo sudah seharusnya keluar dari bayang-bayang mantan Presiden Joko Widodo.

Presiden harus melakukan perombakan kabinet yang didalamnya banyak orang-orang Jokowi. Sangatlah tidak patut presiden-nya Prabowo, tetapi para menteri sering datang ke kediaman Jokowi dan menganggap presiden ke-7 itu sebagai bos mereka.

Di sisi lain, kata Ginting, para purnawirawan jenderal tersebut menginginkan negara ini kembali kepada UUD 1945 yang asli dan berpegang teguh kepada Pancasila.

Keinginan Indonesia kembali kepada UUD’45, lanjutnya, antara lain datang dari mantan Jenderal Try Sutrisno. Mantan Wapres dan Panglima TNI tersebut menilai kalau tidak kembali kepada UUD’45 yang asli sama saja dengan negara ditiadakan.

Selain itu, kata Ginting, Jenderal Try Sutrisno mengaku prihatin dengan nilai-nilai Pancasila yang diabaikan sejak era reformasi. Hanya saja mantan Wapres yang sesepuh TNI itu bersyukur dengan adanya BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) meski dinilainya belum sempurna.

Ginting juga menyebut bahwa para purnawirawan TNI tidak mempermasalahkan proses terpilihnya Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Namun, mereka menyesalkan Presiden ke-7 Jokowi yang menempatkan anaknya sebagai wapres bukan sebagai sikap negarawan sehingga bangsa Indonesia saat ini menanggung akibatnya.

Sebagaimana diberitakan, sebuah dokumen penting berisi 8 butir pernyataan sikap purnawirawan TNI telah disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto di kediamannya, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Dokumen diteken 330 purnawirawan perwira tinggi dan menengah yang ditandatangani Februari 2025 itu, Kamis (17/4/2025), kembali dibacakan dalam Forum Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dan tokoh masyarakat sipil yang digelar di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Forum dihadiri antara lain mantan Komandan Korps Marinir Letjen TNI (Purn) Suharto, mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, mantan KSAU Marsekal TNI (Purn) Hanafi Asnan, mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fahrur Razie, Brigjen (Purn) H Poernomo, Brigjen (Purn) Mar Bastian Umar. Sedangkan sejumlah tokoh sipil yang hadir seperti Ratna Sarumpaet, Roy Suryo, Rizal Fadillah, Refly Harun, dan Said Didu.

Dokumen atau naskah 8 butir pernyataan, sebelumnya ditandatangani oleh 101 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel purnawirawan. Naskah menjadi bentuk pengingat sekaligus desakan politik kepada pemerintahan baru untuk menata kembali arah republik.

Isi utama dari pernyataan itu antara lain: mendesak pemerintah kembali ke UUD 1945 naskah asli, menghentikan proyek strategis nasional (PSN) yang dinilai merugikan rakyat. Seperti Rempang, menolak tenaga kerja asing asal Tiongkok, dan mendorong reshuffle kabinet guna membersihkan pengaruh rezim sebelumnya. Dukungan terhadap Prabowo ditegaskan, namun dengan syarat: bebas dari bayang-bayang Presiden ke-7 Joko Widodo.

Selain itu, tidak menjadikan Gibran sebagai simbol kelanjutan oligarki keluarga. Dalam silaturahmi, sikap keras disampaikan Letjen TNI (Purn) Suharto. Dia mengaku mendukung penuh pemerintahan Prabowo asalkan tidak lagi terkooptasi pengaruh Jokowi.

“Kami mendukung Prabowo asal tetap pada jalurnya, dan jangan pedulikan lagi Jokowi,” kata Letjen Purn Suharto.

Dia juga mengaku tidak bisa menghormati Gibran yang dianggap terlalu muda dan tak punya pengalaman kenegaraan. “Belum sampai umur 40 sudah saya beri hormat, gitu? Tak mau saya. Saya masuk Akabri tahun 1965, saat bapaknya, pelitur aja mungkin belum,” tutur Suharto.

Sementara itu, mantan Wakil Panglima TNI dan Menteri Agama (Menag) Jenderal (Purn) Fachrul Razie merasa prihatin atas kedekatan Prabowo dengan Jokowi. Dia menilai dukungan Jokowi dalam Pilpres 2024 bukan murni demi bangsa.

“Beliau membantu Bapak Prabowo bukan karena sayang, tapi karena mau menjadikan anaknya wakil presiden. Pak, lain kali enggak usahlah hormat-hormat banget. Sedeng-sedeng aja, pak. Kerusakan negara hari ini adalah warisan dari masa pemerintahan Jokowi,” kata Fachrul Razie, menandaskan.

Dia berharap Prabowo seharusnya tidak merasa berhutang budi karena yang berjasa itu bukan Jokowi. “Negara ini rusak karena ditinggalkan beliau (Jokowi), dan sekarang Bapak (Prabowo) yang memperbaiki.”

Dalam forum itu, Brigjen TNI (Purn) Hidayat Poernomo yang dikenal sebagai tokoh militer reformis juga bicara lantang. Dia menyoroti pentingnya kembali ke semangat konstitusi dan menghindari jebakan kekuasaan yang menyimpang dari amanat rakyat.

“Kita harus kembali ke UUD 1945 naskah asli yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat dan menempatkan kekuasaan dalam sistem checks and balance. Bangsa ini sedang berada di ujung simpang jalan antara reformasi sejati dan kemunduran konstitusional,” ujarnya.

Pada silaturahmi itu pun dibacakan ulang delapan butir sikap purnawirawan TNI, yakni:

1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai dasar tata negara.

2. Dukungan terhadap Kabinet Merah Putih dan Asta Cita, kecuali pembangunan IKN.

3. Penghentian proyek PSN Rempang dan sejenisnya.

4. Pengusiran tenaga kerja asing asal Tiongkok.

5. Penertiban pertambangan ilegal dan ekspor sumber daya sesuai pasal 33 UUD 1945.

6. Reshuffle kabinet, membersihkan pengaruh loyalis Jokowi.

7. Pengembalian Polri ke bawah Kemendagri.

8. Usulan penggantian Wapres ke MPR akibat cacat hukum putusan MK.

Para purnawirawan menjelaskan, pernyataan sikap tersebut bukan hanya catatan sejarah, tapi pesan moral dan politik dari generasi militer yang menolak tunduk pada oligarki baru. Mereka menyuarakan kembali sumpah dan janji pada republik: untuk menjaga kedaulatan, bukan kekuasaan keluarga.[]

pasang iklan di sini