JAKARTA—Pimpinan Yogi Tsusho Co Ltd, Hiroo Tokoro menyampaikan negerinya membuka lebar masuknya produk holtikultura Indonesia. Namun untuk itu Indonesia harus memahami bahwa Jepang memiliki syarat ketat untuk bisa menerima produk holtikultura dari mitra yang batu.
Jepang sudah lama bergantung pada impor sayur dari Tiongkok, muncul kekhawatiran akan harga dan kualitas, beberapa tahun terakhir tren “bebas dari Tiongkok” semakin berkembang.
Itu sebabnya perusahaan importir di Jepang mencari alternatif pengganti produk dari negeri tirai bambu ini.
“Klien kami ada yang meminta produk Indonesia,” kata Tokoro dalam Japan-Indonesia Market Access Workshop yang digelar secara virtual, Selasa (21/7/20).
Tokoro mengajurkan pihak Indonesia harus siap bersaing dengan harga dan kualitas. Hal itu juga tak perlu diperdebatkan karena menjadi kewajiban para kompetitor.
Namun kata dia ada strategi yang dibutuhkan untuk bisa menghindari kompetisi itu. Kompetisi itu dapat dihindari jika waktu panen komoditas hortikultura dapat berbeda dengan Tiongkok yang dalam setahun ada empat musim.
Negara dengan iklim tropis, kata Tokoro, seharusnya Indonesia dapat menyediakan pasokan yang stabil sepajang tahun.
“Karena banyaknya permintaan akan sayuran dan buah-buahan yang akrab bagi orang Jepang, baik sekali jika kita memulai masuk dari celah ini,” imbuh dia.
Meski demikian, ia menyampaikan, perusahaan Jepang cenderung berhati-hati terhadap sebuah produk baru. Dibutukan waktu lama antara setengah hingga satu tahun untuk memeriksa kualitas dan saling konfirmasi. Tokoro mengatakan, spesifikasi produk dan profil perusahaan saja tidak cukup untuk bisa menerima produk baru.
Banyak perusahaan Jepang yang mulanya mengunjungi lokasi pabrik sebelum bertransaksi. “Mereka tidak akan langsung menyetujui hanya karena eksportir punya berbagai sertifikasi seperti ISO, HACCP, dan sebagainya.
“Syarat kualitas Jepang sering kali lebih ketat daripada negara lain. Jadi tidak perlu dijawab dengan keyakinan, tapi harus diurai,” pungkas dia.