Peluang News, Jakarta – Ketua Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sophia Wattimena menekankan mengenai pentingnya penguatan Governance, Risk and Compliance (GRC) di Industri Jasa Keuangan (IJK) dalam mendukung pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045.
Hal ini disampaikan Sophia dalam acara Risk and Governance Summit (RGS) 2024 bertajuk “Strengthening the GRC Ecosystem in the Financial Sector to Support the Golden Indonesia 2045 Vision.” di kawasan Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Menurutnya, guna mendukung sasaran visi Indonesia Emas 2045 dan mewujudkan Astacita Pemerintah Republik Indonesia pada 2024-2029, sektor jasa keuangan perlu mengedepankan penguatan governansi dengan penggunaan teknologi untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi.
“Hal ini menjadi peluang strategis bagi sektor keuangan untuk berkontribusi secara signifikan dalam pencapaiannya, sambil tetap memprioritaskan pengelolaan risiko yang efektif, terutama untuk mengantisipasi emerging risk yang berpotensi mengganggu keberlangsungan bisnis perusahaan,” kata Sophia.
Bahkan, dia menjelaskan, berdasarkan Global Risks Perception Survey 2024 yang diterbitkan World Economic Forum, terdapat peningkatan risiko global seperti disinformasi, cyber security, extreme weather dan ketidakpastian geopolitik sehingga memberikan tekanan pada perekonomian dunia yang harus diantisipasi sektor jasa keuangan.
“Hal ini sejalan dengan publikasi IIA tentang Risk In Focus tahun 2025, dimana cyber security, digital disruption (termasuk AI), climate change/environment menjadi risiko yang perlu menjadi perhatian sektor jasa keuangan,” jelasnya.
Dia menerangkan, penyelenggaraan Risk and Governance Summit 2024 membahas dua risiko utama, yaitu sustainability, dan cyber resiliency.
“Untuk memitigasi sustainability risk, OJK mendorong sektor jasa keuangan memobilisasi pendanaan untuk inisiatif dengan panduan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) dan Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS),” terang Sophia.
“Sedangkan, dalam memitigasi cyber risk, OJK mendorong Lembaga Jasa Keuangan memiliki infrastruktur digital yang tangguh dan aman antara lain melalui penerbitan ketentuan POJK 11 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum dan POJK 4 tahun 2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non Bank serta merilis Pedoman Keamanan Siber (Cybersecurity Guidelines) dan Kode Etik penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang seluruhnya akan terus disempurnakan,” tambahnya.
Senada dengan Sophia, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengungkapkan, GRC merupakan elemen utama dalam setiap strategi pembangunan berkelanjutan.
Dia memaparkan, terdapat sejumlah langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan ekosistem GRC tersebut, di antaranya yaitu:
1. Mengintegrasikan environmental, social, and governance (ESG) ke dalam strategi bisnis, sehingga setiap keputusan bisnis harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, sosial, dan governansi.
2. Mengintegrasikan GRC ke dalam transformasi digital. Pemanfaatan teknologi harus disertai tata kelola yang baik dan kepatuhan terhadap regulasi.
3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan terkait ESG di seluruh lembaga jasa keuangan agar tidak menciptakan greenwashing.
4. Penguatan kolaborasi lintas sektor.
“Semua ini perlu dilakukan karena tidak ada keberhasilan yang bisa dicapai tanpa sinergi. Oleh karena itu, regulator, industri, dan masyarakat harus berjalan seiring untuk menciptakan ekosistem keuangan yang berkelanjutan. Saya berharap forum ini dapat menjadi ajang untuk berbagi pengalaman, memperkuat kolaborasi, dan merumuskan langkah konkret menuju visi Indonesia Emas 2045 yang berkelanjutan,” tuturnya.