WONOSOBO-–Kalau Italia terkenal dengan Spaghettinya, mi dengan pasta, maka Wonosobo juga kondang Mi Ongklok, Spaghetti Jawa. Pasalnya mi ini tidak bisa disebut mi rebus, tetapi juga bukan mi goreng karena kuah kental yang menjadi pastanya.
Kalau warga kota atau Wisatawan yang datang ke Wonosobo, kalau menginginkan mi ongklok, maka dia harus datang ke warung atau makan di tempat. Sebab mi ongklok tidak bisa dibawa pulang atau dibungkus. Pertanyaannya, bagaimana kalau ada yang ingin membawa pulang tanpa kehilangan cita rasanya?
Warga Kelurahan Mudal, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo bernama Desta Hatmoko Adi memecahkan masalah itu dengan mengubahnya menjadi mi ongklok instan. Pada pertengahan 2015 dia melakukan riset selama enam bulan untuk menemukan formulanya dan berhasil. Dia menemukan mi onklok instan yang bisa tahan setahun.
“Awal 2016 saya sudah meluncurkan produk ini dengan modal Rp350 ribu hasil menjual ponsel. Ternyata mendapat sambutan pasar, kemasan pun berubah dari tadinya kemasan plastik, menjadi almunium foil dan ada yang premium pack, hingga cup. Semuanya dilakukan bertahap,” papar Desta pada Peluang, Sabtu (20/6/20).
Desta kemudian menginovasi produk mi ongklok instannya dengan varian rasa yang tidak saja original, tetapi juga super pedas, lombok hijau, black pepper, keju, hotsweety. Desta tentunya juga menyertakan petunjuk cara masaknya.
“Mie Ongklok Mas Desta”, demikian brand-nya dijual secara eceran Rp10 ribu, sementara yang cup dan premium Rp15 ribu. Dalam sebulan dia mampu memproduksi 25 ribu hingga 30 ribu bungkus.
“Kita sudah kirim ke Jepang, Hongong, Singapura, Taiwan, sekalipun itu belum bisa dikatakan ekspor. Kita kirim ke negara-negara tersebut sekitar 10 kilogram atau dua dus. Kalau Indonesia kita sudah sampai ke Papua,” papar Desta,
Sebelum pandemi, Desta mampu meraup omzet Rp150 juta hingga Rp200 juta per bulan. Hasil ini masih kecil dan masih termasuk UMKM. Jumlah karyawannya 15 orang untuk kantor dan pabrik, serta marketing sebanyak 30 orang.
“Kami juga meletakan di toko oleh-oleh hingga pasar swalayan di Wonosobo hingga Magelang, selain melakukan pemasaran secara daring, beerja sama dengan beberapa e-commerce,” imbuh dia.
Desta mengakui, efek Covid-19, luar biasa, omzet berkurang drastis, terutama untuk offline. Namun secara daring justru meningkat tiga kali lipat, sehingga dia menambah karyawan. Pelarangan mudik, justru memberikannya ceruk pasar, mereka yang kangan Wonosobo, tetapi tidak bisa mudik, serta wisatawan yang ingin mencicipi mi ongklok.
“Strategi pemsaran secara daring, menggunakan media sosial dengan kreativitas yang terus diasah. Kalau sebelumnya posting hanya sehari tiga kali, ditingkat enam kali dengan variasi,” ungkap dia.
Desta mempunyai rencana bisnis yang tertunda, yaitu naik kelas, di antaranya mengubah kemasan jadi full printing. Dengan kemasan ini maka kapasitas produksi akan diperbesar. Tentunya juga variasi produk juga akan bertambah dan tentunya kualitas.
“Pandemi memberikan hikmah bahkan ilmu baru. Ibaratnya ita mengikuti ujian dan tinggal menunggu nilainya,” pungkas Desta seraya mengatakan siap memasuki “New Normal” (Irvan Sjafari).