
PeluangNews, Cilacap — Di tengah langit biru dan angin kering yang mulai terasa di sebagian besar wilayah Jawa Tengah, justru muncul peringatan yang tak biasa: musim kemarau tahun ini bisa hadir dengan wajah ganda — kekeringan di satu sisi, hujan lebat di sisi lainnya.
Peringatan ini datang dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui surat resmi Balai Besar Meteorologi Wilayah II. Menurut data yang dirilis, 27 dari 54 Zona Musim (ZOM) di Jawa Tengah telah resmi memasuki musim kemarau pada dasarian kedua Juli 2025.
“Wilayah yang sudah masuk musim kemarau tersebar dari Brebes, Tegal, Banyumas, hingga Klaten dan Demak,” ujar Teguh Wardoyo, Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, dikutip pada Senin (14/7).
Namun, yang mengejutkan, tidak semua wilayah akan mengalami kekeringan total. Justru beberapa daerah malah perlu bersiap dengan curah hujan tinggi yang tidak lazim terjadi di musim kering.
Waspada di Dua Arah
Wilayah seperti Boyolali, Jepara, dan Wonogiri telah masuk kategori waspada kekeringan meteorologis, sementara Klaten sudah di level siaga. Di sisi lain, hujan deras masih membayangi kawasan seperti Purbalingga, Banjarnegara, dan Pekalongan. BMKG mencatat potensi curah hujan di wilayah ini bisa mencapai 150–200 mm per dasarian — angka yang cukup besar untuk ukuran musim kemarau.
“Hari ini, hujan lebat diperkirakan turun di dataran tinggi Karangreja dan Bojongsari (Purbalingga), Batur dan Kalibening (Banjarnegara), serta Paninggaran (Pekalongan). Bahkan sebagian selatan Tegal dan Brebes juga berpotensi diguyur,” jelas Teguh.
Namun ia menambahkan, untuk periode 14–20 Juli 2025, potensi hujan lebat diprediksi akan mereda atau bahkan nihil.
Netral tapi Tak Netral-Netral Amat
Secara global, kondisi iklim berada dalam fase netral. ENSO (El Niño–Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) saat ini tidak menunjukkan gejala ekstrem. Tetapi suhu muka laut (Sea Surface Temperature/SST) di sekitar perairan Indonesia cenderung lebih hangat — sekitar 0,5 hingga 2 derajat Celsius — yang bisa memicu pembentukan awan hujan.
Kondisi ini membuat cuaca menjadi tidak sepenuhnya bisa ditebak hanya dengan kalender musim. Musim kemarau pun bisa “menyamar” menjadi musim hujan dalam sekejap.
Mitigasi: Kewaspadaan yang Tak Boleh Lengah
BMKG mengimbau pemerintah daerah dan warga untuk tidak menganggap remeh musim kemarau 2025. Ketika kekeringan dan hujan deras bisa datang bersamaan, maka mitigasi harus dilakukan dari dua sisi: pengelolaan air untuk daerah rawan kekeringan, dan antisipasi banjir serta longsor di wilayah dengan potensi hujan tinggi.
“Informasi cuaca dan iklim bukan sekadar data. Ia seharusnya menjadi dasar tindakan preventif agar kita tidak selalu menjadi korban dari cuaca yang tak menentu,” tutup Teguh.