JAKARTA—–Petugas sampah di pemukiman-pemukiman pada umumnya masih menganut mindset lama, yaitu mengambil semua sampah yang ada di bak sampah. Sekalipun pemilik rumah sudah mempunyai kesadaran lingkungan hidup, seperti melakukan pemilihan non organik dan organik.
Demikian diungkapkan Direktur Pengelolahan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan Novrizal Tahar dalam talkshow “Pramuka Bersih Negeri” di Arboera Café, Manggala Wanabakti, Minggu (10/2//2019), yang dihadiri oleh puluhan anggota Pramuka tingkat Penegak dan Pendega, serta beberapa aktivis lingkungan hidup.
Itu sebabnya kata dia pemilihan sampah harus tuntas, botol dan gelas plastik dikumpulkan dalam satu wadah dan tidak dibuang ke bak sampah, tetapi bisa diberikan kepada pemulung atau kalau di wilayahnya ada bank sampah diberikan kepada bank sampah.
“Sampah organik bisa dijadikan pupuk, kalau halaman rumah masih memungkinkan. Sampah organik juga bisa diberikan kepada bank sampah, kalau di wilayahnya ada. Kalau tidak ada baru dibuang ke bak sampah,” ujar dia.
Namun mengurangi sampah plastik lebih mendesak. Kampanye agar tidak menggunakan kantong plastik untuk berbelanja, lebih baik membawa kantong belanja yang bisa dipakai berkali-kali adalah salah satu caranya.
“Cara lain adik-adik membawa botol air minum atau tumbler,” pesannya kepada anggota Pramuka.
Sampah B3
Novrizal mengakui persoalan pengurangan sampah masih menghadapi masalah lain, yaitu di mana tempat sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) seperti baterai bekas, lampu, bekas spray obat nyamuk, bahkan handset ponsel yang tak terpakai.
“Saat ini kami sedang menggodok regulasi berkaitan dengan sampah B3 ini, seperti produsen mengambil kembali produknya yang tak terpakai (take back),” ujar dia.
Saat ini ada beberapa tempat di Jakarta, khusus untuk menangani sampah B3. “Jadi memang smapah B3 harus dipilah lagi dan kalau bisa dibuang di tempat khusus,” pungkasnya.
Sebagai catatan menurut sejumlah referensi beberapa negara maju sudah menerapkan hal itu. Finlandia misalnya mendorong pengguna ponsel untuk mengembalikan handset lama (take back) mereka ke toko-toko untuk daur ulang.(Irvan Sjafari).