
Peluang News, Jakarta – Aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan pekerja ojek online (ojol) dan kurir, Kamis (28/8/2024), yang menuntut status legalitas dinilai dapat berdampak negatif bagi mereka sendiri.
Sebab, kata Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, ojol merupakan bagian dari pekerja tidak tetap atau gig yang sangat menitikberatkan pada fleksibilitas waktu dalam bekerja.
“Saya paham tuntutan mereka juga akan mengarah kepada status pekerja bagi driver ojek online, di mana bisa mendapatkan hak yang mereka tuntut. Namun, lagi-lagi masalahnya adalah ketika statusnya pekerja, maka bentuk kontraknya bukan sebagai pekerja gig lagi. Mereka dapat kehilangan fleksibilitas pekerjaan dan sebagainya,” kata Nailul dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (30/8/2024).
Dia menuturkan formalisasi pekerja ojol, juga bisa menjebak para pengemudi ojol pada jebakan pekerjaan dengan kualitas rendah tanpa ada kesepakatan untuk mengembangkan kemampuannya.
Oleh karena itu, lanjut Nailul, masalah sebenarnya adalah bukan di dalam status sebagai angkutan umum. Sebab, sejak awal tidak ada permasalahan tentang status angkutan umum atau bukan di ojek pangkalan.
Isu legalisasi ojol, ujarnya, sudah bergulir sejak 2023 lalu, ketika Kementerian Ketenagakerjaan mengajukan draf Permenaker Ojek Online. Sebab saat itu, mayoritas pengemudi ojol menolak pembatasan jam kerja maksimal 12 jam.
“Pembatasan jam kerja akan merugikan kami, karena tidak fleksibel,” kata Ketua Umum Gograber Indonesia Ferry Budhi saat demo di depan Gedung Kemenaker, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saat menanggapi demo tersebut, Menhub Budi Karya Sumadi menyatakan setuju jika status dan segala ketentuan tentang ojol, termasuk soal kesejahteraan pengemudi ojol, diatur dalam landasan hukum setingkat undang-undang.
“Satu usulan yang baik agar landasan UU itu dibuat, kami setuju untuk diberlakukan, kami juga sangat concern dengan apa yang dimintakan oleh para ojol,” tutur Menhub.
Dia menjelaskan perlu ada ketentuan dalam UU mengenai perlindungan dan kesejahteraan para pengemudi ojol. Hal itu karena saat ini jumlah kendaraan ojol sangat banyak dan mempengaruhi transportasi umum dan konektivitas masyarakat.
Kini UU No. 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) belum mengatur tentang penggunaan kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi umum untuk mengangkut penumpang maupun barang.
Aturan terkait kendaraan roda dua saat ini hanya diatur dalam ketentuan setingkat peraturan menteri yaitu Permenhub No. 12 Tahun 2019. []