
Peluang news, Jakarta – Guna mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan melalui percepatan investasi dan pemerataan ekonomi, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria dan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pengembangan Kawasan Pelabuhan Besar dan Perdagangan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun (KPBPB BBK).
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo menyampaikan, penyusunan Rencana Induk Pengembangan KPBPB BBK bertujuan untuk meningkatkan investasi, arus barang dan penumpang, kunjungan wisatawan, dan pengelolaan dari Kawasan BBK.
“Perpres Rencana Induk BBK ini dilengkapi dengan lampiran yang meliputi berbagai arahan dari pengembangan masing-masing kawasan. Didorong oleh fasilitas Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mencakup 180 program atau proyek serta 26 Kawasan Strategis dengan fleksibilitas acuan perizinan,” kata Wahyu dalam keterangan resminya, Selasa (20/2/2024).
“Dengan seluruh fasilitas yang diberikan kepada Kawasan BBK, Pemerintah menargetkan agar pertumbuhan ekonomi Kawasan BBK dapat mampu melebihi pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah juga menargetkan bahwa investasi rata-rata tahunan sebesar Rp97,2 triliun dari kegiatan usaha, baik dari kegiatan usaha eksisting maupun kegiatan usaha baru di tanah air.
Menurut Wahyu, pemerintah harus mengatasi berbagai disparitas atau kesenjangan ekonomi dengan mempercepat pelaksanaan Reforma Agraria untuk mewujudkan pemerataan ekonomi dan penguasaan tanah di Indonesia ke pihak-pihak yang berwenang.
Ia menjelaskan, reforma agraria menjadi salah satu program pemerataan ekonomi yang termuat dalam Proyek Strategi Nasional (PSN) yang memiliki peran penting dalam upaya pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, serta penyelesaian konflik agraria, untuk mewujudkan ekonomi berkeadilan di Indonesia.
Kemudian, sebagai upaya penyelesaian isu-isu strategis terhadap pelaksanaan Reforma Agraria, Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 ini juga memuat beberapa terobosan, yang di antaranya yakni mengenai penyediaan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), khususnya dari kawasan hutan melalui pelaksanaan survei bersama dan pengaturan mekanisme alokasi 20% untuk TORA dari Pelepasan Kawasan Hutan untuk perkebunan, penyelesaian konflik agraria, penguatan kelembagaan Reforma Agraria, dan penyusunan rencana aksi percepatan Reforma Agraria untuk mendorong pencapaian target Reforma Agraria.
Lebih lanjut, Wahyu menuturkan, kedua Perpres tersebut masih memerlukan berbagai dukungan dari peraturan pelaksana yang saat ini telah disusun dan akan segera dilakukan diskusi publik.
Oleh karena itu, ia mengingatkan kepada Kementerian ATR/BPN dan jajarannya untuk dapat segera menyusun dan menetapkan peraturan pelaksana lainnya yang menjadi amanat dalam Perpres Nomor 62 tahun 2023.
“Yaitu mengenai peraturan-peraturan terkait pemenuhan kewajiban alokasi 20%, pengalihan hak TORA, dan pemindahtanganan sertifikat transmigrasi,” pungkasnya.