Muntok, Kota Pusaka di Pulau Bangka

Berpuluh tahun menjadi wisma pegawai perusahaan Banka Tinwinning, sejak 1827. Pesanggrahan Muntok ini di era kemerdekaan jadi kediaman Presiden RI Soekarno dan Menlu Haji Agus Salim.

NAMA Muntok atau Mentok bila dilihat dari manuskrip yang ada, ditulis dari terhubungnya Pulau Bangka dan Palembang pada tahun 1825 hingga 1879. Pada akhir September 1733, Sultan Mahmud Badaruddin I mengangkat Wan Akup sebagai penguasa Muntok dan pengatur penambangan timah di Pulau Bangka dengan gelar Datuk Manteri Setiya Agama. 

Kota Muntok berdiri pada tanggal 7 September 1734 Masehi. Dasar pertimbangannya adalah perintah Sultan Mahmud Badaruddin I pada September tahun 1734 untuk membangun 7 (tujuh) bubung rumah di daratan sebuah tanjung yang terletak di kaki Bukit Menumbing dengan nama Muntok. Tanggal 7 September 2024 kemarin, Kota Mentok genap berusia 290 tahun.

Sejarah merupakan penghubung kehidupan masa lalu, masa kini dan masa depan. Sejarah memiliki banyak objek, mulai dari pelaku sejarah sendiri, sampai dengan berbagai benda yang ada di sekitarnya, seperti bangunan, mobil, lukisan, termasuk pula gelas dan piring yang pernah digunakan oleh sang tokoh sejarah.

Sebuah mobil Ford Deluxe 8 warna hitam membangkitkan nostalgia. Proklamator RI Soekarno–Hatta dan para tokoh bangsa menggunakan mobil ini selama diasingkan di Pulau Bangka. Mobil bernomor pelat BN 10 itu kini teronggok tinggal body tanpa mesin di Wisma Menumbing, Muntok, Bangka Barat. Itulah kenangan sejarah. Khususnya di tahun-tahun awal kemerdekaan.

Para tokoh bangsa pernah menjalani pengasingan di sini, saat Agresi Militer II Belanda, tahun 1948–1949. Rombongan pertama, Mohammad Hatta, Mr A.G. Pringgodigdo, Mr. Assaat dan Komodor Udara S Suryadarma diasingkan tanggal 22 Desember 1948 dari Yogyakarta. Rombongan kedua, Mr. Moh Roem dan Mr. Ali Sastroamidjojo diasingkan dari Yogyakarta ke Bangka pada 31 Desember 1948. Rombongan ketiga, Bung Karno dan Agus Salim dipindahkan ke Bangka 6 Februari 1949 dari tempat pengasingannya semula di Prapat, Sumatera Utara.

Nun di masa lampau, Muntok atau disebut juga Mentok adalah kota pelabuhan yang penting. Melalui kota inilah komoditas unggulan berupa lada putih dan biji timah yang ditambang besar-besaran di Muntok dan sekitarnya diangkut oleh kapal-kapal pemerintah Hindia Belanda menuju Eropa. Bekas-bekas fisiknya masih bisa dilacak. Berdasarkan sisa peninggalan bangunan sejarahnya, Muntok secara umum dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu: Kampung Melayu, Kampung Eropa, dan Kampung Cina.

Muntok merupakan salah satu kota penghasil timah yang cukup besar. Museum Timah Muntok menjadi saksi sejarah perkembangan pertambangan timah tersebut. Dulu, museum ini merupakan gedung bekas kantor pusat Banka Tinwinning, sebuah perusahaan negara yang didirikan oleh Belanda pada 1819. Kini menjadi PT Timah Tbk.

Bangunan ini merupakan kediaman seorang mayor asal Cina. Mayor merupakan jabatan yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada keturunan Cina terpandang untuk mengatur sistem perdagangan di kota Muntok. Rumah Mayor Cina ini terletak di tempat strategis di pusat kota.

Bicara tentang ikon Kota Muntok, sangat penting menyebut dua buah gedung tua di kota tua itu. Kedua bangunan terkenal perannya dalam sejarah perjuangan bangsa, yaitu Pesanggrahan Menumbing dan Wisma Ranggam. Kedua bangunan tersebut pernah menjadi tempat pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta saat dibuang Belanda tahun 1948-1949. Selain mereka berdua, sejumlah tokoh penting lainnya juga pernah menempati dua bangunan bersejarah itu.

Bertahun-tahun menjadi wisma pegawai perusahaan Banka Tinwinning, sejak 1827, Pesanggrahan Muntok ini kemudian menjadi tempat kediaman Presiden RI Soekarno dan Menteri Luar Negeri Agus Salim saat diasingkan oleh pemerintah Belanda pada 6 Februari 1949. Saat itu, Indonesia telah resmi memplokamirkan kemerdekaan dari penjajahan Jepang. Namun, agresi militer Belanda membudozer kedaulatan Indonesia yang masih terlalu ringkih sebagai sebuah negara baru.

Status Banka Tinwinning dan lain-lain naik kelas. Melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Pesanggrahan Menumbing, Pesanggrahan Muntok, Masjid Jami’. Kelenteng Kung Fuk Miau, Rumah Mayor Cina, dan eks Kantor Wilasi Timah zaman Belanda di Muntok ditetapkan sebagai benda cagar budaya, situs atau kawasan cagar budaya. Dari atap Wisma Menumbing—ruangan terbuka bertingkat-tingkat yang dibatasi pagar batu setengah badan—bisa disaksikan panorama Kota Muntok, Selat Bangka, Pulau Sumatera dan galian bekas tambang timah (kolong-kolong).

Sebuah tugu di depan Wisma Ranggam yang sebetulnya mencontek tugu peringatan satu tahun kemerdekaan Indonesia di Jl Pegangsaan Timur, yang kemudian dipindahkan. Tapi orang Muntok malah mencontek itu, dibangun hanya sebuah tugu petir yang menandakan berdirinya Soekarno. Tahun 2000, Mentok dikunjungi Wapres Megawati Soekarnoputri untuk meresmikan Tugu Soekarno Hatta yang berdiri di depan Kantor Pos Mentok.

Butuh waktu sekitar tiga jam berkendara dari bandara Depati Amir/ Kota Pangkalpinang ke Kota Muntok. Sepanjang perjalanan, anda akan disuguhkan oleh berbagai tanaman hasil bumi khas Bangka, seperti kelapa sawit dan lada putih. Anda juga akan melihat padang luas berpasir oranye dan sejumlah lubang bekas penambangan timah (kolong-kolong).

Sesampai di Muntok, berbagai hotel dan penginapan tersedia. Jika ingin menyatu dengan suasana kota, silakan menginap di kawasan homestay. Konsep homestay di sini—sesuai asal usul masyarakatnya—terbagi ke dalam empat klaster, yakni klaster Eropa, klaster Cina, klaster Melayu dan klaster Arab. Kawasan homestay bisa didapat melalui situs homestaymuntok.com, selanjutnya silakan bernegosiasi. Mayoritas wisatawan yang mendatangi Muntok untuk melihat jejak-jejak sejarah umumnyaa berasal dari Eropa. Khususnya Belanda, Jerman dan Australia.

Kelenteng Kong Fuk Miau merupakan kelenteng tertua dan pertama yang dibangun di Kota Muntok. Tercatat kelenteng ini dibangun tahun 1820 oleh warga asal Cina. Bak kelenteng pada umumnya, bangunan ini memiliki altar abu, tempat sembahyang umat Kong Hu Cu. Setiap tahun, kelenteng ini menggelar tiga perayaan utama umat Buddha, yaitu Cap Go Meh, Sembahyang Rebutan/Arwah dan Sembahyang Bulan.

Tak kalah dengan Kelenteng Kong Fuk Miau, Masjid Jami’ juga merupakan bangunan ibadah Muslim tua di Muntok. Inilah masjid yang dibangun lebih setengah abad setelah kelenteng berdiri, yakni sekitar tahun 1883. Lokasi keberadaannya bersebelahan persis dengan Kelenteng Kong Fuk Miau.

Dalam keseharian hidup masyarakat, Mentok dikenal sebagai kota dengan tingkat toleransi yang tinggi. Tak heran bila di Mentok ada nama Kampung Jawe, misalnya. Demikian pula hubungan toleransi umat beragamanya yang rukun, sebagaimana terpotret dari letak dua tempat ibadah yang saling berdekatan di kawasan terminal lama, yakni Masjid Jami’ dan Kelenteng Kung Fuk Miaw.●(Zian)

Exit mobile version