octa vaganza
Fokus  

Obsesi Menembus 100 Koperasi Besar Dunia

Perkembangan koperasi di Tanah Air dinilai cukup bagus. Meski belum sampai meloncat hingga berskala kakap, kata Presiden Joko Widodo. Insan koperasi ditantang berkibar di deretan elite koperasi dunia.  Mampukah koperasi kita?

HAJATAN besar insan perkoperasian yang berlangsung tahun ini di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang, Banten, Kamis (12/7) ditutup dengan pidato pamungkas Presiden Joko Widodo yang cukup menantang. Koperasi diminta tumbuh lebih besar seperti kinerja mencorong koperasi-koperasi di luar negeri.  Dilihat dari perkembangan bisnis koperasi beberapa tahun kebelakang, permintaan Presiden cukup beralasan karena koperasi  tak lagi identik dengan usaha mikro kecil, bahkan beberapa di antaranya mencetak aset dan omzet triliunan rupiah.

Presiden kemudian menyebut indikator koperasi yang membaik itu melalui kontribusinya yang meningkat terhadap produk domestik bruto (PDB). “Kontribusi koperasi terhadap PDB ini 4,48% dari sebelumnya 3,99%. Ada peningkatan yang cukup baik, tetapi belum melompat, belum meloncat. Kita inginkan percepatan (hasil dari) sistem ekonomi gotong royong yang kita miliki,” ujarnya. Selain dituntut besar, koperasi diminta efisien di produksi dan distribusinya. Bahkan, koperasi harus menjadi wadah untuk inovasi dan penggerak inovasi. Inovasi  dimaksud adalah bagaimana cara berproduksi yang baik, membuat variasi-variasi produk yang baik, membuat kemasan-kemasan yang baik, memasarkan produk-produk yang ada. Sebagai contoh, Presiden menunjuk dua koperasi besar, yaitu Kospin Jasa Pekalongan dan KSPPS BMT UGT Sidogiri yang kinerjanya patut diacungi jempol. Dikatakan, Kospin Jasa (anak usahanya) sudah berhasil melantai di bursa efek Indonesia. Sedangkan UGT Sidogiri dinilai unik, koperasi warga pondok pesantren yang sehari-hari hanya sarungan, namun mampu mendulang omset triliunan rupiah. Keberhasilan koperasi besar yang termuat dalam buku “100 Koperasi Besar Indonesia (edisi 2018),” itu memberi citra positif koperasi yang selama ini identik dengan gurem alias ekonomi kelas pinggiran.

“Koperasi memang harus menjadi sebuah wadah tetapi dengan sebuah skala ekonomi yang besar, memiliki efisiensi di produksi dan distribusinya,” kata Presiden, dengan harapan koperasi tidak hanya mampu mengembangkan bisnis menjadi skala kakap tetapi juga menjadi pendorong inovasi industri.

Sayangnya, koperasi masih ketinggalan dalam memanfaatkan kemajuan teknologi digital yang perkembangannya sangat cepat dan dinamis. Kemampuan anggota koperasi memanfaatkan platform media sosial dan teknologi digital untuk melebarkan sayap harus lebih ditingkatkan. Dengan aktif memanfaatkan media sosial dan teknologi digital di internet, Presiden yakin perkembangan koperasi akan lebih pesat.

Juklak sederhananya begini. “Mulai dulu dengan semua anggota koperasi pintar menggunakan WhatsApp (WA). Kemudian pastikan pasang laman di Instagram, di Twitter, Facebook. Harus mengerti mana postingan menarik yang memukau perhatian masyarakat,” ujarnya. Selanjutnya, insan koperasi diminta berjualan lewat aplikasi belanja online seperti Lazada, Tokopedia, dan Bukalapak. “Atau membuat online store sendiri. Harus kita lihat semua bagaimana koperasi masuk ke teknologi digital,” ujar mantan Wali Kota Solo itu.

Presiden berharap suatu saat akan ada koperasi di Indonesia yang mampu tumbuh dan berkembang dengan perputaran uang yang sangat besar. Sebagai pembanding Presiden menyebut dua contoh. Koperasi Fonterra dari Selandia Baru, yang bergerak di bidang susu dan produk susu yang dimiliki bersama oleh 10.500 petani, menghasilkan omzet 17,2 miliar dolar Selandia Baru atau sekitar Rp165 triliun per tahun.

“Koperasi ini berhasil menunjukkan eksistensinya di bidang produksi susu dan produk olahan dari susu. “Coba datangi saja, cara memulainya dari apa, kuncinya di mana. Orang kita ini pintar-pintar kalau suruh mengkopi, menjiplak, meniru, modifikasi, agar lebih dari Fontera,” ucapnya. Contoh lainnya adalah Ocean Spray dari Amerika Serikat.

Joko Widodo meminta koperasi nasional belajar dari yang terbaik di dunia. Sehingga, “Indonesia punya koperasi yang tumbuh dan berkembang dengan perputaran uang yang sangat besar. Saya ingin satu, dua, tiga, empat atau lima koperasi masuk dalam jajaran 100 atau 300 besar koperasi secara global,” ujarnya. Soalnya, selama ini, mayoritas koperasi kita hanya mampu menggalang dana dalam jumlah kecil. Padahal, potensi untuk menjadi besar sangat terbuka.

 

Exit mobile version