JAKARTA-—Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, berdasarkan hasil pemantauan harga-harga di perdesaan di 33 provinsi di Indonesia, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Maret 2019 tercatat sebesar 102,73 atau mengalami penurunan 0,21 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Februari lalu NTP tercatat sebesar 102,94.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto disebabkan kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pada indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian.
Indeks Harga yang Diterima Petani naik sebesar 0,02 persen, lebih rendah dibandungkan dengan kenaikan Harga yang Dibayar Petani sebesar 0,23 persen.
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat daya beli petani di perdesaan. NTP menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
“Semakin tinggi NTP, semakin tinggi daya beli petani,” ucap Suhariyanto dalakonferensieprs di kantornya, Senin (1/4/19) .
Dia mengatakan indeks harga yang diterima petani turun, karena ini adalah musim panen, harga gabah turun agak tajam, sehingga memengaruhi pendapatan petani. Itu yang sebabkan NTP untuk tanaman pangan turun 1,33 persen, tentunya ini perlu jadi perhatian pemirintah
Penurunan terbesar NTP terjadi di DKI Jakarta, yaitu 2,43 persen. Sebaliknya NTP di Sulawesi Tenggara mengalami kenaikan tertinggi 1,41 persen dibandingkan NTP provinsi lainnya.
“Selama Maret 2019 terjadi inflasi perdesaan sebesar 0,33 persen, dengan kenaikan indeks tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran bahan makanan,” kata Suhariyanto (van).