octa vaganza
Fokus  

Obral Insentif Mendorong Pasar Kendaraan Listrik

Tak mudah memang mengharapkan pasar untuk tumbuh secara alamiah. Dalam banyak kasus, diperlukan campur tangan pemerintah dan regulator untuk mendorong pertumbuhan pasar. Salah satu contohnya adalah di industri kendaraan bermotor listrik.

Kesadaran penduduk bumi untuk menjaga lingkungan dengan menerapkan gaya hidup yang lebih hijau dan berkelanjutan memang terus meningkat seiring dengan menguatnya kekhawatiran masyarakat akan ancaman dari dampak perubahan iklim.

Hal ini pulalah yang mendorong industri otomotif dunia untuk terus menyempurnakan teknologi kendaraan bermotor sehingga dapat mengurangi ketergantungan dari bahan bakar fosil dan mengurangi emisi karbon. Evolusi teknologi pun terus terjadi dan pabrikan terus berlomba menciptakan kendaraan bermotor yang ramah lingkungan.

Salah satu pilihan teknologi tersebut adalah pada kendaraan bermotor listrik. Tentu saja, penyempurnaan masih terus dilakukan hingga pada saatnya nanti kendaraan listrik telah berhasil mencapai level proven secara teknologi dengan skala ekonomis yang semakin terjangkau.

Sebagai salah satu pasar dan industri otomotif terpenting di dunia, Indonesia tentu tak mau tinggal diam dan menjadi penonton saja di proses evolusi ini. Beberapa prinsipal telah mulai membangun pusat produksi kendaraan bermotor listrik di Indonesia. Pemerintah pun optimistis mendeklarasikan Indonesia sebagai negara sentra industri pendukung industri kendaraan bermotor listrik. Pabrik baterai mobil listrik pertama di Asia Tenggara telah dibangun di Indonesia.

Selain menyusun roadmap industri, dukungan untuk mendorong tumbuhnya industri dan pasar kendaraan bermotor listrik pun diberikan pemerintah dan regulator melalui sejumlah skema insentif.

Yang terbaru, di akhir Januari lalu Otoritas Jasa Keuangan baru saja mengumumkan keputusan untuk menurunkan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk kredit khusus kendaraan bermotor listrik.

Dengan semakin rendahnya ATMR, pengajuan kredit untuk kendaraan bermotor listrik otomatis akan semakin mudah. Saat ini, ATMR untuk kendaraan berada di kisaran 35%.

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, penyesuaian ATMR kendaraan listrik berbasis baterai dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah mengembangkan ekonomi hijau. “Kita sudah berikan ATMR yang lebih murah, 25% dari kredit kendaraan biasa,” ujarnya.

Taksonomi Hijau

Penurunan ATMR itu juga merupakan salah satu contoh kebijakan yang mengacu kepada Taksonomi Hijau Indonesia yang baru dilansir oleh OJK pada Januari silam.  Taksonomi Hijau merupakan dokumen panduan aktivitas ekonomi hijau nasional.

Kebijakan penurunan bobot risiko kendaraan listrik ini diharapkan akan mendorong perbankan dan perusahaan multifinance untuk semakin agresif menggenjot pembiayaan kendaraan listrik.

Pada tahap selanjutnya, insentif penurunan ATMR juga akan diterapkan ke sektor lain yang mendukung pengembangan ekonomi hijau nasional.

Taksonomi Hijau Indonesia yang disusun bersama delapan Kementerian ini berisi daftar klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim.

Taksonomi Hijau Indonesia telah mengkaji 2.733 klasifikasi sektor dan subsektor ekonomi dengan 919 di antaranya telah dikonfirmasi oleh Kementerian terkait dan menjadikan Indonesia salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar nasional terkait sektor ekonomi hijau, seperti Tiongkok, Uni Eropa, dan ASEAN.

Taksonomi Hijau Indonesia ini akan menjadi pedoman bagi penyusunan kebijakan (insentif dan disinsentif) dari berbagai Kementerian dan Lembaga termasuk OJK.

OJK juga menetapkan lima kebijakan prioritas di 2022 yang ditujukan untuk terus memperkuat stabilitas sektor jasa keuangan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional serta terus meningkatkan edukasi dan perlindungan konsumen. Salah satunya adalah memberikan insentif bersama untuk mendorong pembiayaan kepada sektor komoditas sesuai prioritas Pemerintah yaitu Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL BB) dari hulu sampai hilir.

Bersamaan dengan itu, Kementerian ESDM juga akan merevisi Peraturan Soal Infrastruktur Kendaraan Listrik.  

Berbagai insentif lain untuk mendorong tumbuhnya pasar kendaraan bermotor listrik juga telah ditawarkan kepada masyarakat. Termasuk pemberlakuan plat nomor khusus untuk mobil listrik yang memberikan pembebasan kendaraan bermotor listrik dari peraturan ganjil genap.

Kebijakan penurunan ATMR ini melengkapi insentif sebelumnya yang telah dilansir OJK pada September 2020 untuk mendorong perbankan nasional berpartipasi untuk pencapaian program tersebut.. Kebijakan itu merupakan tindak lanjut dari Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL BB) yang dicanangkan oleh Pemerintah dalam Peraturan Presiden No 55/2019.

Insentif yang diberikan OJK saat itu berupa penyediaan dana kepada debitur dengan tujuan pembelian KBL BB dan atau pengembangan industri hulu dari KBL BB (industri baterai, industri charging station, dan industri komponen) dapat dikategorikan sebagai pemenuhan ketentuan penerapan keuangan berkelanjutan.

Penyediaan dana dalam rangka produksi KBL BB beserta infrastrukturnya dapat dikategorikan sebagai program pemerintah yang mendapatkan pengecualian BMPK dalam hal dijamin oleh lembaga keuangan penjaminan/asuransi BUMN dan BUMD. Hal ini sejalan dengan POJK No.32/POJK.03/2018 sebagaimana telah diubah dengan POJK No.38/POJK.03/2019 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penyediaan Dana Besar (POJK BMPK).

Penilaian kualitas kredit untuk pembelian KBL BB dan atau pengembangan industri hulu dari KBL BB dengan plafon sampai dengan Rp5.000.000.000,00 dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga. Hal ini sesuai dengan penerapan POJK No.40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.

Kredit untuk pembelian KBL BB dan atau pengembangan industri hulu dari KBL BB untuk perorangan atau badan usaha UMK dapat dikenakan bobot risiko 75% dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Penerapan bobot risiko dimaksud sesuai SEOJK No.42/SEOJK.03/2016 sebagaimana telah diubah dengan SEOJK No.11/SEOJK.03/2018 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar cukup rendah apabila dibandingkan dengan bobot risiko kepada korporasi tanpa peringkat yaitu sebesar 100%.

Berbagai insentif tersebut juga sejalan dengan POJK No.51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan,Emiten, dan Perusahaan Publik yang menstyaratkan LJK, Emiten, dan Perusahaan Publik untuk menerapkan keuangan berkelanjutan secara efektif.

Pada kenyataannya, pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Listrik saat ini memang jauh lebih murah dibandingkan mobil dengan mesin konvensional. Sebagai ilustrasi, untuk mobil listrik dengan banderol Rp700 juta per unit, pajak tahunannya ternyata tidak sampai Rp1 juta saja. Sangat menarik.

Pertanyaannya, apakah berbagai insentif ini akan mendorong penjualan kendaraan listrik? Pada segmen tertentu, ini tentu akan menjadi godaan yang sangat menarik bagi konsumen untuk beralih ke mobil listrik. Tetapi, dengan harga jual kendaraan yang masih terlalu mahal dan infrastruktur yang belum memadai, saat ini belum banyak konsumen yang bisa mengakses mobil listrik. Tentu saja, seiring waktu, dengan teknologi yang semakin sempurna, infrastruktur yang lebih siap, dan harga yang lebih terjangkau, mobil listrik akan semakin diminati pasar. (trd)

Exit mobile version