
Pemerintah Tarik Utang Rp463,7 Triliun hingga Agustus 2025, Investor Global Masih Percaya
PeluangNews, Jakarta – Pemerintah mencatat penarikan utang sebesar Rp463,7 triliun hingga 31 Agustus 2025, setara 59,8 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp775,9 triliun.
Sementara itu, pembiayaan non-utang mencapai Rp38 triliun, sehingga total pembiayaan anggaran terealisasi sebesar Rp425,7 triliun.
“Dari segi pembiayaan anggaran, sampai dengan 31 Agustus 2025 realisasinya adalah Rp425,7 triliun atau 69,1 persen dari target APBN,” ujar Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Selasa (23/9).
Thomas menjelaskan, pasar domestik menunjukkan kinerja positif, terutama pada surat berharga negara (SBN). Permintaan investor dinilai kuat meski volatilitas pasar tinggi, yang tercermin dari tingginya bid to cover ratio.
Hingga lelang terakhir, rata-rata bid to cover ratio 2025 tercatat 3,03 untuk surat utang negara (SUN) dan 3,15 untuk surat berharga syariah negara (SBSN).
“Meskipun kualitas pasar meningkat, kepercayaan ini juga tidak terlepas dari status investment grade yang disandang Indonesia. SBN Indonesia tetap dipandang sebagai instrumen yang aman dan kredibel di pasar global,” ucap Thomas.
Imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun turun 70 basis poin (bps) atau 10 persen secara tahun berjalan (year-to-date/ytd), seiring kuatnya permintaan di pasar perdana maupun sekunder.
Selain itu, aliran modal asing masuk bersih ke pasar SBN mencapai Rp42,61 triliun per 19 September 2025. Thomas menilai hal ini mencerminkan kepercayaan investor global terhadap fundamental ekonomi Indonesia.
Lebih lanjut, selisih imbal hasil (spread yield) SBN rupiah tenor 10 tahun dengan US Treasury 10 tahun menyempit dari 240 bps pada Januari 2025 menjadi 216 bps pada September 2025. Angka ini lebih rendah dibandingkan sejumlah negara sejawat (peers), menunjukkan profil risiko Indonesia yang terjaga.
“Yield yang turun, spread yang menyempit, serta aliran modal asing yang masuk, semuanya mendukung pembiayaan dengan biaya utang yang lebih rendah dan efisien,” tutur Thomas. (Aji)