
Peluangnews, Jakarta – Sejumlah pedagang binaan Suku Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah (PPKUKM) Jakarta Pusat, mengeluhkan pungutan paska revitalisasi Lokasi Sementara (Loksem) JP 44, di Jalan Penataran, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka diharuskan membayar bervariasi antara Rp 6-8 juta, padahal sebelumnya disebut gratis.
“Dulu awal-awal mau direvitalisasi, pihak Sudin PPKUKM mengatakan revitalisasi ini gratis. Namun kenyataannya kita pedagang disuruh wajib bayar Rp 6 sampai 8 juta per kios,” ucap Harti, salah satu pedagang Loksem JP 44, kepada wartawan, Selasa (24/10/2023).
Permintaan uang tersebut, jelas Harti, disebutkan Sudin PPKUMM untuk mengganti sarana prasara (Sarpras) seperti etalase. Padahal sebelumnya pedagang tidak ada dimintai uang sepeserpun. Ternyata setelah etalase tersebut datang pedagang pun diminta sejumlah uang.
“Katanya etalase gratis tapi pas datang malah disuruh bayar. Kami juga sempat diancam kalau tidak bayar kita dikeluarkan dari kios,” ucapnya.
Batal Digratiskan
Terkait masalah ini, Kepala Seksi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Sudin PPKUKM Jakarta Pusat, Neli Rachmawati mengakui jika ada pembayaran yang dibebankan kepada para pedagang di Loksem JP44
“Kalau revitalisasi kios pedagang memang gratis. Tapi untuk fasilitas sarana dan prasarana memang dibebankan kepedagang. Biaya yang dibebankan kepada pedagang sebesar Rp5.980.000,” ujar Neli saat dihubungi wartawan, Senin (23/10/2023).
Neli mengatakan, biaya tersebut akan diperuntukkan untuk sarana dan prasarana seperti pembuatan seragam, etalase dan kitchen set. Nantinya semua pedagang khusus kuliner ada 74 kios akan menggunakan seragam dan etalase.
“Pedagang dikenakan biaya Rp5.980.000 dan bukan Rp8 juta,” jawabnya.
Neli menjelaskan jika tujuan dari revitalisasi JP 44 tersebut dari rencana awal ialah merebranding kawasan tersebut menjadi pusat oleh-oleh.
“Makanya kita mau menggunakan seragam, awalnya sih kita sudah sampaikan kepada mereka bahwa ini akan dijadikan jajanan kuliner dan pusat oleh-oleh,” ujar Neli.
Semula seragam dan sarana lainnya masuk dalam biaya CSR, namun belakangan, dalih Neli, kerena ternyata tidak jadi CSRnya sehingga dimintakan ke pedagang sebagai pengganti
“Jadi pembayaran Rp5.980.000 itu bukan untuk bisa berjualan, tapi untuk sarana dan prasarana ya,” jawab Neli. (Aji)
Baca Juga: Teten Sebut Rumah Produksi Bersama Upaya Hilirisasi agar UMKM Naik Kelas