
Peluang News, Jakarta – Pemerintah Indonesia mencermati dan terus memonitor ekses pelambatan ekonomi global yang sedang terjadi. Hal itu dilakukan seiring dengan penyiapan antisipasi kebijakan untuk mendorong kinerja ekspor nasional.
Demikian ditegaskan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu terkait dengan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tentang kinerja perdagangan internasional Indonesia.
“Pemerintah Indonesia akan terus memantau dampak perlambatan ekonomi global dan kondisi geopolitik termasuk konflik Iran-Israel terhadap ekspor nasional. Pemerintah juga akan menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi SDA, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Pemantauan dan penyiapan langkah antisipasi tersebut dilakukan lantaran aktivitas ekonomi sepanjang 2024 masih akan diwarnai beragam tantangan.
Hal itu dinilai dapat menghambat kegiatan perdagangan global seperti tensi geopolitik dan fragmentasi ekonomi yang akan berpengaruh terhadap global supply chain, tekanan nilai tukar dan sektor keuangan, serta perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai negara mitra dagang utama Indonesia.
Sementara itu, menurut World Economic Outlook (WEO) yang terbit pada April 2024 proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2024 sebesar 3,2%, masih berada di bawah rata-rata tahunan historis (2000–2019) yang mencapai 3,8%.
Adapun merujuk BPS, pada Maret 2024 neraca dagang Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar US$4,47 miliar. Itu memperpanjang capaian surplus neraca perdaganan Indonesia secara berturut-turut selama 47 bulan sejak bulan Mei 2020.
Nilai tersebut lebih tinggi US$1,64 miliar dibandingkan surplus neraca perdagangan pada bulan Februari 2024 dan lebih tinggi terhadap bulan yang sama di tahun 2023 yang tercatat sebesar US$2,83 miliar.
Secara kumulatif, surplus neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari hingga Maret mencapai US$7,31 miliar. Febrio mengatakan, capaian tersebut patut disambut baik dan dipertahankan.
“Ini tentunya patut kita syukuri, di tengah ketidakpastian perekonomiam global, berlanjutnya surplus neraca perdagangan Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi domestik yang sangat baik,” kata dia.
Secra rinci, nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 tercatat sebesar US$22,43 miliar, turun 4,19% (yoy). Namun, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, ekspor pada bulan Maret 2024 meningkat 16,40% (mtm), sejalan dengan peningkatan harga komoditas ekspor global sepanjang bulan Maret, khususnya untuk komoditas batu bara dan logam mulia.
Jika dilihat secara sektoral, penurunan ekspor terjadi pada industri pertambangan, sedangkan industri pengolahan dan sektor pertanian masih tumbuh cukup baik sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi di negara mitra utama seperti AS dan India.
Sementara itu, Tiongkok sebagai mitra utama dengan share 22,44% terhadap total ekspor Indonesia, mengalami pertumbuhan yang terhambat akibat krisis properti yang juga berdampak pada termoderasinya aktivitas perdagangan Indonesia dan Tiongkok.
Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari hingga Maret 2024 tercatat mencapai US$62,20 miliar, turun 7,25% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$67,06 miliar.
Sementara, impor Indonesia pada bulan Maret 2024 tercatat sebesar US$17,96 miliar atau turun 12,76% (yoy), didorong oleh menurunnya impor sektor nonmigas sebesar 16,72% (yoy) di tengah kenaikan impor sektor migas sebesar 10,34% (yoy).
Namun, jika dilihat dari sisi volume, impor pada bulan Maret 2024 masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,11% (yoy). Kemudian berdasarkan golongan penggunaan ba-rang, impor barang modal dan bahan baku penolong mengalami penurunan, sedangkan impor barang konsumsi meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat menjelang lebaran.
Secara kumulatif, total impor Indonesia pada periode Januari hingga Maret 2024 tercatat mencapai US$54,90 miliar, turun sebesar 0,10% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$54,95 miliar. (Aji)