Bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi secara sekaligus, seperti dialami Palu pada 2018, tergolong langka. Hanya 15 kali terjadi sepanjang sejarah. Kota itu tengah berjuang untuk pulih.
EMPAT tahun lalu, nama Kota Palu viral. Jadi perbincangan di mana-mana lantaran didera tripel bencana alam yang hebat. Gempa bumi diikuti tsunami dan likuifaksi melibas kota itu. Ribuan warga menjadi korban dihantam tsunami dan tertimbun likuifaksi. Bencana jelang Magrib 28 September 2018 itu luar biasa mencekam. Berawal dengan gempa besar berkekuatan magnitudo 7,5.
Jika dikait-kaitkan dengan kisah asal usul namanya, boleh jadi itu bukan kejadian pertama di Palu. Nama ini disebut-sebut kata “Topalu’e” yang artinya Tanah yang terangkat, karena daerah ini awalnya lautan. Di masa lalu pernah terjadi gempa dan pergeseran lempeng Palu Koro sehingga daerah yang tadinya lautan itu naik ke atas dan membentuk daratan lembah—yang kini menjadi Kota Palu.
Sumber lain menyebut, nama Kota Palu berasal dari bahasa Kaili “volo” yang berarti bambu yang tumbuh dari daerah Tawaeli sampai Sigi. Bambu sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari masyarakat suku Kaili, Baik sebagai bahan makanan (rebung), bahan bangunan (dinding, tikar), perlengkapan sehari hari, permainan (tilako), maupun alat musik (lalove).
Kota Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, disebut-sebut sebagai kota lima dimensi. Pasalnya, alamnya terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan, dan teluk. Kota ini bermula dari berdirinya kerajaan yang terdiri dari kesatuan empat kampung, yaitu Besusu, Tanggabanggo (sekarang Kelurahan Kamonji), Panggovia (sekarang Kelurahan Lere), dan Boyantongo (sekarang Kelurahan Baru). Keempat kampung tersebut membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota.
Salah satu tugas Patanggota adalah memilih raja dan para pembantu. Kerajaan Palu tumbuh menjadi salah satu kerajaan yang berpengaruh. Belanda datang dan mengadakan pendekatan dengan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado pada tahun 1868. Dua tahun kemudian, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu lalu menyerang Kayumalue.
Dalam peristiwa ini, Raja Maili terbunuh. Ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, yang pada 1 Mei 1888 menandatangani perjanjian dengan Pemerintah Hindia Belanda. Isinya, Kerajaan Palu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan (Onder Afdeling Palu). Pasca-PD II, Kota Palu mulai berkembang setelah dibentuknya Residen Koordinator Sulteng Tahun 1957. Dengan terbentuknya Provinsi Sulawesi Tengah, status Kota Palu ditingkatkan menjadi ibu kota Provinsi Dati I Sulteng.
Pada tahun 1978, Kota Palu ditetapkan sebagai kota administratif, selanjutnya menjadi kotamadya. Moto Kota Palu “Maliu Ntinuvu” yang berarti pengabdian yang tulus dilandasi dengan semangat persatuan dan kesatuan yang kokoh dengan senantiasa mendapat lindungan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan pembangunan demi kehidupan yang makmur, sejahtera dan lestari. Pada tahun 2021, penduduk Kota Palu berjumlah 372.113 jiwa.
BADAN Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (AS) atau NASA.
Dilansir dari berbagi sumber, para ilmuwan NASA memasukkan gempa Padagimo tahun 2018 ke dalam kategori kejadian langka yang tidak seperti gempa pada umumnya. Bahkan, NASA menyebut gempa ini sebagai supershear earthquake atau gempa supershear dengan pergerakan sangat cepat. Gempa supershear adalah gempa bumi di mana penyebaran gelombang pecah di sepanjang permukaan patahan. Peristiwa ini tergolong langka, karena hanya terjadi 15 kali dalam catatan sejarah geografi.
NASA megungkap adanya retakan yang bergerak di sepanjang sesar dalam kecepatan yang sangat tinggi. Hal inilah kemudian memicu gelombang naik turun atau sisi ke sisi yang mengguncang permukaan tanah dan menyebabkan likuifaksi, Tercatat 4 daerah di Sulteng terdampak bencana tersebut, yaitu Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong atau disingkat Padagimo.
Gempa dengan pusat di jalur Sesar Palu Koro itu memicu tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 0,5–3 meter.
Guncangan gempa juga menimbulkan fenomena likuifaksi di 4 tempat, yaitu Kelurahan Balaora dan Petobo (Palu) serta Desa Jono Oge dan Sibalaya (Sigi).
Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerugian dan kerusakan akibat bencana 4 tahun lalu lebih dari Rp18,48 triliun.
Kota Palu menjadi daerah dengan kerugian dan kerusakan terbesar mencapai Rp8,3 triliun, Kabupaten Sigi Rp6,9 triliun, Donggala Rp2,7 triliun dan Parigi Moutong Rp640 miliar.
Masjid Arkam Babu Rahman alias Masjid Terapung Palu adalah saksi bisu dahsyatnya bencana 2018 itu. Meskipun letaknya tidak di pusat kota, dengan segudang keunikannya, masjid ini jadi ikon Provinsi Sulawesi Tengah. Bangunan ini berada di perairan Teluk Palu, yang memiliki garis pantai sepanjang 43 km. Letaknya yang tepat di bibir pantai membuat masjid dengan 25 pilar penyangga ini menyuguhkan panorama yang cukup memukau. Masjid berkapasitas 150 jemaah ini rampung pada 2011. Sebelum diterjang tsunami, masjid ini selalu penuh terlebih ketika bulan puasa tiba.
Selain Masjid Apung, di sini tersedia Kawasan Wisata Religi Sis Al Jufrie. Sebenarnya banyak destinasi wisata menarik di Palu. Salah satunya adalah Kawasan Wisata Religi Sis Al Jufrie. Kawasan wisata ini terletak di sepanjang Jalan Sis Aljufrie, Kelurahan Boyaoge, Kecamatan Tatanga dan Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat. Di jalan ini terdapat berbagai macam objek wisata belanja dan religi.
Di sepanjang jalan inilah masyarakat Kota Palu menjual berbagai macam kuliner, pakaian dan oleh-oleh. Objek wisata religi di kawasan ini terletak di depan pertokoan Palu Plaza, yaitu Yayasan Al Khairaat Pusat yang merupakan Organisasi Islam Terbesar di Indonesia Timur. Di sana terdapat makam Idrus Bin Salim Al Jufrie (Sis Al Jufrie) Pendiri Al Khairaat, Masjid Al Khairaat, Masjid Nurul Khairaat, dan Masjid Nur Sa’adah, dan juga beberapa sekolah berbasis Islam.
Musibah akhir 2018 itu memaksa Palu berbenah dengan cepat. Khususnya terkait dengan kerusakan infrastruktur utama. Tiga pelabuhan di Palu, yaitu Pelabuhan Pantoloan, Donggala, dan Wani, yang sempat rusak karena terdampak gempa segera dipulihkan. Pemerintah mendapatkan bantuan pinjaman luar negeri dari ADB sebesar US$70 juta atau sekitar Rp1.000 miliar untuk membenahi ketiga pelabuhan tersebut, melalui program Emergency Assistance for Rehabilitation and Reconstruction. Dilaksanakan sejak 2019 hingga (diproyeksikan) 2023.
Pekerjaan Rekonstruksi Terminal Pantoloan mencakup pekerjaan rehabilitasi fasilitas laut, termasuk di dalamnya melanjutkan extension upperstructure dermaga, serta pekerjaan fasilitas sisi darat seperti area kantor dan pelayanan umum. Terminal Donggala akan lebih difokuskan pada market pelayanan kargo serbaguna dengan kapasitas 170.000 ton per tahun, pelayanan curah kering (dry bulk cargo), dan pelayanan untuk kapal penumpang baik Pelni, tol laut, maupun perintis. Pelabuhan Wani yang difokuskan untuk pelayanan Terminal Multipurpose (Agrikultur, Pelayanan Angkutan Ternak, dan Kapal Negara).●(Zian)







