JAKARTA—Pandemi Covid-19 mendorong pertumbuhan minat warga kota Jakarta untuk memenuhi kebutuhan seperti menanam sayuran. Hingga pertengahan 2020 terdapat 900 titik urban farming dan jumlah warga yang sudah ikut berpartisipasi sekira 14.700 orang.
Femonema ini secara tidak langsung sejalan dengan grand design dari Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta bahwa tidak ada lagi pertanian berbasis lahan, tetapi berbasis ruang. Selain itu pertanian bisa menggunakan lahan sempir, seperti parkir motor dan menggunakan barang bekas seperti botol plastik, kaleng cat bahkan sandal jepit.
Plt Kepala Dinas KPKP Jakarta Barat Suhairini Eliawati dalam webminar bertajuk ‘Peluang Pasar Produk Segar Hasil Pertanian Yang Bermutu dan Aman Pangan’, Kamis (25/2/21) menyampaikan para warga tidak saja bisa memenuhi kebutuhan sendiri, ikut mendukung ramah lingkungan, mendapat manfaat kesehatan dengan berjemur, tetapi juga ekonomi.
“Mereka bisa menjual produk pertaniannya secara langsung ke konsumen dengan dukungan teknologi. Waktunya pun lebih singkat dibanding konsumen kalau memesan dari luar kota,” ujar Suhairini.
Saat ini menurut dia, 98 persen kebutuhan sayur di Provinsi DKI Jakarta masih disuplai dari luar. Padahal butuh waktu lebih dari empat jam sampai Jakarta dan kualitasnya bisa erkurang. Kalau itu disuplai oleh warga Jakarta sendiri maka dikirim pagi, siangnya sudah bisa diperoleh konsumen.
Selain itu fungsi ekonomi lainnya ialah peluang usaha wisata petik sayuran hingga tercipta agroeduwisata.
Suharini mengapresiasi sejumlah warga Greenville, Jakarta yang mendirikan Greenville Farm yang didukung greenhouse. Pertanian di perumahan ini mampu memproduksi 800 kilogram sayuran segar per bulan.
Itu masih di bawah kapasitas produksi yang bisa mencapai 1,6 ton. Greenville Farm berdiri sejak pertengahan 2020 untuk mengisi waktu warga yang harus bekerja di rumah. Seperti yang dikutip dari Instagramnya, harga sayuran yang dirpoduksi Greenville Farm ekonomis, yaitu Rp15 ribu per 250 gram untuk kangkung dan selada merah. Selain itu bagi yang berminat membeli 12 pak sayuran dikenakan Rp150 ribu dengan ongkos kirim gratis.
Menurut Bobby, yang ditunjukan sebagai pemasaran pihaknya bekerjrasama denan perusahaan kurir agar produk sampai ke konsumen. “Hanya saja kami belum bisa menjual ke pasar swalayan karena masih terkendala perizinan,” ujar Bobby dalam kesempatan yang sama.
Sejumlah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Provinsi DKI jakarta juga sudah terjun ke urban farming. Pengelola RPTRA Anggrek Bintaro pada 24 Februari lalu misalnya memanen 8,5 kilogram sayur mayur (Van).