BOGOR—Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor, Feby Darmawan mengungkapkan penggunaan maggot terbukti mampu mereduksi sampah organik.
Setiap hari dari sekitar 300 hingga 500 kilogram sampah organik yang asuk TPS 3 R Paledang antara Januari hingga Desember, ternyata hanya tersisa 10 hingga 15 persen.
“Rata-rata per hari 50 gram-300 gram telur maggot yang dihasilkan dalam satu siklus,” tutur Feby dalam sebuah webinar yang digelar Tabloid Sinar Tani, Rabu (19/1/22).
Dia menjelaskan, sejak 2017 Pemkot Bogor sudah mulai mencoba pengelolaan sampah organik dengan budidaya maggot. Uji coba untuk menghasilkan budidaya maggot dari sampah organik yang dikumpulkan dari beberapa restoran dan rumah tangga sekitar.
Adapun maggot yang dihasilkan Dinas LHK dari TPS 3R Paledang, paling tinggi di pada Desember 2021 mencapai 1.032 kg maggot.
Dalam kesempatan itu Feby mengungkapkan pada semester kedua 2021 ( mengalami kenaikan produksi seiring dengan naiknya sampah organik yang dihasilkan masyarakat. Saat PPKM ada kenaikan sampah, sampai 30 persen dari sampah rumah tangga.
Pihaknya mencatat setiap hari Kota Bogor menghasilkan sekitar 600 ton per hari dengan 60 persen sampah organik dan 40 persen sampah anorganik.
Setiap hari 135 armada truk mengangkut sampah-sampah dari sekolah, rumah tangga, rumah makan/restoran, kantor hingga tempat wisata.
Feby menuturkan masyarakat membuang sampah langsung ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan diangkut oleh Dinas LHK ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sumber sampah tersebut ada yang terpilah dan tak terpilah yang kemudian diangkut oleh gerobak/motor sampah bahkan truk sampah untuk dibawa ke TPS maupun TPS 3R yang memiliki teknologi mesin pencacah sampah dan pengayak kompos. Dari sini residunya baru diangkut ke TPA. Dari TPS 3R juga menghasilkan kompos.
Kebiasaan memilah sampah memang harus dilakukan oleh masyarakat. Namun itu semua kembali pada pilihan masyarakat. Sebab jika tidak terpilah, 100 persen residu dihasilkan dari sampah.
Sedangkan pada sampah terpilah hanya ada 20 persen residu saja yang masuk ke TPA. Jika sampah tidak terpilah, bisa menimbulkan banyak permasalahan. Mulai dari penyebab banjir, longsor tumpukan sampah, sumber penyakit bahkan terjadi pencemaran lingkungan.
Untuk menggeluti budidaya maggot, Feby menegaskan perlu adanya konsistensi dari pelaku budidaya. Mulai dari teknis budidaya hingga manajemennya. Sehingga budidaya maggot bisa menjadi solusi jitu menyelesaikan sampah organik di perkotaan.
Dengan adanya budidaya maggot, diharapkan bisa mendorong pengurangan sampah organik yang dikirimkan ke TPA. Kalau tidak diurai dari sumbernya, TPA bisa dipastikan penuh dengan sampah dari masyarakat.
Maggot bisa menggunakan lahan terbatas dan menggunakan media tanam bahkan low cost untuk bisa dilakukan di tingkat RT, RW bahkan rumah tangga.
“Hasil panen maggotnya bisa menjadi pakan alternatif bagi ternak, maupun kasgot sebagai pupuk kompos yang relatif lebih singkat daripada kompos konvensional,” pungkasnya.







