JAKARTA—-Jarum jam menunjukan pukul 11 siang, pada Kamis, ketika saya tiba di Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) Lebak Bulus, Kamis (28/3/2019). Pada hari keempat sejak dibuka untuk umum antrian di loket cukup panjang untuk mendapat barcode di ponsel agar bisa memasuki gerbang. Hingga 31 Maret mendatang MRT masih gratis untuk uji coba.
Suasana dalam stasiun nyaman, bersih dan para petugas begitu sabar memberikan informasi bagaimana untuk mengakses MRT hingga melarang para ibu untuk melepas anaknya bersandar pada dinding pagar pembatas kereta agar pintu pagar yang sensitif tidak membuka.
Kereta menunju Bundaran Hotel Indonesia akhirnya tiba pada 11:19. Para penumpang memenuhi setiap gerbong hingga ada yang berdiri. Dominasinya adalah para ibu dan anak-anak, sisanya generasi milenial yang gemar berswafoto. Begitu juga para ibu.
Kereta berangkat 11:20 dan tiba di stasiun berikutnya Fatmawati 11.21, Cipete 11: 25, Haji Nawi 11:27, Blok A 11:29, Blok M 11:31 dan ASEAN 11:34 sesudah itu kereta memasuki jalur bawah tanah. Itu berarti Lebak Bulus hingga Blok M bisa ditempuh tidak sampai seperempat jam.
Pada jalan tidak macet, kosong seperti waktu hari raya pun jarak itu ditempuh paling cepat 20 menit-an dengan mobil. Saya pernah mencoba dengan ojek dari Pondok Labu-Blok M 30 menit dengan jalan padat.
Pemberhentian berikutnya Senayan dicapai pada pukul 11:36, Istora 11:38, Bendungan Hillir 11:40, Setia Budi 11;42, Dukuh Atas 11:45 dan Bundaran HI pada 11:48. Hanya 27 menit dari Lebak Bulus. Ucapan petugas di Lebak Bulus bahwa waktu tempuh tidak akan sampai 30 menit terbukti.
Neneng, seorang guru dan ibu rumah tangga dari Depok yang duduk di sebelah saya memuji perilaku profesional para petugas dari petugas loket hingga petugas yang membimbing penumpang masuk ke gerbong. Begitu juga kenyamanan dan kebersihan stasiun hingga gerbong.
Hanya saja katanya tarif yang akhirnya disetujui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebesar Rp14.000 itu terlalu berat bagi yang orang berpenghasilan seperti dia.
Pemprov DKI Jakarta mengubah keputusan DPRD DKI Jakarta yang tadinya Rp8.500 menjadi Rp14.000 karena subsidi yang ditanggung APBD DKI Jakarta akan lebih ringan pada Selasa (26/3/2019 lalu).
“Bagi pekerja kantoran di Sudirman dan Thamrin, para eksekutif dan pemilik mobil yang berpenghasilan dua digit, jumlah itu tidak akan berarti karena tidak macet, cepat dan nyaman.Tetapi saya sadar proyek ini dari utang dan subsidi Pmeprov sangat besar,” ujar dia.
Neneng bercerita sebetulnya kereta api commuter Jabodetabek secara kenyamanan sudah memadai, namun jumlahnya pada jam tertentu masih kurang. Hingga AC-nya tidak terasa dan pengab.
“Seharusnya yang lebih membutuhkan pengangkutan massal adalah orang yang berpenghasilan pas-pasan,” ucap dia.
Suasana dalam gerbong MRT-Foto: Irvan Sjafari.Dia juga bercerita pernah ke Singapura mencoba MRT ikut suaminya. Itu juga dengan menabung. Kata Nenengm MRT di Jakarta ini masih di bawahnya kenyamanannya dan di sana sistemnya lebih teratur.
“Tetapi MRT itu sudah di atas sistem kereta api di Malaysia,” kata dia mengakhiri obrolan saat kami harus berpisah (Irvan Sjafari).