Pembentukan Koperasi Merah Putih di Depok Timbulkan Kegaduhan

Ilustrasi | dok. Ist

PeluangNews, Depok – Pembentukan kepengurusan beberapa Koperasi Merah Putih di Kota Depok, Jawa Barat, menimbulkan kegaduhan lantaran dinilai sarat dengan orang titipan.

Perlu diketahui, Kota Depok terdapat 63 kelurahan. Setiap Koperasi Merah Putih di satu kelurahan ini disebut-sebut akan digelontorkan anggaran Rp5 miliar dari pemerintah pusat. Alhasil, bila dikalkulasikan untuk 63 kelurahan, Depok akan menerima Rp315 miliar.

Anggaran untuk Koperasi Merah Putih per kelurahan tersebut diduga sebagai pemicu kegaduhan itu.

Heri Setiono, kandidat Nomor Urut 1 Calon Ketua Koperasi Merah Putih Kelurahan Depok, telah melakukan somasi atas dugaan kecurangan yang dirasakannya.

“Sampai saat ini, saya belum juga mendapat kabar baik dari surat somasi yang saya kirim kepada pihak kelurahan,” kata Heri saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (22/6/2025).

Dia mengaku surat somasi dilayangkan pada Rabu (18/6) dan memberikan batas waktu tiga hari kerja. Namun, hingga Jumat (20/6), Somasi belum juga ditanggapi.

Heri Setiono menilai, ada pembiaran pada pembentukan Koperasi Merah Putih di Kota Depok, mengingat temuan kejanggalan itu tidak hanya terjadi di Kelurahan Depok.

“Kejanggalan di kelurahan lain juga ada. Saya rasa Pemkot Depok juga mengetahui kabar itu, seharusnya hal ini tidak boleh dibiarkan,” tutur Heri, tanpa menjelaskan bentuk kejanggalannya.

Jika pimpinan tertinggi di Kota Depok tidak menggubris temuan kejanggalan, Heri mengaku tidak tahu lagi harus berbuat apa? Sebab, lanjutnya, semua keputusan ada pada Walikota Depok dan Wakil Walikota Depok, Supian Suri dan Chandra Rahmansyah.

“Saya bingung harus berbuat apa lagi. Karena saya merasa sendirian di sini, untuk memperjuangkan hak saya dan orang-orang yang merasa terzalimi pada pembentukan Koperasi Merah Putih itu,” kata Heri Setiono.

Dia menduga ada kepentingan kelompok tertentu pada pembentukan Koperasi Merah Putih di Kota Depok.

Selain itu, dia berharap jika ada pihak yang merasa terzalimi dengan pembentukan Koperasi Merah Putih di kota ini untuk bergabung menyuarakannya.

“Saya rasa ini akan menjadi gebrakan yang bagus. Karena di sini saya merasa sendirian,” ujar Heri Setiono.

Di pihak lain, Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Saleh menilai pembentukan Koperasi Desa Merah Putih sarat pelanggaran terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan berpotensi menimbulkan masalah hukum.

Sebab, hingga saat ini pemerintah belum pernah merilis kajian hukum atau naskah akademik yang menjadi dasar pembentukan Koperasi Desa Merah Putih.

“Baik kepala desa, NGO, akademisi, maupun masyarakat sipil tidak menerima satu pun kajian tertulis. Yang terjadi justru kepala desa diminta menonton video lalu diberi instruksi untuk segera membentuk koperasi,” kata Saleh.

Padahal, lanjut dia, menurut UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap kebijakan publik harus mengacu pada prinsip kehati-hatian dan dasar hukum yang objektif. Ketiadaan kajian yang mendalam dinilai melanggar asas umum pemerintahan yang baik.

Dia juga menyoroti minimnya transparansi dalam perumusan kebijakan Koperasi Desa Merah Putih. Mengacu pada UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui seluruh tahapan kebijakan pemerintah, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Namun, katanya, pembentukan Kopdes tidak disusun secara terbuka.

Saleh juga menilai pembentukan Koperasi Desa Merah Putih mengabaikan prinsip partisipasi publik yang seharusnya menjadi bagian dari pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009.

“Instruksi pembentukan Kopdes datang dari atas, tanpa ruang sanggah. Ini bukan kebijakan yang akuntabel,” kata Saleh, menjelaskan.

Menurut dia, pembentukan Koperasi Desa Merah Putih bertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan aturan ini, katanya, koperasi seharusnya lahir dari inisiatif anggota, bukan instruksi pemerintah pusat.

Saleh menambahkan, struktur Koperasi Desa Merah Putih saat ini justru menempatkan kepala desa sebagai ketua pengawas secara ex officio yang bertentangan dengan prinsip demokrasi koperasi.

Dia mengkritik praktik pemaksaan pembentukan Kopdes, seperti pencairan dana desa yang dijadikan alat untuk menekan perangkat desa agar membentuk Koperasi Desa Merah Putih.

“Ini jelas bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana desa adalah hak, bukan reward bersyarat,” imbuhnya.

Saleh mengingatkan adanya potensi konflik antara fungsi Koperasi Desa Merah Putih dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sebab, pembentukan Kopdes tidak dibarengi dengan revisi UU Desa.

“Hal ini dapat menimbulkan tumpang tindih peran dan mengganggu fungsi kelembagaan ekonomi desa,” kata Saleh.

Saleh juga menyoroti penggunaan instruksi dan surat edaran sebagai dasar pembentukan norma hukum baru dalam program Koperasi Desa Merah Putih. Dikatakan, surat edaran bukanlah instrumen hukum formal yang bisa mengikat umum dan bisa mencabut atau menggantikan undang-undang yang sudah ada.

Sementara itu, Ketua Koperasi Merah Putih Kelurahan Grogol, Deni Santana mengaku sudah punya legalitas badan hukum yang menaungi Koperasi Merah Putih Kelurahan Grogol. Ini diketahuinya setelah pengukuhan di Pemkot Depok diberikan sejumlah dokumen, SK Notaris, NPWP dan buku rekening.

“Sepertinya kalau badan hukum sudah ya, karena selepas dikukuhkan kami diberikan sejumlah dokumen berharga,” ucap Deni Santana, Minggu (22/6/2025).

Deni mengungkapkan, struktur pengurusan sudah terbentuk dan saat ini sedang membuat proposal guna mendapatkan bantuan dari Dinas Koperasi Usaha Mikro (DKUM) Depok sebesar Rp30 juta.

Bantuan tersebut akan diberikan pada anggaran perubahan tahun ini. Hingga kini, ujarnya, sudah ada 20-an anggota yang terdaftar. Bantuan dana hibah ada sekitar Rp15 juta.

“Rp30 juta itu untuk modal dan Rp15 juta nya untuk perlengkapan komputerisasi,” tutur Deni Santana, menambahkan.

Sebelumnya, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menjelaskan, tidak ada larangan anggota partai politik menjadi pengurus Koperasi Desa Merah Putih. Semua warga negara berhak menjadi pengurus, tak terkecuali kader partai.

“Yang penting kan udah ada kriterianya, kapabilitas, track record-nya. Kan kami sudah buat di juklak (petunjuk pelaksanaan) ada,” kata Budi Arie di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Budi Arie menuturkan tidak ada aturan yang melarang kader partai menjadi pengurus selama orang tersebut bagian dari masyarakat desa.

Dia mengungkapkan Koperasi Merah Putih akan diberikan modal sebesar Rp 4-5 miliar untuk digunakan bagi pembentukan hingga modal usaha. []

Exit mobile version