hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Palopo, Kota Maritim denganRumput Laut Kualitas Dunia

Sebagai kota maritim, Palopo memiliki komoditas unggulan rumput laut Gracilaria Sp dengan kualitas terbaik di dunia. Ekspor komoditas ini dilakukan sendiri melalui Pelabuhan Tanjung Ringgit.

KOTA Palopo dahulunya bernama Ware, yang dikenal dalam Epik La Galigo. Nama Palopo diperkirakan mulai digunakan sejak 1604, bersamaan dengan pembangunan Masjid Jami’ Tua. Kata “Palopo” ini diambil dari kata bahasa Bugis-Luwu. Artinya, penganan yang terbuat dari ketan, gula merah, dan santan. Arti lainnya “Palopo’i” (masukkan). Itulah ungkapan yang diucapkan masyarakat pada saat pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Jami Tua.

Masjid ini didirikan oleh Raja Luwu bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaun g Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada 1604. Masjid beratap tumpang tiga seluas 15 m² ini belakangan disebut Jami Tua mengingat usianya. Lima kali sudah dilakukan renovasi. Pertama pada 1700 Kedua, pada 1951. Ketiga pada 1981. Bentuk arsitektur Masjid Jami Tua secara keseluruhan menunjukkan nilai-nilai kebudayaan lokal yang berakulturasi dengan nilai-nilai dari luar, terutama Islam dan Jawa.

Arkian, Palopo dikembangkan menjadi ibu kota Kesultanan Luwu menggantikan ibu kota lama, Amassangan, di Malangke—setelah Islam diterima di Luwu pada abad ke-17. Perpindahan tersebut diyakini berawal dari perang saudara yang melibatkan dua orang putera mahkota. Perang ini dikenal dengan sebutan Perang Utara-Selatan. Setelah damai, ibu kota dipindahkan ke daerah di antara wilayah utara dan selatan Kesultanan Luwu, yaitu Palopo.

Palopo terletak 362 km dari Kota Makassar Propinsi Sulsel. Luas wilayahnya 247,52 km². Populasinya pada akhir 2020 berjumlah 184.681 jiwa. Sebagian besar suku yang mendiami daerah ini meliputi Suku Bugis, Jawa, Konjo Pesisir, dan sebagian kecil terdapat juga Suku Toraja, Minangkabau, Batak, dan Melayu. Islam adalah mayoritas agama yang dianut masyarakat Kota Palopo. Sedangkan Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu dianut kelompok masyarakat minoritas.

Bukit Kambo merupakan titik view paling indah untuk memantau Kota Palopo. Di tempat ini, Kota Palopo mendapat 2 perspektif sekaligus. Jika memandang secara outward, kita akan menemukan Palopo sebagai sebuah lanskap kota dengan kawasan terbangun yang intens, dinamis dan bercirikan urban. Namun, jika memandang secara inward, kita akan menemukan Palopo sebagai sebuah lanskap kampung di atas bukit yang masih permai, adem, dan bercirikan rural.

Di Kambo, hari-hari warga disibukkan dengan kegiatan pertanian, menanam cengkeh, memanen lengkuas, merawat kebun durian, dan menyusur hutan mencari lebah. Meski begitu, dibandingkan dengan budaya bertaninya, Kambo lebih dikenal masyarakat sebagai tempat untuk wisata kuliner; tempat camping paling nyaman dan dekat dari pusat kota; serta wahana outbound dan wisata keluarga.

Selain menawan, Bukit Kambo juga populer sebagai penghasilan kerajinan tangan. Kelurahan ini juga dikenal sebagai daerah penghasil gula merah, yang dibuat warga setempat dari olahan aren. Gula merah dari Kambo sangat terkenal. Berkat keindahannya, Kambo pernah masuk 100 nominator Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI 2021 yang diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia.

Bulan Juli kemarin, Kota Palopo berusia 21 tahun dalam statusnya sebagai kota otonom. Menengok ke depan, Kota Palopo segenap pihak berupaya menjadikan kota ini sebagai kota kesehatan, dengan dibukanya rest area di setiap rumah sakit dan puskesmas. Dan akan kita jadikan sebagai kota seribu taman,” ujar Walikota Palopo, Muh. Judas Amirbag

Ikan Bandeng dan Rumput Laut

Rumput laut merupakan komoditas unggulan di Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Luwu dan Kota Palopo. Berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Luwu dan DKP Kota Palopo tahun 2015, produksi rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii sejak tahun 2010-2014 di kedua daerah tersebut setiap tahun terus mengalami peningkatan.

Produksi budidaya perikanan didominasi oleh perikanan laut dan darat. Namun, hasil laut Palopo yang paling utama adalah rumput laut. Produksi rumput laut Kota Palopo pada 2012 saja tercatat 31,214 ton dengan total nilai produksi Rp111,8 miliar. Produksi rumput laut ini merupakan komoditas budidaya perikanan laut dan tambak dengan luas areal produksi mencapai 1.563 ha.

Sebagai kota maritim, Palopo memiliki komoditas unggulan rumput laut Gracilaria dengan kualitas terbaik di dunia. Ekspor komoditas ini dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Ringgit. Budidaya polikultur dan Biostimulan Rumput Laut menjadi program unggulan bidang kelautan yang dilakukan selama masa pemerintahan Walikota Muh. Judas Amir. Menurut dia, potensi rumput laut di Palopo sangat besar, khususnya jenis Gracillaria sp.

Hasil produksi rumput laut Kabupaten Luwu tahun 2010 dan 2014 sebesar 183.202,80 ton dan 356.385,50 ton dengan persentase kenaikan rata-rata setiap tahun sebesar 18,50% (DKP Kabupaten Luwu 2015). Produksi rumput laut di Kota Palopo tahun 2010 dan 2014 sebesar 2.227,04 ton dan 3.112,31 ton dengan persentase kenaikan rata-rata setiap tahun sebesar 40,38% (DKP Kota Palopo 2015). Selain itu, luas lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut setiap tahun juga bertambah.

Pengembangan budidaya polikultur dilakukan dengan membudidayakan dua jenis komoditas berbeda yang saling menguntungkan, yaitu rumput laut Gracillaria sp dan ikan bandeng. Jadi, penghasilan masyarakat bersumber selain dari rumput laut juga dari bandeng. Dari hasil budidaya rumput laut tersebut selanjutnya dijadikan produk pupuk cair (biostimulan) dan pellet. Ini merupakan inovasi baru dengan harga yang lebih murah dari pasaran.

Kunjungan Menparekraf Sandiaga Uno tahun 2021 lalu diikuti peninjauan lapangan di Kota Palopo dilakukan di Kelurahan Temmalebba dan Benteng. Kelurahan Temmalebba merupakan lokasi percontohan yang paling maju sebagai tempat budidaya polikultur rumput laut dan ikan bandeng. Sedangkan Kelurahan Benteng merupakan tempat pembuatan biostimulan rumput laut, berupa pupuk cair dan dalam bentuk pelet dengan memanfaatkan penggunaan konsorsium bakteri.

Jumlah pembudidaya rumput laut Kota Palopo mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kenaikan pada tahun 2021 sejumlah 2.235 orang, dengan rata-rata penghasilan yang diperoleh oleh pembudidaya rumput laut per hektar adalah sekitar Rp22.500.000 per siklus, dan penghasilan tambahan dari polikultur dengan ikan bandeng sekitar Rp30.000.000.●(Zian)

pasang iklan di sini