
PeluangNews, Jakarta — Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengingatkan bahwa pelaku usaha kecil Indonesia sedang menghadapi lawan besar: banjir produk impor yang makin bebas masuk ke pasar lokal. Jika kondisi ini dibiarkan, menurutnya, UMKM akan makin sulit bertahan.
Dalam paparannya di Rapimnas Kadin 2025, Senin (1/12), Maman menyebut industri fesyen sebagai sektor yang paling terasa “sesaknya”. Dua penyebab utamanya: baju bekas impor yang makin membanjir, dan produk white label dari luar negeri yang dijual murah tanpa pengawasan.
Data pemerintah menunjukkan betapa cepatnya serbuan barang-barang tersebut. Pada 2021, hanya 7 ton baju bekas impor yang masuk. Tahun berikutnya meningkat menjadi 12 ton, lalu 12 ton lagi pada 2023. Tapi tahun lalu, angkanya melonjak tajam menjadi 3.600 ton. Hingga Agustus 2025 saja, 1.800 ton sudah masuk ke Indonesia. Jumlahnya membuat pelaku fesyen lokal makin terdesak.
Produk white label juga tak kalah mengkhawatirkan. Barang-barang ini diproduksi massal di luar negeri, masuk tanpa izin jelas, dan dijual murah di pasar online maupun offline. Lumpuhlah kreativitas dan daya saing brand lokal.
Maman menegaskan, sebanyak apa pun bantuan pemerintah—entah berupa kredit murah, pelatihan, atau pendampingan—hasilnya tetap nihil jika pasar masih “kotor” oleh barang impor yang tidak diatur.
“Selama pasar belum disterilisasi, UMKM tidak mungkin bisa bertahan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti ketimpangan aturan. Produk impor, terutama dari China, sangat mudah masuk tanpa wajib mengantongi berbagai perizinan. Sementara UMKM Indonesia harus punya NIB, SNI, sertifikat BPOM, hingga memenuhi syarat yang panjang dan kompleks.
“Tuan rumah seharusnya diuntungkan, tapi hari ini justru enggak. Produk lokal kita tidak dapat perlindungan yang layak,” ujarnya.
Maman memastikan pemerintah akan bergerak lebih tegas. Salah satu langkahnya adalah memperketat masuknya barang impor yang mengganggu pasar domestik. Dengan begitu, pelaku UMKM—terutama dari sektor fesyen—bisa punya ruang tumbuh yang lebih sehat.
Ia mengajak Kadin untuk ikut terlibat membersihkan pasar, sekaligus membuka peluang kerja sama agar UMKM bisa masuk ke rantai pasok industri besar.
Kebijakan pembatasan impor, katanya, tidak akan dilakukan secara serampangan. Pemerintah tetap mempertahankan impor di sektor-sektor strategis, sambil memperbaiki regulasi agar lebih adil bagi pelaku usaha lokal.
Dalam konteks ekonomi yang masih penuh tantangan—mulai dari 23,85 juta penduduk miskin hingga 7,28 juta warga usia produktif yang menganggur—Maman menilai UMKM adalah solusi paling inklusif dan berkelanjutan untuk memperkuat ekonomi rakyat.
“UMKM harus jadi pemain utama di negeri sendiri. Itu kuncinya,” tutupnya. (Aji)
Baca Juga: Menteri Maman: Pengembangan Ekonomi Syariah Dibutuhkan Dalam Ekosistem UMKM







