octa vaganza

Para Anak Muda Ini Yakin Bertani Itu Keren

BULELENG—Salah Satu masalah yang dihadapi para petani tidak punya kepastian produknya dipasarkan ke mana dan sebaliknya pasar juga tidak punya kepastian apakah kebutuhannya akan produk bisa didapatkan secara berkelanjutan.

Selain itu para petani menghadapi permasalahnya tingginya ongkos produksi dan kerap tidak sebanding dengan hasil yang akan didapat.  Tinggi ongkos pertanian di Indonesia karena tidak beradaptasi dengn teknologi seperti di luar negeri sehingga bisa lebih ekonomis dan efesien.

Kebanyakan petani hanya fokus bertani. Namun untuk pemasaran mereka kebingungan. Akhirnya lahirlah tengkulak dan pengepul yang membuat keadilan perdagangan tidak terjadi. Dibeli semurah-murahnya dan dijual semahal-mahalnya di konsumen.

Pada 2014, AA Gede Agung Wedhatama, seorang anak muda asal Buleleng mengajak rekan-rekannya mendirikan Komunitas Petani Muda Keren dengan bisi pertanian organik dan suistanable.  Pria kelahiran 1984 ini percaya bisnis pertanian akan maju jika dari hulu hingga hilir dijalankan oleh patani.

“Kami membangun value chain pertanian dari hulu hinga hilir dengan cara membangun sistem pertanian terintegrasi dengan menggabungkan tenologi, smart farming dengan budaya serta kearifan lokal. Ternyata dengan smart farming, biaya yang dipangkas bisa sampai 70 persen,” ujar Agung ketika dihubungi Peluang, Jumat (24/9/21).

Sejak 2014 jumlah petani dan lahan meningkat. Awalnya hanya sepuluhan petani, tetapi kini menjadi ratusan petani  dengan luas lahan ribuan hektar.  Separuh di antaranya petani dari kalangan muda, lainnya adalah petani usia 50 tahunan punya semangat muda, yang percaya bertani itu juga entrepreneur bukan hanya sekadar menanam dan kemudian menjual ke pasar.

Di hulu, para petani mengusahakan pupuk secara mandiri, kemudian pembibitan hingga menanam berbagai komoditas, mulai dari palawija, sayur-mayur, buah-buahan, sementara di tengah dan hilir, PMK mendirikan Koperasi Petani Muda Keren  yang murni menjadi koperasi produsen dan bukan simpan pinjam. 

Koperasi ini yang memasarkan produk petani  dan membuat olahan dari produksi petani untuk dipasarkan.  Secara de facto, koperasi ini berdiri pada 2020 dan baru mengadakan RAT pada akhir tahun nanti, namun operasionalnya sejak 2016.

Dengan sistem ini peraih Magister  Teknologi Informasi dari UGM ini mampu mengembangkan pertanian menjadi bisnis yang menggiurkan.  Beberapa komoditas sudah diekspor, antara lain 1.200 ton manggis ke Tiongkok dan ratusan ton buah-buahan diekspor ke beberapa negara Eropa.

Sayangnya pandemi Covid-19 berdampak bagi bisnis petani yang dipuayakan komunitas PMK ini. Di antaranya pada sektor distribusi karena bandara tutup. Padahal di luar permintaan begitu tinggi.  Agung dan kawan-kawan berharap pandemi cepat usia dan ekonomi kembali pulih.

“Ke depan, saya ingin lebih banyak lagi petani dari kalangan milenial untuk bergabung. Kami juga ingin menularkan semangat ini kepada kawan-kawan yang ingin menjadi petani di provinsi lain. Kami ingin pertanian Indonesia menjadi modern,” tutup Agung (Irvan).

Exit mobile version