
Peluang News, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk terus meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai praktik greenwashing melalui Diseminasi Riset Kolaborasi bertema “The Greenwashing Trap: How to Build Public Awareness” yang diselenggarakan di Jakarta, bersama dengan United Nations Environment Programme Finance Initiative (UNEP FI) pada beberapa hari lalu.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi strategis untuk mencegah dan menangani isu praktik greenwashing dalam industri jasa keuangan.
Dalam kegiatan itu, ia menekankan mengenai pentingnya sinergi untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan penanganan perubahan iklim.
Menurutnya, kedua isu ini saling terkait dan menjadi bagian penting dari dinamika global saat ini.
Lebih lanjut, Mirza menambahkan bahwa untuk membangun fondasi yang kuat guna mendukung pemahaman publik, perlu difokuskan pada transparansi.
“Sebab, kami percaya bahwa transparansi yang lebih baik akan menjadi fondasi dalam menjaga kredibilitas dan keberlanjutan produk keuangan berkelanjutan di pasar global,” ujar Mirza.
“Selain itu, juga dibutuhkan kerja sama antara regulator, lembaga keuangan, investor, dan masyarakat luas. Pendekatan kolaboratif ini penting untuk memastikan akuntabilitas dan keberlanjutan yang dapat diukur secara nyata,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, OJK telah menyusun berbagai kerangka kerja, panduan, dan insentif untuk membantu lembaga keuangan mengadopsi prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Mengenai hal ini, Deputi Komisioner Sumber Daya Manusia dan Sistem Informasi OJK, Irnal Fiscallutfi juga menyoroti mengenai kebutuhan mendesak akan transparansi dalam pelaporan produk keuangan berkelanjutan.
“Pergeseran dan transformasi kebijakan secara signifikan telah mengubah struktur proses bisnis dan perilaku pasar (market conduct) perusahaan-perusahaan di sektor jasa keuangan, sehingga menimbulkan risiko dan peluang,” kata Irnal.
“Pertumbuhan pesat produk keuangan berkelanjutan ini menciptakan kebutuhan mendesak akan standar pelaporan keuangan yang lebih transparan. Hal ini menjadi sangat penting untuk mencegah klaim ramah lingkungan yang menyesatkan, atau yang dikenal sebagai greenwashing,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan (Resident Coordinator) PBB di Indonesia, Gita Sabharwal menekankan pentingnya kepemimpinan Indonesia dalam mengatasi praktik greenwashing di kawasan ASEAN.
“Dengan menyoroti pentingnya standarisasi metrik ESG, transparansi, dan verifikasi yang kuat, Indonesia diharapkan mampu membangun kepercayaan dalam keuangan berkelanjutan,” ucap Gita.
Kemudian, dia juga menyerukan mengenai penguatan kerangka regulasi dan kemitraan global, seperti dengan UNEP FI, untuk menyelaraskan upaya Indonesia dengan standar internasional serta menarik lebih banyak investasi ESG.
Kepala OJK Institute, Agus Sugiarto menambahkan, greenwashing sendiri adalah perusahaan dengan kinerja lingkungan buruk yang mengomunikasikan kinerja lingkungannya secara positif.
Definisi ini, menurut Agus, telah memberikan kerangka yang jelas untuk membedakan perusahaan yang terindikasi melakukan greenwashing.
“Dengan demikian, maka diseminasi ini diharapkan dapat memberikan berbagai wawasan baru kepada seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong penerapan praktik keuangan berkelanjutan yang lebih transparan dan berintegritas,” pungkasnya.