hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Peneliti CIPS Desak Pemerintah Fokus Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Kedelai

JAKARTA—- Petani kedelai nasional dihadapkan pada berbagai persoalan yang membuat kedelai produksi mereka tidak bisa terserap oleh pasar secara maksimal. Penyebabnya  kualitas dan harga yang tidak bisa bersaing dengan kedelai impor. Untuk itu peningkatan produktivitas penting untuk diusahakan.

Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mendesak pemerintah fokus pada upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kedelai nasional.

Felippa mengungkapkan Indonesia adalah negara dengan konsumsi kedelai terbesar di dunia setelah Tiongkok. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor kedelai Indonesia sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai 510,2 juta dollar AS atau sekitar Rp7,52 triliun (kurs Rp14.700).

Sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari Amerika Serikat. Sementara itu kalau dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, total impor kedelai mencapai 2,67 juta ton di 2017, 2,58 juta ton di 2018 dan 2,67 juta ton di 2019.

“Impor sebenarnya dibutuhkan karena ada kesenjangan antara kebutuhan dengan ketersediaan. Selain itu, kedelai nasional juga sulit terserap karena tidak mampu bersaing dengan kedelai impor yang lebih berkualitas baik dengan harga lebih murah,” tutur Felippa dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/1/21).

Selain masalah produktivitas, faktor harga jual di tingkat petani dinilai berpengaruh besar terhadap pengembangan kedelai lokal. Tidak jarang petani kedelai memilih menanam komoditas lain.

Ada beberapa hal yang memengaruhi rendahnya produktivitas kedelai nasional. Yang pertama adalah faktor iklim. Faktor iklim juga memengaruhi produktivitas kedelai nasional. kedelai adalah tanaman yang sebenarnya merupakan tanaman sub-tropis, sehingga pertumbuhan di daerah tropis seperti Indonesia menjadi tidak maksimal.

Usaha produksi kedelai di Indonesia harus menyesuaikan dengan pola dan rotasi tanam. Hal ini disebabkan karena petani belum menilai kedelai sebagai tanaman utama.

Felippa juga menjelaskan, , kedelai adalah jenis tanaman yang membutuhkan kelembapan tanah yang cukup dan suhu yang relatif tinggi untuk pertumbuhan yang optimal. Sementara itu di Indonesia, curah hujan yang tinggi pada musim hujan sering berakibat tanah menjadi jenuh air.

Selain itu drainase yang buruk juga menyebabkan tanah juga menjadi kurang ideal untuk pertumbuhan kedelai. Permasalahan lahan yang terbatas juga perlu diperhatikan. Ia memaparkan, lahan yang cocok untuk ditanami kacang kedelai harus memiliki kadar pH yang netral dengan kedalaman minimal 20 sentimeter. Jenis lahan seperti ini tidak tersedia di semua wilayah Indonesia.

Dia mengingatkan, meningkatkan produktivitas bukanlah hal mudah, oleh karena diperlukan pembinaan dan pendampingan bagi petani kedelai, serta investasi.

“Dengan pembinaan yang intensif maka produktivitas yang lebih tinggi meningkat. Pembinaan dapat dilakukan, antara lain dengan penggunaan benih, pupuk dan sarana produksi lain yang tepat. Pembinaan juga dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak swasta,” tutup Felippa.

pasang iklan di sini