hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Tajuk  

Nego Injak Kaki

irsyad muchtar

Bagi Amerika Serikat, Indonesia adalah salah satu dari 25 mitra dagang utama. Kedua negara memperdagangkan barang senilai lebih dari US$38 miliar pada tahun 2024, menurut Departemen Perdagangan. Defisit perdagangan AS dengan Indonesia tercatat US$17,9 miliar tahun lalu.

Presiden Trump memangkas tarif impor menjadi 19% dari sebelumnya 32%, efektif berlaku 7 Agustus 2025. Meski begitu, Trump memberikan empat syarat kepada pemerintah Indonesia. Pertama, tarif produk ekspor dari AS besarannya 0%. Kedua, wajib beli produk energi dari AS senilai US$15 miliar atau sekitar Rp244 triliun (kurs Rp16.271/US$). Ketiga, kudu bayarin produk pertanian dari AS senilai US$4,5 miliar/Rp73 triliun. Keempat, harus membeli 50 pesawat Boeing, yang kebanyakan seri 777.

Setiap deal tarif dengan Trump selalu menyertakan Boeing. Tak sulit menduga, mindset-nya campursari antara ekonomi dan politik. Mei lalu, setelah Trump umumkan ‘kebijakan’ 2 April, Indonesia dipaksa membeli 50 pesawat Boeing. Bertutur-turut Qatar (200 pesawat), Arab Saudi (30 pesawat) dan Inggris 32 pesawat. Semuanya Boeing. Apa artinya? Boeing adalah Flagship American Company yang mempekerjakan lebih dari 2 juta tenaga kerja pada sektor aviasi. Ini sangat krusial buat perekonomian mereka.

Model injak kaki ala Trump ini jelas berpengaruh terhadap global aviation. Dunia penerbangan pesawat komersial adalah industri yang sangat strategis dan sangat sensitif. Struktur pasar hanya dihuni dua perusahaan produsen, duopoli. Boeing (Amerika) menguasai 40% pangsa pasar dunia dan Airbus (Prancis) menguasai 56% pangsa pasar dunia. Trump pasang tarif 30% untuk Airbus, Airbus menggertak balik. Trump ciut. Alternatif lainnya: ada pesawat Embraer (Brazil) atau Bombardier (Kanada) dan Comac, pesawat perusahaan BUMN Tiongkok—yang akan menggerus pasar Boeing.

Ketika Trump kenakan tarif 100% kepada Tiongkok, mereka balas dengan membatalkan (janji) membeli 50 pesawat Boeing. Trump panik karena Tiongkok balik arah membeli 50 Airbus. Indonesia ketempuhan: harus beli 50 pesawat. Tiongkok menang banyak. Airbus pun membuka pabrik dua kali lebih besar di Tiongkok, yang nilainya puluhan miliar dolar. Amerika kalah telak.

Boeing dan Airbus tidak mampu memenuhi kebutuhan dunia. Dari 2019 hingga 2024, duopoli itu hanya bisa memasok 7.000 dari 12.000 pesanan. Dengan berbagai penyebab, Boeing terlambat 11 tahun (penyerahan pesawat pasca deal), Airbus juga terlambat 10 tahun. Presiden BJ Habibie telah memprediksinya. Artinya, deal 50 pesawat dengan Indonesia baru akan diserahkan 10-11 tahun lagi.

Kenapa Indonesia hanya mampu menawar angka 32% Trump jadi 19%? Kenapa Thailand dan Kamboja bisa 10%? Itu bukti lemahnya kapabilitas negosiasi—sikap inferior eksekutif yang kerap dikepret Rizal Ramli. Bukankah penelitian Universitas Oxford (Agustus 2016), menemukan bahwa capres dari Partai Republik itu lebih psikopat ketimbang Adolf Hitler?●

 

Salam,

 

Irsyad Muchtar

pasang iklan di sini