
PeluangNews, Jakarta – Kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat Donald Trump memicu balasan dari berbagai negara, khususnya China yang melarang semua produk dari negeri Paman Sam itu masuk ke negaranya.
Atas situasi dan kondisi tersebut, pendiri lembaga hedge fund Bridgewater Associates Ray Dalio mengaku khawatir kekacauan yang diakibatkan oleh tarif dan kebijakan ekonomi Trump akan mengancam ekonomi global.
“Kini kita berada pada titik pengambilan keputusan dan sangat dekat dengan resesi. Dan saya khawatir tentang sesuatu yang lebih buruk daripada resesi jika ini tidak ditangani dengan baik,” kata Dalio dikutip dari CNBC International, Senin (14/4/2025).
Anggota Dewan Penasihat Danantara yang miliarder itu juga mengaku ia lebih khawatir tentang gangguan perdagangan, utang AS yang meningkat, dan kekuatan dunia yang sedang berkembang meruntuhkan struktur ekonomi dan geopolitik internasional yang telah ada sejak akhir Perang Dunia II.
“Kita beralih dari multilateralisme, yang sebagian besar merupakan tatanan dunia Amerika, ke tatanan dunia unilateral yang di dalamnya terdapat konflik besar,” ujar dia.
Menurut Dalio, ada lima kekuatan mendorong sejarah. Yaitu, ekonomi, konflik politik internal, tatanan internasional, teknologi, dan bencana alam seperti banjir dan pandemi.
Dia menilai tarif Trump memiliki tujuan yang dapat dipahami namun diterapkan dengan cara yang sangat mengganggu yang menciptakan konflik global.
Kebijakan tarif presiden yang berubah dengan cepat telah menjungkirbalikkan perdagangan internasional. Trump pada Rabu pekan lalu mengumumkan jeda 90 hari pada tarif timbal baliknya.
Namun, Presiden Trump tetap teguh pada bea dasar 10% dan tarif timbal balik 145% terhadap China. Kemudian, U.S. Customs and Border Protection mengumumkan pengecualian dari tarif timbal balik untuk barang elektronik konsumen buatan China seperti telepon pintar, komputer, dan semikonduktor pada Jumat malam, meskipun produk tersebut tetap dikenakan tarif 20% yang diberlakukan di awal tahun.
Namun, Menteri Perdagangan Howard Lutnick menarik kembali pernyataan itu dengan mengatakan pengecualian tidak permanen.
Dalam sebuah unggahan di media sosial X, Dalio meminta AS untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan “win-win” dengan China yang akan menghargai yuan terhadap dolar AS.
Dia meminta kedua negara untuk mengatasi utang mereka yang terus bertambah.
Kongres harus mengurangi defisit federal menjadi 3% dari produk domestik bruto.
“Jika mereka tidak melakukannya, kita akan memiliki masalah permintaan-penawaran untuk utang pada saat yang sama ketika kita memiliki masalah-masalah lain ini, dan hasilnya akan lebih buruk daripada resesi normal,” ujar Dalio, menandaskan.
Keruntuhan pasar obligasi, tambah dia, dikombinasikan dengan berbagai peristiwa seperti konflik internal dan internasional, dapat menjadi guncangan yang lebih parah bagi sistem moneter daripada pembatalan standar emas oleh Presiden Richard Nixon pada 1971 dan krisis keuangan global pada 2008.
Dikatakan, perubahan dapat dihindari jika para pembuat undang-undang bekerja sama untuk memangkas defisit dan AS mencegah konflik dan kebijakan yang tidak efisien di panggung global.
Terkait kebijakan Presiden AS itu, negara ASEAN telah membahas nya dan sepakat tidak melakukan perlawanan melainkan akan bernegosiasi. []