BANDUNG—-Seorang yang terjun ke dunia wirausaha dituntut untuk peka terhadap perubahan zaman yang terjadi, agar bisnis yang dijalankan bertahan.
Ketika mendirikan distro (distribution outlet, industri pakaian yang dibuat sendiri) booming di Kota Bandung, Nadya Amatullah Nizar ada di antaranya. Alumni Fikom Unpad ini membuka distro pada 2008.
Tiga tahun kemudian ketika ia memakai hijab, Nadya membuat baju untuk kebutuhan sendiri dan ketika bisnis distro menurun, dia berganti haluan menjual baju hijab.
“Suatu hal yang mendorong saya ke bisnis hijab karena dulu susah mendapatkan baju muslim yang kekinian. Pada waktu itu produk Tiongkok juga ada. Tetapi sebetulnya tidak kekinian, akhirnya saya mantapkan diri mendirikan brand hijab,” ujar Nadya kepada Peluang, Jumat (22/2/2019).
Ketepatan waktu Nadya berubah haluan membuat bisnis hijabnya melenggang. Produksi awal hanya untuk pameran satu artikel hanya ada tiga helai, kemudian membuat sekitar 400 helai.
Omzet pertama dari sebuah pameran bertajuk Moshaict sebesar Rp43 juta ia raup selama tiga hari bazaar. Jumlah ini menutupi modal awalnya di brand hijab Rp10 juta.
“Saya sendiri meracang busananya. Inspirasimulai dari tumbuhan sampai ke gedung atau kipas yang berlipit lipit. Intinya saya suka sesuatu yang asimetris, jadi kiri dan kanan beda,” ungkap Nadya.
Kini dengan brand Nadjani (dari nama Nadya dan suaminya Nizar) bisnisnya berkembang. Total karyawannya hingga hari ini mencapai 25 orang. Para karyawannya profesional di bidang masing-masing.
“Sampai saat ini produksi sebulan sekitar 3000 helai dengan kisaran harga Rp255.000 hingga Rp495.000. Untuk pemasaran kami mendahulukan penjualan retail dari pada sistem reseller. Karena kalau ada pihak ketiga kami takut terbuat dan tidak mengerti kemauan pasar sebenarnya,” jelas dia lagi.
Wilayah pemasaran mencapai seluruh Indonesia. Bahkan penjualannya sudah merambah ke luar Indonesia ke Singapura, Malaysia , Austarlia bahkan sudah mencapai San Fransisco, Amerika Serikat.
Pengusaha yang berapa kali mengikuti pameran di luar negeri, seperti Tokyo mengungkapkan pengusaha busana muslimah sulit untuk ekspor karena terbentur modal. Misalnya permintaan 10 ribu helai, sementara kemampuan produksinya hanya 2000 helai.
Produk Nadjani di Jakarta Fashion week 2017-Foto: Youtube.“Ke depan saya punya rencana bisnis mau merambah dengan menambah brand baru. Ekspor masih belum karena untuk penjualan di Indonesia pasarnya masih luas dan belum tergapai semua kelas pasar,” pungkas Nadya (Irvan Sjafari).