hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Pacu Itiak Pikumbuah

Bebek-bebek berpacu terbang menuju ‘garis mati’. Hampir seabad usia tradisi ini. Dihelat di empat nagari di Payakumbuh/Kab. Lima Puluh Koto. Lomba satu-satunya di muka bumi.

IBARAT ajang balap mobil Grandprix F-1. Gelanggang atau sirkuit yang digunakan ramai pengunjung. Bebek di berpacu di race. Sirkuitnya berpindah-pindah di empat nagari. Jika pekan ini digelar di Tunggua Kubang, Nagari Aua Kuniang; pekan berikutnya giliran kawasan Bodi, Nagari Aie Tabik, atau ke Nagari Sikabu-kabu Tanjuang Haro Padangpanjang yang memiliki sirkuit paling banyak.

Lepas dari sana, pindah lagi ke Rageh, Nagari Sungai Kamuyang, atau kembali ke Nagari Aie Tabik, dengan menjajal sirkuit di Padang Cubadak Sicincin, Bodi, dan Padang Alai. Begitu seterusnya, berputar di 11 gelanggang yang tergabung dalam round bond. Bebek-bebek dilepas terbang di atas sebuah track lurus, diapit dinding setinggi paha, berfungsi rangkap sebagai wahana reklame para sponsor.

Di kota galamai Payakumbuh, itik atau bebek dihargai lebih dari sekadar petelur atau lauk pemasok protein. Mereka tak berlari seperti dari rumah ke sawah, tapi beradu terbang memburu garis finish. Unik. Satu-satunya jenis lomba di dunia. Tradisi Pacu Itiak ini disebut-sebut berawal tahun 1927. Adalah anak negeri di tiga kenagarian (Aur Kuning, Sicincin, dan Padang Panjang) perintisnya. Masyarakat memelihara itik biasanya sambil bertani. Habitat unggas darat itu di kandang sewaktu malam dan di sawah-sawah pada siang hari.

Di sawah, saat menghalau dari arah atas ke bawah, itik cenderung tidak semata berlari, tetapi terbang. Dari sinilah muncul ide melangsungkan pacu itiak. Masyarakat Kab. Limapuluh Kota mulai melatih itiak-itiak untuk dapat terbang tinggi, lalu dilombakan. Sekalian hitung-hitung tepung  tawar penghilang penat para petani. Keseriusan try and error membuat olahraga ini tidak lagi semata dilakukan di sawah atau dataran biasa. Toh akhirnya dipentaskan di arena bergengsi.

Setiap itik yang dilombakan peserta, setelah terbang lurus di atas ketinggian 10-20 meter, harus mendarat di bawah garis finish yang ditentukan. Pecandu pacu itik menyebut limit tersebut sebagai garis mati. “Setelah start, pokoknya berakhir di garis mati,” kata Yendri Bodra Dt. Parmato Alam, Ketua Umum Persatuan Olahraga Terbang Itik (Porti) Kota Payakumbuh dan Kab. Lima Puluh Koto.

Lazimnya, delapan ekor itik (jantan) digenggam sang joki. Itik-itik pacu lalu dilemparkan ke atas untuk unjuk kebolehan terbang melintasi jalur. Di ujung sana, stand by barisan itik betina, memotivasi dan menunggu kedatangan para pejantan. Ada tiga tingkatan jarak yang dilombakan, yaitu 800 meter, 1.600 meter dan 2.000 meter. Pemenang tentulah itik yang terbang lurus dan tercepat melintasi garis finish.

Pacu itik dipandu seorang layaknya ring anouncer, yang memperkenalkan para petarung. Dia juga yang nantinya membacakan pemenang lomba, yang membuat pemilik itik semringah ketika namanya disebut melalui pengeras suara. Para joki berbaris sejajar. Tatkala aba-aba dari pemandu lomba menyatakan “mulai”, itulah saatnya para joki melepaskan/melemparkan itik take off ke udara. Tapi, tak semua joki sukses melepas itik dengan baik. Jika gagal, itik naas itu rawan cedera.

Sebelum dilombakan, itik-itik ini dikarantina. Hanya diberi makan padi dan telur, plus pijitan di titik-titik tertentu tubuhnya. Itik yang unggul di track biasanya berciri: warna paruh dan kaki sama: hitam atau kuning, antara mata dan alis jaraknya tipis, leher pendek, sayap elang tidak boleh berpilin tapi lurus mengarah ke atas, jumlah gigi ganjil 7 atau 9, ujung jari tengahnya bersisik kecil, dan bentuk badan panjang bagai jantung. Itik balap adalah itik yang berusia 4-6 bulan. Harga itik yang “sudah jadi” seratus ribu sampai satu juta rupiah.

Lomba pacu itik ini dilaksanakan di 11 (sebelas) gelanggang, 6 (enam) gelanggang di Payakumbuh, yaitu di; Aur Kuning, Sicincin, Ampangan, Tigo Baleh, Bodi, dan Padang Alai; 5 (lima) gelanggang di Kab. Lima Puluh Koto. Digelar secara periodik di 11 gelanggang tersebut, dilakukan lazimnya dalam kurun waktu April hingga Agustus, tiap hari Sabtu dan Ahad. Komunitas pacu itik di kota kebanggaan ustadz Zulkifli M. Ali itu tergabung dalam Persatuan Olahraga Pacu Itik (Porti).

Hampir saban sore, bila tidak ada event, para anggota Porti melatih itik-itik balap mereka di gelanggang terdekat dengan tempat tinggal. Anggota Porti tersebar di 11 (sebelas) kenagariaan. Organisasi hobi di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Koto ini diketuai Yendri Bodra Dt. Parmato Alam. Dia digelari Ketua Round Bond. Adapun Dinas Pariwisata Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Koto bertindak sebagai pembina. mengalokasikan sejumlah dana.

Tak syak lagi, pacu itik telah jadi ikon pariwisata Kota Payakumbuh. “Saya harap kegiatan ini bisa terus kita tingkatkan, sehingga menjadi agenda event besar. Bukan hanya pacu itik, tapi juga pacu jawi, pacu kuda, harus kita tumbuhkembangkan, untuk meningkatkan pembangunan dan melestarikan budaya Minang. Kita undang para turis untuk melihatnya,” kata Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, pada sebuah event round bond.

Guna makin menggairahkan kepesertaan pacu itiak ini, Porti kerap mengundang perwakilan dari daerah lain. Baik itu utusan dari Harau/Kabupaten Lima Puluh Koto, Ngalau/Kota Payakumbuh, maupun dari Kabupaten Solok. Begitu juga sebaliknya, anggota Porti biasanya diundang tampil pada event-event mereka. Maklum, ajang pacu itik—yang telah masuk dalam kalender wisata di Dinas Pariwisata Payakumbuh dan Limapuluh Kota ini—makin intens tersosialisasi di daerah-daerah sekitar.●(dd)

pasang iklan di sini