Sepuluh tahun silam, Hanunah hanyalah pedagang ikan asin keliling dengan sepedanya keluar masuk kampung di Mauk, Tangerang, Banten. Kini, ibu lima anak tak tamat SD ini juragan batu bata, dan pengusaha konveksi yang mempekerjakan 20 karyawan.
Jalan hidup memang tidak bisa ditebak. Mereka yang sejak kecil hidup berkecukupan dan berpendidikan tinggi, terkadang sering tersandung masalah ekonomi. Itu sebabnya para pakar bisnis mengingatkan bahwa sukses tak sekadar berbasis pengetahuan yang prima, tetapi ada faktor lain yang cukup dominan, yaitu kerja keras dan semangat pantang menyerah. Falsafah itu agaknya sangat pas dengan sosok Hanunah, pengusaha konveksi di kampung Tegal Kunir Banyu Asih Kecamatan Mauk, Tangerang Banten. Selain konveksi yang dikerjakan langsung di rumahnya sendiri, ibu lima anak ini juga membuka usaha pencetakan batu bata dan kredit barang keliling kampung. Total omsetnya perbulan rerata mencapai Rp 65 juta rupiah.
Dilihat dari latar belakangnya yang tak tamat SD dan suami penarik becak, penghasilan Hanunah kini cukup besar, terlebih dengan lingkungan tempat tinggal, sekaligus usahanya yang padat dan terkesan kumuh.
Menerawang kembali kisah usahanya, perempuan berusia 47 tahun ini mengatakan sulit dipercaya bahwa hidupnya kini jauh lebih baik dibanding masa lalu, saat masih menaiki sepeda berjualan ikan asin keliling kampung dan tinggal di rumah konrtrakan sempit.
Awalnya, pada 2007 ia mendapat pinjaman modal berjualan ikan asin sebesar Rp 500 ribu dari LPP-UMKM (Lembaga Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah). Pinjaman tersebut seluruhnya dimanfaatkan untuk menambah barang jualannya. Dalam tempo enam bulan pinjaman tersebut lunas, sehingga lembaga yang kini bernama Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) meningkatkan jumlah pinjaman hingga Rp 2 juta.
“saya bosan juga jualan ikan asin melulu, maka dengan modal Rp 2 juta itu saya coba berjualan kosmetik dan menjajakan ke liling kampung,” kenang Hanunah. Upaya pindah pasar itu, terbilang sukses, bisnis kosmetiknya berkembang pesat, bahkan ia sudah bisa menabung di koperasi.
Kendati lahir dari keluarga berpengetahuan
sederhana, tapi insting bisnis Hanunah cukup terasah. Ia pun mencoba membuka usaha baru, yaitu pencetakan batu bata dengan modal pinjaman Rp 5 juta. “Saya suruh suami berhenti narik becak untuk ngurisin usaha batu bata,” sambungnya. Bisnis ini pun menuai sukses dengan omset rerata Rp 7 juta per bulan. Hanunah bahkan bisa menambung di koperasi Rp 2 juta per bulan. Ia pun sudah mampu memiliki rumah sendiri, istana yang memang sangat diimpikannya sejak awal menikah pada 1983.
“Siapa bersungguh-sunguh pasti Allah kasih jalan, dan jalan yang diberikan Allah kepada saya adalah bertemu dengan koperasi BMI, sehingga hidup keluarga saya kini jauh lebih baik,” tutur Hanunah di dampingi suaminya, Sayutin (52). Isnting bisnisnya ternyata masih terus bergerak liar. Hanunah pun kembali mengajukan pinjaman sebesar Rp 6 juta. Kali ini ia ingin membuka usaha konveksi, usaha garmen kecil-kecilan yang dijalankan dari rumahnya sendiri. “Saya berani buka usaha ini karena pasarnya cukup bagus, apalagi di sini tidak ada yang buka usaha seperti ini, tutur Hanunah sambil berkeliling mengontrol para pegawainya yang sedang menjahit pakaian. Hanunah tampaknya masih akan merambah sejumlah usaha lainnya. Dengan memperbanyak ragam bisnis yang dijalankan, menurut dia, makin kecil kemungkinan untuk bangkrut karena ada usaha lainnnya yang menolong.
Sejak berdiri pada 2002, Kopsyah BMI ( awalnya LPP-UMKM) memang sudah menegaskan posisinya sebagai lembaga yang peduli pada pembiayaan usaha mikro kecil menengah di kawasan pinggiran. Lembaga ini merupakan simpulan studi identifikasi skim-skim pembiayaan bagi pelaku UMKM yang dilakukan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Tangerang dan Lembaga Sumberdaya Infornasi Institut Pertanian Bogor
Hingga 2012 telah terbentuk 17 kantor pelayanan di berbagai kecamatan di Kabupaten Tangerang, salah satunya adalah Kantor Cabang Pembantu (KCP) Mauk yang kini melayani 4.829 anggota. Menurut Pimpinan KCP Kopsyah BMI Khotimah, hingga kini pihaknya hanya melayani anggota sehingga jika ada masyarakat yang ingin menggunakan jasa pembiayaan Kopsyah BMI, harus terlebih dulu bersedia menjadi anggota.
Sejak mulai beroperasi di kawasan tersebut, kata Khotimah, total pinjaman yang disalurkan sudah mencapai Rp 115,587 miliar sedangkan tingkat kredit macet hanya 0,43%. Orang ‘kecil’ umumnya takut berurtangm sehingga mereka akan segera membayar utang jika sudah dapat uang,” tutur Khotimah. (Irsyad Muchtar)