hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Pasar Karbon Tersendat Pembiayaan

Jakarta (Peluang) : Potensi pasar karbon utamanya di negara berkembang masih terkendala akses pendanaan.

Ketua forum B20 Indonesia, Shinta Kamdani mengatakan, pasar karbon memiliki peranan penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim. Diharapkan perusahaan-perusahaan mendukung upaya dekarbonasi sekaligus membantu pembiayaan untuk proyek-proyek terkait pengurangan jejak karbon.

Shinta mencatat terdapat permintaan pasar karbon sukarela (voluntary carbon market/VCM) pada tahun 2030 diperkirakan tumbuh enam kali lipat dibanding volume pada 2021 senilai USD 2 miliar.

Menurutnya, kondisi ini mestinya menjadi peluang bagi negara-negara, terutama emerging market untuk berkontribusi secara substansial bagi pasokan kredit karbon.

“Namun negara berkembang masih belum dapat menangkap potensi pasar karbon karena keterbatasan akses pendanaan, pengetahuan, dan praktik yang dapat dibantu oleh negara maju,” ujar Shinta

Menurutnya, jika isu ini tidak segera ditindaklanjuti, dunia akan kehilangan kesempatan untuk membantu negara-negara berkembang tumbuh bertransisi ke ekonomi rendah karbon melalui pasar karbon.

Shinta juga menekankan, warisan dari Presidensi B20-G20 Indonesia lebih dari sekadar inisiatif dan akan berkesinambungan.

Ia pun menyoroti dua program warisan potensial yang mendukung rekomendasi kebijakan Task Force F&I untuk mendorong kolaborasi antar negara mempercepat pemulihan ekonomi melalui perdagangan karbon hingga mencapai net zero.

Pertama, Carbon Center of Excellence yang membantu dunia bisnis memahami dan menavigasi perdagangan karbon melalui pusat berbagi pengetahuan dan praktiknya. Dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk mengembangkan bisnis berbasis industri hijau.

“Kami bertujuan meningkatkan jumlah proyek berkelanjutan yang didanai melalui perdagangan karbon. Ini sangat penting karena akan membantu pembiayaan bagi negara-negara berkembang dalam menurunkan emisi karbon,” ujarnya.

Kedua, Global Climate Finance Alliance, yakni aliansi multilateral baru yang dirancang untuk mengukur dan mereplikasi inovasi, solusi teknologi dan keuangan termasuk pembiayaan campuran untuk dapat menarik investasi yang sejalan dengan aksi iklim dan mencapai tujuan berkelanjutan sesuai indikator Sustainable Development Goals (SDGs).

Bahkan anggota gugus tugas perdagangan dan investasi B20 telah bekerja dengan hati-hati untuk mengatasi masalah ini. 

Satgas tersebut menurutnya, telah merumuskan rekomendasi kebijakan utama. Yang meliputi pengenalan tata kelola multilateral perdagangan dan investasi global pasca pandemi Covid-19 yang terbuka, adil, inklusif dan efisien termasuk melalui reformasi WTO.

Kemudian memfasilitasi inovasi, digitalisasi, dan adopsi teknologi untuk mendukung pembangunan internasional dan mitigasi krisis global di masa depan.

Selanjutnya, memperkuat dukungan untuk mencapai inklusivitas dalam rantai nilai pasokan global. Serta menjadikan perdagangan dan investasi sebagai penggerak pembangunan berkelanjutan sejalan dengan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah mendorong pembiayaan hijau atau berkelanjutan, salah satunya melalui instrumen obligasi hijau.

“Pemerintah juga membentuk Indonesian Environmental Fund sejak tahun 2018 untuk memastikan keberlanjutan pembiayaan hijau,” kata Suahasil.

Namun ia menekankan kemitraan publik dan swasta sangat diharapkan dalam percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya yang inklusif dan lebih berkelanjutan

Karena menurutnya, pembangunan infrastruktur berkelanjutan penting untuk mitigasi krisis iklim sekaligus mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

pasang iklan di sini