hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Mulia, Di Bawah Lindungan Suhu Ekstrem

Suhu udara tertinggi 32º C, terendah 9º C pada malam hari. Kelembaban udara rata-rata 83,7%. Jika berkesempatan mendatangi kota ini, bisa-bisa anda tak mandi beberapa hari. Bukan karena tak ada air, melainkan saking dinginnya.

 

MULIA hanya sebuah kota kecil. Kota pegunungan dengan udara superdingin. Kabupatennya bernama Puncak Jaya, hasil pemekaran Kabupaten Puncak pada 2008. Mulia ibukota kabupten ini. Letaknya di Distrik Kotamulia. Namanya diambil dari Gunung Jaya, atau lebih dikenal sebagai Puncak Jaya, Provinsi Papua, Distrik Mulia atau Kota Mulia  itu luasnya 883 km².

Berada pada ketinggian 2.448 mdpl. Suhu udara pada malam hari mencapai 9º Celcius. Lokasinya tak jauh dari Pegunungan Jaya Wijaya. Jelas saja dinginnya hawa di daerah ini menusuk sampai ke tulang. “Selama empat hari. Dan, yang paling berkesan selama di sana adalah, saya tidak pernah mandi! Pasalnya, air untuk mandi lebih dingin daripada air es. Sedangkan air panas tidak ada,” ujar seorang traveler lokal. Dia memakai jaket tebal sepanjang hari. Bahkan, kaos kaki, topi kupluk, dan memasukkan tangan ke dalam saku jaket ketika hari sudah malam; plus selimut tebal saat tidur.

Kawasan Puncak, Bogor, saja yang posisinya hanya di ketinggian ±1.000 meter sudah dianggap dingin. Coba anda sebutkan sejumlah daerah dingin di Indonesia, apakah itu Berastagi; Mamasa, Sulbar; Ruteng, Manggarai, NTT; Takengon, Aceh; Baturraden, Purwokerto; Ciwidey, Lembang; Batu Malang; Kota Mulia itu bahkan masih lebih dingin dibanding Waghete, Deiyai, Papua.

Memiliki daratan seluas 52.916 km², Distrik Kotamulia satu-satunya kabupaten di Provinsi Irian Barat (sebelum Presiden Gusdur mengubah nama itu jadi Papua), yang wilayahnya sama sekali tidak bersentuhan dengan bibir pantai. Satu hal yang kurang menyenangkan tapi perlu disebut, kota ini merupakan salah satu daerah konflik di Papua, di kota ini sering terjadi bentrok hingga suara tembakan adalah hal yang biasa.

Sebagai kota kecil di daerah pegunungan, Mulia memiliki satu bandara kecil. Hanya pesawat kecil jenis Caravan yang bisa digunakan untuk mencapai lokasi ini. Pesawat Caravan biasanya hanya berisi 9 penumpang. (Dalam joke di kalangan pilot penerbangan perintis, jenis pesawat semacam ini punya istilah manis: DC-9 = diisi 9 orang). Penerbangan sekitar satu jam dari Jayapura dan harus melewati sela-sela gunung.

Alternatif akses untuk mencapai lokasi memang ada. Selain melalui udara dengan pesawat, Distrik Mulia dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat. Selama 16 jam, perjalanan dari Jayapura harus melewati jalan berupa tanah dan bebatuan dengan jurang curam di salah satu sisinya. Lumayan menguji kontrol hormon adrenalin jika anda berminat mencobanya.

Meski cukup terpencil dan berada di kejauhan, perlahan-lahan Kota Mulia mulai terkena modernisasi. Dewasa ini mulai makin banyak kantor-kantor pemerintahan, jalan-jalan aspal dan infrastruktur seperti PLTA, meski masih minim. Untuk menginap, tersedia Mulia Inn. Menurut info valid, hotel ini milik Pemda Puncak Jaya. Kondisi Mulia Inn lumayan terawat dan bersih, walau lebih mirip sebuah rumah dengan banyak kamar.

Pada siang hari, sengatan matahari kadang terasa sangat terik. Karena itu, bagi yang tidak biasa, kulit akan kering dan akhirnya terkelupas. Bagi yang berminat berpetualang ke sana, bagusnya, dapatkan info yang cukup tentang hawa dingin Kota Mulia di malam hari. Membawa persediaan pelembab kulit sangat disarankan, di samping berbagai penutup bagian tubuh yang sensitif terhadap cuaca ekstrem.

Secara umum kawasan Kabupaten Puncak Jaya termasuk beriklim tropis, seperti kebanyakan daerah lainnya di Provinsi Papua. Tapi kawasan ini juga memiliki beberapa kondisi yang spesifik lokal. Curah hujan di kawasan Kabupaten Puncak Jaya berlangsung hampir sepanjang tahun. Jumlah curah hujan tercatat mencapai 3.935 mm/tahun. Jumlah hari hujan rata-rata 206 hari/tahun. Artinya, di wilayah ketinggian ini ketersediaan air bukanlah masalah.

Suhu udara tertinggi 32º C, suhu udara terendah 9ºC pada malam hari dan kelembaban udara rata-rata 83,7%. Kabut sering terjadi pada pagi dan sore hari, sehingga kerap menghambat/mengganggu lalu lintas penerbangan. Pada malam hari, suhu udara yang dingin siap menusuk hingga ke tulang.

Rumah asli penduduk Puncak Jaya yang disebut Honai, terlihat sangat tertutup, tidak berjendela. atapnya rendah tanpa ada cerobong asap. Mungkin bentuk Honai seperti ini dibuat agar suasana di dalam tempat tinggal mereka ini selalu hangat, karena udara luar tidak bisa masuk.

Iklim yang ekstrim antara siang dan malam ditanggulangi penduduk lewat kearifan tradisional. Rumah penduduk, disebut Honai, dibuat tanpa ventilasi. Pada umumnya, dinding di bagian dalam Honai sudah menjadi hitam legam. Penyebabnya? Apa lagi kalau bukan karena asap dari tungku masak di dalam rumah. Asap terperangkap di dalam Honai karena bangunan  tradisional itu tidak memiliki cerobong. Asap di dalam ruangan hanya bisa keluar dari sela-sela jerami yang dipakai untuk atap Honai.

Sebagai bumiputera di tanah leluhur, masyarakat Puncak Jaya sepertinya sangat kebal akan dinginnya udara. Siang menjelang sore, mereka hanya memakai pakian biasa. Beberapa orang malah dengan santainya bertelanjang dada, termasuk anak-anak kecil. Ketika disiram gerimis, mereka bahkan masih bermain di alam bebas. Tanpa merasa kedingininan? Kita tak tahu persis, tapi tampaknya begitulah.

Pemukiman penduduk pun tersebar di seluruh penjuru Distrik Mulia yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas publik. Di antaranya rumah ibadah, rumah sakit, sekolah, dan tempat berolahraga. Sebagai sumber energi yang memungkinkan kehidupan berdenyut di daerah ketinggian itu, Distrik Kotamulia memiliki sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memadai untuk keperluan swasembada.●(dd)

pasang iklan di sini