Meulaboh dapat berkembang lebih baik. Lalu, kota pantai seluas 343 km² ini akan mendorong perkembangan daerah lain di Aceh Barat. Pada hemat Ketua DPRA, T Muharuddin, Kota Meulaboh layak naik kelas menjadi daerah otonomi baru.
MEULABOH hanya sebuah kota kecil. Menghadap Samudera Hindia, di pantai barat Sumatera. Dicapai dengan 4 jam berkendara dari Banda Aceh. Kota dan wilayah ini salah satu kawasan yang ambyar tatkala bencana gempa 8,9 SR dan tsunami 15-30 meter, pada 26 Desember 2004 lalu. Dihantam ie beuna, sebutan orang Aceh untuk air bah, sebagian bumi NAD porak poranda. Segenap penjuru kota Meulaboh hancur.
Penamaan Meulaboh diduga kuat terkait dengan letaknya yang berdekatan dengan laut dan dapat dilaboh pukat atau melabuhkan kapal. Dalam buku Tarich Atjeh dan Nusantara, HM Zaninuddin mencatat, kawasan ini awalnya dikenal sebagai Negeri Pasir Karam.
Sebagian pendapat menyebut, Negeri Pasir Karam diperkirakan telah ada sejak abad ke-15, atau pada masa pemerintahan Sultan Sultan Saidil Mukamil (1588-1604). Pada waktu itu mulai dibuka perkebunan merica, tetapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk memuat kemenyan dan kapur barus.
Ibu kota Kabupaten Aceh Barat ini letaknya 248 km tenggara Kota Banda Aceh. Meulaboh diidentikkan dengan kota kelahiran Pahlawan Nasional Teuku Umar Johan Pahlawan. Salah satu area terparah akibat bencana tsunami, dipicu gempa bumi dahsyat 8,9 SR di Samudera Hindia, 26 Desember 2004. Pekerjaan sebagian besar penduduknya mencerminkan kehidupan perkotaan, yakni perdagangan dan jasa.
Pada era kolonial Belanda, Meulaboh menjadi pusat administrasi dan sekaligus pusat perdagangan untuk Westkust van Atjeh. Di masa kemerdekaan, Meulaboh menjadi salah satu wilayah administrasi yang dibentuk pada 1946. Infrastrukturnya belakangan berkembang dengan cepat. Khususnya pascabencana gempa bumi dan tsunami. Kota Meulaboh dewasa ini tampil apik, lebih tertata dibanding sebelumnya.
RERUNTUHAN bekas gempa-tsunami 16 tahun silam perlahan terganti dengan deretan bangunan di kiri dan kanan jalanan. Untuk berkeliling kota Meulaboh, anda hanya butuh waktu tak lebih dari setengah jam. Semua kebutuhan begitu mudah didapatkan, kecuali bioskop—yang di banyak kota lain di Tanah Air pun makin tak diminati. Sebelum tsunami, Meulaboh hanya sebuah kota terpinggirkan, meski namanya tak asing bagi banyak orang. Kini, Meulaboh menjelma menjadi kota kecil layaknya sebuah kota.
Bangunan tersebut merupakan pusat perbelanjaan terkenal di ibukota Kabupaten Aceh Barat. Dikatakan terkenal karena, jika seorang laki-laki ingin menikah, dia akan menhambangi deretan toko-toko di sini. Di deretan sebelah kanan kebutuhan laki-laki tersebut akan tersedia yaitu toko emas. Emas masih menjadi mahar tak tergantikan di Aceh. Selain toko emas, terdapat toko ponsel dan kebutuhan rumah tangga. Deretan sebelah kiri hampir sama dengan sebelah kanan, kecuali toko emas.
Turun dari Menara Telkom, pemandangan berikutnya adalah deretan toko tingkat dua. Toko-toko ini menjual beragam kebutuhan rumah tangga dan makanan. Di belakang toko langsung terdengar deru ombak. Deru ombak jadi bercampur aduk dengan suara kendaraan bermotor yang melintas di jalanan kota. Lumayan padat untuk ukuran kota sekecil Meulaboh.
Kini boleh dicatat Meulaboh sebagai salah satu kota tujuan wisata religi. Episentrum kota ini, sejak dulu, adalah Masjid Agung Baitul Makmur. Sebutannya di masa lalu adalah Masjid Kubah Merah. Masjid paling tersohor di Pantai Barat dan Selatan Provinsi NAD. Terletak di Jalan Imam Bonjol, No. 100, Desa Drien Rampak, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, di jantung kota. Resmi digunakan tahun 1999. Awalnya, masjid ini tanpa pagar. Belakangan dipagari karena hewan ternak berlalu lalang seenaknya, merusak estetika.
Masjid ini dibangun tahun 2000 di atas lahan 60.000 m², Bangunannya 3.500 m², hingga halamannya terasa sangat luas. Sungguh sejuk dan nyaman saat beribadah di dalamnya. Konsep utama masjid dua lantai itu perpaduan Timur Tengah dan Aceh. Sehingga, warna keemasan, hijau dan merah menjadi ciri utama masjid. Disediakan empat gerbang utama, sehingga masyarakat dengan mudah mengakses masuk-keluar ke kompleks masjid yang mampu menampung 7.000 jamaah. Gerbang utamanya berbentuk Arc de Triomphe di pusat Kota Paris, Prancis.
Di luar pagar dibangun taman di setiap sudut. Taman kecil itu bisa dimanfaatkan untuk masyarakat bersantai sembari menunggu waktu shalat tiba. Ukiran kaligrafi bertinta kuning mirip emas melingkar di seluruh bangunan masjid. Tiang masjid dibangun kokoh lengkap dengan warna merah dipadupadankan dengan kuning emas hingga memancarkan kesan agung berwibawa.
Tapi Meulaboh tak hanya religi. Ada pantai dengan sunset menawan. Buktikan keindahan Meulaboh setelah menikmati secangkir sanger, minuman khas Aceh yang terbuat dari campuran kopi dan susu, di warung kopi berfasilitas internet gratis di seluruh penjuru kota. Hampir di setiap penjuru kota terdapat warung kopi. Anda cukup memesan secangkir kopi, lalu mainkan smartphone, tablet ataupun laptop.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, T Muharuddin, menilai Ibu Kota Aceh Barat, Meulaboh, layak untuk dijadikan sebagai daerah otonomi baru. Jika disetujui, Meulaboh akan berstatus sebagai Kota Meulaboh, di bawah kepemimpinan wali kota. Bersama Meulaboh, pihak DPRA tahun 2017 lalu mengusulkan peningkatan status dua kabupaten lain menjadi Kota, yakni Aceh Raya (Aceh Besar) dan Aceh Selatan Raya (Aceh Selatan).
Di masa mendatang, Meulaboh akan dapat berkembang lebih baik. Kota seluas 343 km² ini juga akan mendorong perkembangan daerah lain di Aceh Barat. Adapun Kota Meulaboh akan berdiri di empat kecamatan, yakni Johan Pahlawan, Samatiga, Meureubo, dan Kaway XVI. Sedangkan sembilan kecamatan lainnya tetap berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Barat.
Yang jadi konsentrasi saat ini adalah menyiapkan diri memasuki era baru, mengikuti langkah Sabang. Yakni segera beralih kepada lembaga kuangan berbasis syariah. “Tahun 2020 semua harus syariah. Tidak ada lagi konvensional. Semua harus dikonversikan dari yang sistem bunga menjadi syariah. Yang belum segera bersiap-siap, karena pada tahun 2020 sudah syariah semuanya,” ujar Walikota Sabang, Nazaruddin.
Hijrahnya lembaga keuangan konvensional di Sabang—dan kab/kota lain di Provinsi NAD—merupakan bagian dari upaya penghapusan sistem riba di bumi Serambi Makkah. Nantinya, semua bank yang beroperasi di Provinsi Aceh menjalankan sistem syariah dalam pengelolaan keuangannya. Tak kecuali di Meulaboh. Dasar hukumnya tertera dalam Qanun Aceh Nomor 11/2018 tentang lembaga keuangan syariah. Hal senada juga dikatakan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Aceh.●(dd)







