hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Opini  

Menteri Koperasi Baiknya Segera Lakukan Pembaharuan Kebijakan

Oleh : Suroto*

Menteri Koperasi, Fery Juliantono baru saja dilantik sebagai menteri baru gantikan Budi Arie Setiadi. Berharap bahwa Fery Jualiantono lakukan pembaharuan kebijakan koperasi dan bukan hanya mengejar formalitas dan seremoni tapi miskin substansi.

Selama ini, kondisi koperasi di Indonesia dalam kondisi yang cukup memprihantinkan. Dari segi kuantitas sangat besar jumlahnya, tapi secara dampak sosial ekonomi tidak banyak dirasakan oleh masyarakat.

Dalam sepuluh tahun terakhir misalnya, jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) rata rata onset koperaai hanya kurang lebih 1 persen. Sementara dari segi jumlah ada 127 ribu dan menjadi 200 ribu koperasi lebih setelah ditambah keberadaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).

Minimnya dampak sosial ekonomi di masyarakat tersebut disebabkan oleh banyak hal. Terutama karena dipengaruhi oleh paradigma, regulasi dan kebijakan perkoperasian kita yang salah.

Secara paradigma, masyarakat kita menganggap bahwa koperasi itu sebagai hanya semata badan usaha biasa. Dianggap hanya sebagai salah satu jenis badan usaha semata. Padahal koperasi itu juga merupakan alat untuk menciptakan keadilan ekonomi.

Dari sisi regulasi, koperasi di Indonesia itu juga banyak dihambat oleh undang undang koperasi sendiri. Sebut saja misalnya soal pendirian koperasi. Menurut UU Perkoperasian pendirianya harus 9 orang. Padahal di negara lain seperti di Singapura dan Jepang yang koperasinya telah maju pesat itu boleh didirikan oleh 3 orang.

Pendirian koperasi yang dipersulit dengan harus dilakukan oleh 9 orang ini sebabkan koperasi tidak banyak diminati orang. Orang akan lebih senang memilih badan hukum perseroan untuk berbisnis ketimbang bentuk koperasi.

Koperasi yang lahir akhirnya hanya koperasi palsu yang menunggu instruksi dari atas, mengandalkan bantuan pemerintah, dan juga koperasi papan nama yang sejatinya isinya para makelar proyek. Anak anak muda akhirnya lebih memilih badan hukum persero kapitalis.

Kenyataannya dapat kita lihat di lapangan. Sektor bisnis koperasi tidak banyak berkembang di masyarakat. Paling banyak didominasi sektor keuangan terutama yang bergerak di sektor keuangan mikro. Kurang lebih 80 persen kontribusi usaha koperasi itu dari sektor simpan pinjam.

Soal KDMP Jangan Hanya Omon Omon

Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang sudah didirikan baiknya dapat juga segera dikembangkan dan juga jangan hanya mengejar formalitas kelembagaan. Memang secara konseptual pembentukanya sudah salah, tapi kalau memang mau dimanfaatkan baiknya segera direaliasasikan janji janji yang sudah dikomitmenkan.

Kalau memang serius, KDMP yang ada baiknya digunakan saja sebagai jalur distribusi dari barang subsidi. Seperti misalnya subsidi gas 3 kg dan pupuk. Sebab barang subsidi itu adalah termasuk barang publik, dan KDMP yang merurpakan koperasi publik dapat jadi jalur distribusi yang pas karena ada pengawasan langsung dari masyarakat secara demokratis dan manfaat ekonominya jelas.

Komitmen perbankkan Himbara (Himpunan Bank Umum Milik Negara/BUMN) untuk membiayai hal ini juga sudah tepat dan jika tidak jalan berarti memang tidak ada keseriusan. Pemerintah dalam hal ini tinggal perintah karena barang yang disalurkan dari pabrik pupuk dan gas juga dari BUMN.

*) Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang

 

pasang iklan di sini