
Peluang News, Jakarta – Pemerintah sudah memutuskan untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 1 Januari 2025.
Menurut Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, transaksi pembayaran virtual melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan e-Money seperti e-toll tidak dikenakan PPN 12%.
Namun, PPN 12% hanya akan dikenakan pada nilai barangnya, bukan pada sistem transaksinya.
“Hari ini ramai QRIS. Itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN. Sama seperti debit card transaksi yang lain,” kata Airlangga, di Kota Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024).
Dia mengungkapkan QRIS sudah digunakan di berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Bila masyarakat bertransaksi menggunakan QRIS di Indonesia atau di negara yang sudah menggunakan sistem pembayaran virtual itu, tidak akan dikenakan PPN 12%.
“Kalau ke sana pun (negara Asia lain) juga pakai QRIS dan tidak ada PPN. Jadi ini kami klarifikasi bahwa payment system tidak dikenakan PPN, karena ini kan transaksi, yang PPN adalah barang,” tuturnya.
Hal yang sama juga berlaku untuk penggunaan e-toll. “Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, e-toll juga tidak ada PPN,” ujar Airlangga.
Selain sistem pembayaran, dia mengatakan bahwa PPN juga tidak diberlakukan untuk bahan pokok. Bahan makanan seperti tepung terigu, minyak goreng Minyakita, dan gula industri bebas dari dampak kenaikan PPN.
Tarif PPN 12% juga tidak dikenakan untuk tarif tol, sektor kesehatan, dan pendidikan, kecuali barang dan jasa khusus.
“Kecuali yang khusus, yang khusus nanti yang ditentukan,” kata dia.
Airlangga menegaskan kenaikan PPN bukan 12%, melainkan hanya 1% dari sebelumnya 11%.
Dia mengakui akan ada dampak terhadap inflasi, namun, hal itu tidak terlalu besar dan berpengaruh terhadap perekonomian nasional.
“PPN naik itu 1%, dari 11 ke 12, bukan dari nol ke 12. Jadi dari segi kenaikan ini pengaruh inflasi ada, tapi relatif tidak terlalu tinggi,” tambah Airlangga.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti mengatakan, pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU No. 8 Tahun 1983 (UU PPN)
UU PPN telah diperbarui dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Artinya, ketika PPN naik menjadi 12 persen nanti, tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik. []