Opini  

Menimang Kursi Menteri dan Oposisi

imam fathurohim

Parade poster dan spanduk menyongsong pesta rakyat bernama Pemilu baru saja usai. Pemenang sudah ditetapkan, yang kalah sudah legowo terima kekalahan dan yang menang juga tidak harus tepuk dada. Kini giliran presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (Pragib) menyusun para menteri yang mumpuni dan layak untuk diajak bekerjasama mengendalikan kabinet pemerintahan baru.

Seperti yang sudah-sudah, poling tidak resmi berseliweran melalui media sosial mengenai siapa para menteri yang akan dipilih, bahkan ada seorang teman saya, yang minta dibuatkan poling dimana namanya nongol di antara calon menteri yang bakal dilirik Prabowo. Ngebet banget kayaknya dia.

Sekadar mematut-matut wajah orang-orang yang selama kampanye lalu sibuk berat mendukung pencalonan Pragib, agaknya kabinet mendatang merupakan koalisi besar. Maklum Pragib mendapat dukungan 9 partai politik, bahkan empat di antaranya adalah partai besar yang sudah eksis di parlemen, yaitu Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat. Selain itu Prabowo juga rajin menyambangi para petinggi partai dari kubu ‘sebelah’, baik kubu partai pendukung paslon nomor 1 maupun nomor 3 untuk diajak masuk dalam koalisi gemuk ini.

Kabinet yang akan segera diumumkan ini agaknya tak hendak ada oposisi yang dinilai hanya bakal melemahkan kinerja pemerintahan. Seperti disinyalir Ian Wilson, pakar politik dan keamanan internasional Universitas Murdoch Australia, Ian Wilson, kompromi dan negosiasi adalah ciri menonjol gaya politik di Indonesia, Dalam hal ini, ia menilai wajar jika Prabowo sebagai Presiden tepilih menjalin kesepakatan dengan partai politik untuk bekerja sama di bawah pemerintahannya.

Sinyal untuk rame-rame dukung pemerintahan baru bahkan sudah dihembuskan Ketua MPR Bambang Soesatyo. Alangkah indahnya jika semua partai bergabung dalam pemerintahan, tak perlu ada oposisi agar suasana politik kondusif dan dunia bisnis menjadi lega.

Pemerintahan tanpa oposisi memang ada enaknya sih, karena situasi politik yang biasanya ingar-bingar relatif bakal adem ayem dalam lima tahun ke depan. Tapi kerugian besar juga siap menghadang lantaran melemahnya check and balances di parlemen. Kekuasaan yang tidak terkontrol tentunya bakal menciptakan pemerintahan yang tidak terkendali, otoriter, memonopoli ideologi dan lahan subur untuk melahirkan tirani mayoritas. Kita percaya, Prabowo yang dikenal sebagai militer cerdas, tidak bakal kejeblos di lobang yang sama dua kali. Ia mafhum betul bagaimana rezim Orde baru di masa lalu tumbang lantaran suburnya korupsi dan otoritarianisme, mengangkangi politik, media dan institusi-institusi vital. Ini lantaran tidak adanya oposisi sehingga pemerintahan menjadi represif dan anti kritik. Dalam kampanye dan sejumlah stetemen mengenai perekonomian nasional, ia menegaskan tidak ada yang namanya winner takes all. Yang ada hanya keberhasilan bersama antara semua pelaku usaha, baik swasta besar, BUMN dan Koperasi. Sebagai cucu Margono Djojohadikusumo, tokoh koperasi dan penggagas pertama bank sentral, Prabowo tentu menyimak arti ekonomi kerakayatan itu. Tambahan pula bekal yang didapat dari ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo yang dikenal Begawan ekonomi Indonesia dan Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai RI, maka Prabowo tidak perlu digurui lagi mengenai bagaimana koperasi seharusnya dijalankan. []

Exit mobile version