hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Musabab Garuda Rugi Rp2,88 T

SEPANJANG 2017, PT Garuda Indonesia Tbk mencatatkan kerugian sebesar US$213,4 juta atau setara Rp 2,88 T. Berbanding terbalik dengan 2016 yang mencatatkan laba bersih US$9,4 juta/Rp126,9 M. Ada beberapa penyebab hingga maskapai berpelat merah ini merugi. Pertama membengkaknya total pengeluaran, yang naik 13% dari US$3,7 M menjadi US$4,25 M. Kenaikan yang paling besar dari biaya bahan bakar, yang naik 25% dari US$924 juta menjadi US$1,15 M.

Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala N. Mansury, “Untuk fuel terkait, sama harganya. Sebenarnya bukan hanya karena peningkatan harganya, tapi juga produksi (pesawat) meningkat jadi volume konsumsi bahan bakar juga naik.” Selain itu di 2017, Garuda Indonesia juga harus mengeluarkan biaya extra ordinary yang terdiri dari pembayaran pengampunan pajak (tax amnesty) dan denda legal di pengadilan Australia sebesar US$145,8 juta.

Meski begitu, pengeluaran tersebut dianggap sebagai kebijakan manajemen dalam menyehatkan kondisi finansial perusahaan secara jangka panjang. Sedangkan partisipasi pada program tax amnesty tersebut merupakan komitmen perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan pajak yang tertunda sampai dengan 2015 lalu.

Penyenan lainnya, fluktuasi penumpang juga cukup membuat keuangan Garuda Indonesia terganggu. Apalagi pada akhir tahun lalu terjadi erupsi Gunung Agung, yang berdampak menurunnya penumpang internasional. “Ada pengaruh Gunung Agung. Jumlah penumpang internasional kita memang mengalami penurun dalam satu hari estimasi pengaruh 1-1,5 juta,” ujar Pahala.

Sepanjang 2017, pengguna jasa Garuda secara grup mencapai 36,2 juta penumpang. Angka itu terdiri dari penumpang Garuda Indonesia sebanyak 24 juta naik sedikit dari tahun sebelumnya 23,9 juta penumpang. Sumbangan dari anak pwerusahaannya, Citilink, naik dari 11,1 juta menjadi 12,3 juta penumpang.

pasang iklan di sini