hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Pangsa Pasar Keuangan Syariah Ditargetkan 20% di 2023

Pengembangan sektor ekonomi syariah merupakan variabel terpenting untuk menggenjot keuangan syariah di Indonesia. Tanpa itu, target memperbesar “kue” keuangan halal hanya akan menjadi mimpi.

Bank Indonesia memiliki program ambisius dalam menggenjot pangsa pasar keuangan syariah di Tanah Air. Tidak tanggung-tanggung, dalam jangka waktu 5 tahun ke depan atau 2023, pangsa pasar keuangan berlabel halal ini ditargetkan mencapai 20% terhadap total aset industri keuangan.

Perry Warjiyo, Gubernur BI  mengatakan, saat ini pangsa pasar keuangan “hijau” sebesar 8%.   “Insya Allah jika sektor keuangan kita dorong bisa naik double digit. Inginnya dalam 5 tahun ke depan sektor keuangan syariah dapat mencapai pangsa 20%,” ujarnya dalam acara Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) di Surabaya, pertengahan Desember lalu.

Untuk mencapai target tersebut, BI akan terus menggenjot berbagai instrumen syariah di pasar modal, perbankan, maupun lembaga keuangan non bank seperti keuangan sosial yaitu  wakaf dan zakat. Selain itu, akan menerbitkan sukuk BI. Sukuk ini bertujuan untuk menambah alternatif instrumen pasar uang syariah yang dapat menjadi solusi jangka pendek kebutuhan likuiditas perbankan dan akan melengkapi instrumen moneter syariah BI.

Mengacu pada target tersebut, berarti aset keuangan syariah rata-rata harus tumbuh 2,5% pertahun. Ini bukan pekerjaan semudah membalikkan telapak tangan. Sekadar informasi, pada periode sebelumnya, ketika BI dipimpin Burhanuddin Abdullah, pernah membuat gebrakan Akselerasi Perbankan Syariah. Saat itu, ditargetkan pangsa pasar aset perbankan syariah sebesar 5% pada 2008 yang sebelumnya hanya berkutat di angka 2%. Faktanya, target tersebut baru terealisasi beberapa tahun setelah melampaui target waktu yang ditetapkan.

Sebelumnya, OJK sudah merilis Roadmap Pengembangan Keuangan Syariah Indonesia 2017-2019. Visi peta jalan tersebut adalah  untuk mewujudkan industri jasa keuangan syariah yang tumbuh dan berkelanjutan, berkeadilan, serta memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan menuju terwujudnya Indonesia sebagai pusat keuangan syariah dunia.

Selanjutnya, untuk mencapai visi tersebut, misi utama yang akan dilakukan adalah (1) meningkatkan kapasitas kelembagaan dan ketersediaan produk industri keuangan syariah yang lebih kompetitif dan efisien, (2) memperluas akses terhadap produk dan layanan keuangan syariah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan (3) meningkatkan inklusi produk keuangan syariah dan koordinasi dengan pemangku kepentingan untuk memperbesar pangsa pasar keuangan syariah.

Dalam menjalankan misi tersebut terdapat beberapa program unggulan yang dilakukan untuk membesarkan keuangan syariah antara lain penguatan kapasitas kelembagaan industri jasa keuangan syariah; peningkatan ketersediaan dan keragaman produk keuangan syariah; pemanfaatan fintech dalam rangka memperluas akses keuangan syariah; perluasan jaringan layanan keuangan syariah; optimalisasi promosi keuangan syariah; peningkatan kapasiatas sumber daya manusia; dan peningkatan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan keuangan syariah di Indonesia.

Meski terkesan ambisius, namun setidaknya Indonesia memiliki modal dan potensi yang berharga untuk terus menggenjot pangsa keuangan syariah. Dalam Global Islamic Finance Report 2016, Indonesia berada di peringkat 6  Islamic Finance Country Index dan masuk dalam 10 besar negara beraset keuangan syariah terbesar di dunia.

Terkini, industri jasa keuangan syariah juga terus tumbuh positif. Pertumbuhan aset perbankan syariah dan pembiayaan syariah (bank syariah dan unit usaha syariah ), serta aset Industri keuangan non bank (IKNB) syariah per oktober 2018 masing-masing tumbuh 7,09%, 9,52% dan 0,59%.

Sementara per 18 Desember 2018, Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana Syariah, Sukuk Negara dan Sukuk Korporasi meningkat masing-masing 20,98% , 17,20% dan 40,48%. Selain itu, terdapat 41 Bank Wakaf Mikro dengan nilai pembiayaan sebesar Rp9,72 milliar dan melibatkan 8.373 debitur. Jumlah itu belum termasuk aset koperasi-koperasi syariah dan BMT-BMT yang jumlahnya mencapai ribuan dan tersebar sampai daerah pelosok.

Perry menambahkan, perkembangan keuangan syariah sangat terkait dengan kemajuan ekonomi syariah. Oleh karenanya, BI tetap konsisten untuk mendorong ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. “Kita jangan hanya jadi pemakai produk halal dari luar, tetapi juga harus produksi. Kita juga bisa dapat manfaat dari ekonomi syariah dan keuangan syariah,” pungkasnya.

Ke depan, pengembangan ekonomi di sektor riil dan keuangan syariah memang perlu dilakukan secara simultan. Apalagi basis keuangan syariah di Indonesia berbeda dengan di negara-negara Arab. Di sini, segmen terbesarnya adalah pasar ritel dan sektor riil, sementara di negara Teluk dan Arab atau Eropa lebih memprioritaskan instrumen investasi syariah di pasar keuangan. (Drajat).

 

pasang iklan di sini