
PeluangNews, Jakarta-Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 tetap kuat dengan mencatat surplus sebesar USD 2,39 miliar. Ia menegaskan bahwa capaian tersebut melanjutkan tren surplus selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Neraca perdagangan Oktober 2025 surplus USD 2,39 miliar. Capaian ini terdiri atas surplus nonmigas USD 4,31 miliar serta defisit migas USD 1,92 miliar. Surplus Oktober 2025 turut menopang surplus kumulatif Januari–Oktober 2025 menjadi USD 35,88 miliar,” kata Mendag Busan.
Secara kumulatif, Budi Santoso menyebut surplus Januari–Oktober 2025 didorong oleh surplus nonmigas sebesar USD 51,51 miliar serta defisit migas USD 15,63 miliar. “Surplus neraca perdagangan Januari–Oktober 2025 lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebesar USD 24,89 miliar,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa AS, India, dan Filipina menjadi penyumbang terbesar surplus nonmigas, masing-masing sebesar USD 17,40 miliar, USD 11,37 miliar, dan USD 7,09 miliar.
Kinerja Ekspor Tetap Positif
Pada Oktober 2025, ekspor Indonesia tercatat sebesar USD 24,24 miliar atau turun 1,79 persen dibanding September 2025. Menurut Mendag Busan, penurunan tersebut terutama disebabkan turunnya ekspor migas sebesar 10,14 persen dan ekspor nonmigas 1,44 persen secara bulanan.
“Secara kumulatif, total ekspor Indonesia pada Januari–Oktober 2025 mencapai USD 234,04 miliar. Nilai ini tumbuh 6,96 persen dibanding periode yang sama 2024. Peningkatan ekspor didorong pertumbuhan ekspor nonmigas sebesar 8,42 persen menjadi USD 223,12 miliar,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa tiga komoditas nonmigas dengan pertumbuhan tertinggi adalah aluminium dan turunannya yang naik 68,45 persen; kakao dan olahannya yang naik 53,15 persen; serta berbagai produk kimia yang naik 51,78 persen. “Sektor industri pengolahan mendominasi ekspor dengan kontribusi 80,25 persen,” ujar Mendag Busan. Ekspor pertanian juga tumbuh 28,56 persen, sementara ekspor pertambangan turun 24,43 persen akibat melemahnya permintaan dan harga batu bara global.
Budi Santoso menjelaskan bahwa Tiongkok, AS, dan India tetap menjadi pasar utama ekspor nonmigas dengan nilai gabungan USD 93,33 miliar atau 41,84 persen dari total ekspor nonmigas. Negara dengan pertumbuhan ekspor tertinggi yaitu Swiss mencapai 217,99 persen, Bangladesh 38,09 persen, dan Singapura 32,91 persen.
Impor Barang Modal Meningkat
Kinerja impor Indonesia pada Oktober 2025 mencapai USD 21,84 miliar atau naik 7,42 persen secara bulanan. “Secara kumulatif, impor Januari–Oktober 2025 mencapai USD 198,16 miliar dan tumbuh 2,19 persen. Peningkatan impor didorong naiknya impor nonmigas 4,95 persen, sementara impor migas turun 12,67 persen,” ujar Mendag Busan.
Ia menjelaskan bahwa struktur impor masih didominasi bahan baku dengan pangsa 70,45 persen, disusul barang modal 20,46 persen, dan barang konsumsi 9,09 persen. “Impor barang modal naik 18,67 persen. Kenaikan ini terutama didorong impor CPU, ponsel pintar, mobil listrik, mesin penyortir dan pencuci, serta base station,” katanya.
Sementara itu, impor bahan baku dengan penurunan terdalam mencakup bahan bakar minyak, gula rafinasi, kacang kedelai, bungkil kedelai, serta polipropilena. Untuk barang konsumsi, penurunan terbesar terjadi pada AC, bawang putih, mobil listrik CKD, krimer nabati, dan buah apel.
Beberapa komoditas nonmigas yang naik signifikan antara lain garam, belerang, batu, dan semen yang naik 65,85 persen; kakao dan olahannya naik 64,09 persen; serta pupuk yang naik 33,23 persen. Negara asal impor terbesar masih berasal dari Tiongkok, Jepang, dan AS dengan kontribusi gabungan 52,75 persen. “Negara asal impor dengan kenaikan tertinggi adalah Meksiko sebesar 248,23 persen, Uni Emirat Arab 61,49 persen, dan Arab Saudi 31,90 persen,” kata Budi Santoso.







