octa vaganza

Menyongsong Era Koperasi Multi Pihak di Indonesia

Oleh: Firdaus Putra, HC.

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI)

Sejak dua tahun terakhir, Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI) intensif menyuarakan model Koperasi Multi Pihak (selanjutnya ditulis: KMP). Puji syukur, sekarang Kementerian Koperasi mengadopsi model ini menjadi salah satu pendekatan dalam membangun koperasi modern. Di beberapa kesempatan, Ahmad Zabady, Deputi Bidang Perkoperasian menyampaikan dua kisah relevansi KMP bagi masyarakat.

Pertama adalah kasus Koperasi Sopir Taksi Jakarta Raya (KOSTI JAYA). Koperasi ini berdiri tahun 1983, yang dikawal oleh Sarwono Kusumaatmaja (mantan menteri beberapa kali), sebagai Penasehat. Dikembangkan dengan basis manajemen profesional, dibawah kepemimpinan Ibu Mubha Kahar Muang. KOSTI tampil menjadi perusahaan taksi terdepan di Indonesia kala itu. Di mana sopir bisa memiliki mobil dan meningkatkan kesejahteraannya.

Sampai kemudian tahun 1998-1999, reformasi bergulir di Indonesia dan euforianya juga masuk ke tubuh KOSTI. Muncullah gerakan “Dari Sopir, Oleh Sopir dan Untuk Sopir”, yang membuat orang-orang ahli non-sopir, tersingkir. Termasuk Bapak Sarwono selaku Penasehat. Atas nama demokrasi anggota, pengendalian dan pengelolaan semuanya diambil alih oleh para sopir. Dan ternyata, mengelola perusahaan sebesar itu tidaklah mudah dan butuh keahlian tertentu1.

Pasca reformasi internal itu, capaian bisnis mulai terganggu dan mengalami penurunan. Di sisi lain, sikut-sikutan terjadi antar kelompok. Bahkan sampai harus berperkara di pengadilan terkait dengan RALB yang melakukan restrukturisasi Pengurus seperti tertuang pada amar putusan Mahkahmah Agung No. 187/K/Pdt/20132.

Kedua, tentang Gojek tahun 2015. Ketika gonjang-ganjing urusan pola kemitraan antara perusahaan Gojek dengan driver, mereka pernah ke Kementerian Koperasi untuk menjajagi badan hukum koperasi. Yang tentu saja apa yang mereka dapatkan adalah model koperasi sebagaimana sekarang ini, satu pihak. Di mana seluruh para pendiri Gojek dan driver bersama-sama menjadi anggota dengan hak dan kewajiban yang sama.

Namun ketika masuk ke pokok pengambilan keputusan, di mana berlaku prinsip demokrasi langsung: one man,  one vote, membuat mereka berpikir ulang. Mudah dipahami di mana jumlah pendiri hanya beberapa orang, di sisi lain jumlah driver mencapai puluhan hingga ratusan ribu orang. Besar peluang terjadi diktator mayoritas atas minoritas. Driver bisa selalu memveto keputusan. Termasuk yang paling riskan, mekanisme organisasi sangat memungkinkan bagi mereka memecat para pendiri. Tentu tak ada pendiri yang mau membangun perusahaan di mana dirinya dalam posisi rentan, bukan?

Peran Para Pihak

Dua peristiwa di atas menggambarkan bagaimana model koperasi yang ada saat ini tak bisa menjawab tantangan zaman. Perkembangan model bisnis, inovasi, teknologi, dinamika politik serta ekonomi ternyata berpengaruh pada bagaimana suatu perusahaan koperasi dan bisnisnya berjalan. Termasuk juga aspirasi anggota yang tumbuh dan berkembang.

Dalam kasus di atas, interaksi para pihak tidak menemukan win-win solution. Sebaliknya, mengunggulkan satu pihak di atas yang lain. Padahal perusahaan tersebut dapat memperoleh nilai yang lebih bagus ketika mengolaborasi para pihak yang berbeda itu. Misalnya Sarwono Kusumaatmadja, bersama Marzuki Darusman dan Cosmas Batubara, meski bukan sopir taksi namun dapat memberi nasehat serta menjaga tata kelola KOSTI menjadi koperasi yang besar di zamannya. Sebutlah mereka sebagai para pendiri atau pelopor yang berperan menjadi safe guarding bagi organisasi. Yang keberadaannya dibutuhkan sebagai jangkar historis dan moral koperasi.

Di sisi lain, para pendiri Gojek adalah para entrepreneur. Dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah “entrepreneur” daripada “pengusaha”, sebab dalam istilah ini terkandung nilai: pengambil resiko dan visioner. Tanpa kehadiran entrepreneur dengan gagasan kreatif serta keberanian mengambil resiko itu, Gojek tak akan lahir. Kepeloporan itu menuntut biaya tinggi: keluar dari zona nyaman, meyakini mimpi dan visi, modal, tenaga, energi, jaringan dan juga mungkin aset pribadi. Semua itu adalah biaya kewirausahaan yang seringkali tak diperhatikan dalam koperasi eksisting3.

Sebaliknya, keberadaan sopir taksi dan driver Gojek menyumbang peran besar dalam operasional perusahaan. Tanpa mereka, secanggih apapun teknologi atau sebagus apapun armada, tak akan berjalan. Mereka adalah garis terdepan layanan sehingga keberadaannya vital. Sehingga hubungan para pihak itu sesungguhnya saling mengandaikan.

Sayangnya, saat itu memang belum ada model koperasi yang bisa memayungi para pihak yang berbeda peran dalam satu atap. Di sinilah KMP hadir sebagai solusi bagi kondisi terkini dan masa mendatang yang makin cepat dan disruptif.

Koperasi Multi Pihak

Berbeda dengan koperasi satu pihak, KMP ini membagi anggotanya berdasar kelompok dari rantai nilai suatu bisnis tertentu. Sebagai contoh, bila saat itu Gojek menjadi KMP, maka basis anggotanya adalah Kelompok Pendiri, Kelompok Karyawan dan Kelompok Driver. Bila mau ditambahkan Kelompok Investor dan bisa juga Kelompok Pengguna. Pada hakikatnya para pihak yang terlibat dapat rantai bisnis itu dapat dikolaborasikan, sejauh masing-masing memperoleh benefit nyata.

Dalam tata kelolanya, masing-masing kelompok mengirim delegasi duduk sebagai Pengurus dan Pengawas. Bila koperasi eksisting menggunakan one man one vote berdasar jumlah orang, pengambilan keputusan di KMP berdasar proportional right voting. Misalnya Kelompok Pendiri memiliki jumlah suara sebesar 30%, Kelompok Karyawan sebesar 10%, Kelompok Driver 30% dan Kelompok Investor 30%, tanpa memperhatikan jumlah orang dalam masing-masing kelompok.

Terkait hal itu, pakar koperasi dunia, Prof. Hans Munkner (2004) mengatakan, “The usually applied rule of ‘one member – one vote’ is not applicable, because it would give the most numerous group a dominating position. The solution is to give each category of members an equal number of votes, or votes in proportion to their group size, economic weight, contributions or geographical area, provided that there is a ceiling for the number of votes, which each category of members may have and a minimum number of votes securing that each group is in fact represented”5.

Dengan cara begitu, keberadaan serta hak para pihak terjaga satu sama lain. Tidak bakal terjadi veto dari mayoritas (orang) terhadap kelompok kecil, misalnya driver kepada founder. Pola ini tetap bisa menjaga demokrasi dalam koperasi, bagaimana untuk mengegolkan suatu aspirasi, harus disetujui oleh para pihak lainnya. Mau tak mau, agar tidak terjadi zero sum game, mereka akan melakukan negosiasi dan kompromi terhadap suatu proposal/ usulan.

Lantas bagaimana untuk menentukan besaran masing-masing suara kelompok tersebut? Margaret Lund (2011) menandaskan tidak ada ketentuan baku. Yang ada hanya parameter sehingga demokrasi tetap bisa berjalan. Parameter itu seperti: 1). Tidak ada kelompok yang dominan, yang menguasai lebih dari 50% suara; 2). Kelompok yang berperan penting (back bone) dalam bisnis, dapat memperoleh lebih besar daripada yang lain; 3). Tetap memungkinkan terjadi check and balance dalam pengambilan keputusan; 4 ). Pertimbangan variabel lain seperti besaran kelompok, teritori/ geografis, kemampuan ekonomi dan sebagainya. Yang pasti, berulang kali Lund mengatakan dibutuhkan kebijaksanaan para pihak untuk menentukan proporsi suaranya. Di sinilah hakikat koperasi sebagai kumpulan orang bekerja, di mana mufakat lebih diutamakan daripada voting6.

Praktik Negara Lain

Sejarah KMP sesungguhnya bisa dilacak sejak abad 18, di mana Hebden Bridge Fustian Manufacturing Co-operative Society pada awalnya berdiri sebagai koperasi satu pihak, lalu pada 1870 berubah menjadi KMP sebab mengalami kontraksi bisnis. Awalnya hanya beranggotakan pekerja individual kemudian melibatkan pemodal individu dan konsumen umum. Dari sanalah tradisi KMP bermula dari suatu krisis menjadi suatu peluang baru8.

Italia dianggap sebagai praktik terbaik (best practice) KMP di dunia. Sampai saat ini sudah ada 14.000 KMP, sebagian besar bekerja pada sektor sosial (Tipe A dan Tipe B). Setelah 20 tahun berpraktik, baru diatur resmi dalam undang-undang pada tahun 1991 (Margaret Lund, 2011). Kemudian di Kanada dilegalkan pada 1997 (Co-operative Societies Act of Quebec of June, 1997) dan merupakan model yang perkembangannya tercepat di sana (Margaret Lund, 2011). Lalu di Portugal dilegalkan pada tahun 1998 dan di Perancis tahun 2001 (Hans H. Munker, 2004).

Termasuk juga yang cukup familiar adalah Mondragon di Spanyol, iCOOP di Korea Selatan, Fifth Season Cooperative di Amerika dan Eroski di Spanyol merupakan koperasi-koperasi dengan model multi pihak. Yang terkini dan relevan bagi milenial dan startup digital adalah Stocksy di Kanada. Stocksy menyediakan konten digital, yang didirikan oleh mantan pendiri iStock Photo. Kelompok anggotanya terdiri dari tiga: Kelompok Founder (5 orang), Kelompok Karyawan (28 orang) dan Kelompok Artis (1064 orang). Dengan model multi pihak, para pihak memperoleh manfaat terbaik. Seperti para artis yang memperoleh royalti lebih tinggi daripada ketika mereka setorkan fotonya ke platform lain.

Menunggu Regulasi

Saat ini Kementerian Koperasi sedang menyiapkan Peraturan Menteri yang bakal merekognisi dan memberi kepastian hukum bagi koperasi multi pihak9. Regulasi ini memang dibutuhkan sebab KMP memiliki kekhasan. Tanpa regulasi khusus, sedari awal akan tertolak oleh para notaris di lapangan. Dan bila ada sengketa, pengadilan akan mengacu pada peraturan yang kaprahnya bagi koperasi satu pihak.

Meski demikian, semuanya akan dikembalikan kepada masyarakat selaku praktisi, apakah akan memilih satu pihak atau multi pihak. Atau bisa juga, awalnya satu pihak lalu konversi menjadi multi pihak dengan berbagai pertimbangan. Yang pasti KMP ini lebih fleksibel pada berbagai inovasi model bisnis, meningkatkan akses terhadap modal, keterampilan, keahlian serta berbagai modalitas dari para pihak yang terlibat. Secara desain kelembagaan, KMP memiliki insentif besar yang membuat para pihak termotivasi untuk membangun bisnis bersama-sama secara berkelanjutan. []

Exit mobile version