octa vaganza

Pejuang Koperasi Itu Pulang di Tengah Sepi

Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai agris akhir dan aku telah memeliahra iman ( 2 tomotius 4:7)

Selepas pandemi Coronavirus Diseasae (covid-19)  yang entah kapan akan usai, kami sepakat untuk kembali jumpa ngopi sore di sebuah kantor  koperasi di bilangan Pancoran Jakarta Selatan. Ada isu krusial ingin saya diskusikan perihal wacana pendirian  koperasi hanya dengan minimal tiga orang saja. “Memangnya apa yang salah dengan jumlah minimal 20 orang pendiri itu?” sergahnya via whattApps (WA). Percakapan tak berlanjut karena Ia merasa lebih asyik jika kami kembali ngopi sore bareng. Februari lalu, usai ngopi bareng bersama Yuni Soraya Pramudiasti  dan Gottfried Tampubolon (keduanya pegiat koperasi) kami sepakat akan jumpa sebulan berikutnya dengan audiens yang lebih banyak. Namun, wabah Covid-19 keburu merebak dan komunikasi tersendat via WA, tambahan pula sebagian teman-teman lebih memilih anjuran pemerintah untuk Work From Home.   

Jumat 27 Maret jelang tengah hari, telepon saya berdering, seseorang di ujung sana mengabarkan Abat Elias, teman diskusi saya yang hangat itu sudah tiada. Beliau wafat di Rumah Sakit Bhayangkara DR Sukanto Kramat Jati Jakarta Timur pukul 11.20 an siang dalam usia 66 tahun akibat gagal nafas dan pneumonia. Hasil laboratorium RS Polri itu juga menyatakan almarhum negatif covid-19. Ia pulang ke pangkuan Sang Pencipta  tatkala hiruk pikuk bumi tengah menyepi dilanda pandemi.

 Ingatan saya melayang ke awal reformasi di tahun 2000, saat berjumpa dengan Abat Elias yang baru menjabat General Manager Induk Koperasi Kredit (Inkopdit). Saya mewawancarai Abat di seputar reformasi perkoperasian yang terkesan salah arah.  Kebijakan populis Menteri Koperasi Adi Sasono membuka perizinan pendirian koperasi seluas mungkin mengakibatkan jumlahnya membengkak, dua kali lipat dari semula yang hanya 53 ribuan unit. Abat mengkhawatirkan pendekatan kuantifikasi yang tak terarah itu  bakal meletup pada involusi. 

Santun, Keras Berprinsip

Pertemanan saya yang hampir dua dasa warsa dengan Abat yang terakhir menjabat Bendahara Inkopdit menyiratkan bahwa pria kelahiran Manggarai NTT pada 1954 ini sosok yang santun namun keras dalam prinsip. Sarjana Ekonomi jebolan UNS Solo tahun 1986 ini tak sungkan menuding bahwa pemerintah menerapkan standar ganda dalam membina koperasi.  Sikap mendua yang menurutnya tak kunjung berubah hingga era Presiden Joko Widodo. Selintas saya masih sempat berjumpa Abat saat acara Ngetem (Ngobrol Bareng Teten Masduki) 9 Maret lalu, dua pekan sebelum ia berpulang. Ngobrol yang hangat di seputar Omnibus Law itu, Abat menyela persoalan koperasi bukan pada persyaratan pendiri yang harus 20 0rang, tetapi lebih pada jaminan negara atau perlindungan pemerintah yang masih tidak berpihak. “Banyak contoh bahwa koperasi memang dianak tirikan oleh negara lewat peraturan dan undang yang ada. Misalnya, kalau ada proyek pemerintah mau disubkontrakan harus melalui PT, bukan koperasi. Bank boleh menerima semua masyarakat tetapi koperasi hanya terbatas anggota saja. Hal ini sebenarnya yang bermasalah di negara ini bukan syarat pendirian 20 orang,” tuturnya via WA. Abat  justru melihat  lain, dengan adanya syarat pendirian 3 orang akan bermunculan koperasi baru seperti yang terjadi di awal 2000. Khusus koperasi sektor keuangan bakal banyak konglomerat mendirikan KSP karena syarat yang begitu mudah bagi mereka. Selanjutnya akan terjadi persaingan tidak seimbang bagaikan pertarungan Singa versus Domba. Anda pasti tahu siapa yang bakal menang. Jadi, maaf saya terlalu naif, mungkin ini pasal pesanan.

Seorang teman yang konsisten berkoperasi seperti Abat Elias boleh jadi tidak banyak kita jumpai di negeri ini. Dari ia kita bercermin apakah sesungguhnya kita telah berkoperasi dengan benar sesuai regulasi universal. Bahwa anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pelanggan alih-alih nasabah. Sabtu 28/3/2020 jenazah almarhum dimakamkan di Sandiago Hills Karawang. Ia pergi meninggalkan seorang istri, Maria Magdalena Purwanti dan tiga orang anak, Yohana Leonarda Purnamasari, Agustinus Rediman Abat dan Angelina Tri Purningtyas.  (Irsyad Muchtar)

Exit mobile version