octa vaganza
Fokus  

Mengurai Benang Kusut Tata Kelola Koperasi

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap koperasi tidak menempatkannya sebagai lembaga super body yang sangat kuat dan menakutkan.

Label masyhur yang selama ini disematkan kepada koperasi sebagai lembaga sokoguru perekonomian ternyata pada realitasnya tidaklah seindah yang dibayangkan. Pada praktiknya, tidak semua koperasi bercita-cita untuk menyejahterakan anggota.

Terbaru, kasus KSP Indosurya yang ditaksir merugikan lebih dari 6.000 anggota sebesar Rp15 triliun atau setara dengan 29% pendapatan asli daerah Pemprov DKI Jakarta pada 2021 senilai Rp52 triliun.

KSP Indosurya bukanlah satu-satunya koperasi yang menggelapkan dana jumbo anggota. Data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah Kementerian Koperasi UKM menyebut, ada delapan koperasi bermasalah yang saat ini sedang didampingi untuk menyelesaikan kewajibannya kepada anggota.

Ini membuktikan bahwa ada masalah serius dalam tata kelola koperasi, sehingga sebagian pihak memandang minor terhadap eksistensinya. Dalam kerangka kerja tata kelola, salah satu unsurnya adalah outcome governance, dimana seharusnya koperasi bisa memberikan output berupa peningkatan kesejahteraan anggota. 

Ketua Satgas, Agus Santoso, menuding Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian masih lemah dalam sisi pengawasan koperasi. Oleh karenanya, ia menilai regulasi yang sudah lebih dari seperempat abad itu perlu diperbarui.  Sekadar catatan, sebelumnya pernah ada regulasi pengganti yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

“Pengawasannya di undang-undang ini sangat lemah, mindset-nya itu koperasi tidak digolongkan sebagai lembaga keuangan, jadi koperasi simpan pinjam itu di bawah pengawasan Kemenkop UKM dan tidak ke Otoritas Jasa Keuangan,” ujar Agus, beberapa waktu lalu.

Jika mengacu pada UU Perkoperasian, pengawasan koperasi dibebankan kepada anggota, yang diwakili oleh Pengawas Koperasi yang dipilih dalam RAT. Sehingga seharusnya, penyelesaian berbagai masalah yang terjadi di koperasi dilakukan antara anggota dan pengurus koperasi dalam forum RAT.

Agus juga menuturkan pengawasan yang dilakukan pemerintah itu sangat sumir, pembinaan, penyuluhan, paling banter sanksi administrasi. Kondisi ini jauh berbeda dengan pengawasan di perbankan dimana bisa dilakukan pengawasan khusus seperti ambil alih manajemen.

Selama ini, ada dua argumentasi yuridis dalam pelaksanaan pengawasan terhadap koperasi, yaitu: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, khususnya pasal 60-64 mengenai Pembinaan yang mencakup aspek penciptaan iklim usaha, bimbingan dan perlindungan terhadap koperasi.

Selain itu,  Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, yang intinya, bahwa Menteri Koperasi UKM melakukan pengawasan melalui pendekatan: kepatuhan, penilaian kesehatan dan kehati-hatian, pemeriksaan, tindakan penyelamatan dan pembubaran.

Dalam Renstra Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi UKM 2020-2024, halaman 4, disebutkan bahwa berdasarkan alasan yuridis tersebut,pengawasan pemerintah terhadap koperasi adalah dalam rangka pembinaan guna mewujudkan koperasi yang sehat, kuat dan mandiri. Jadi pengawasan pemerintah tidak menempatkannya sebagai lembaga super body yang sangat kuat dan menakutkan.   

Upaya Pemerintah untuk membenahi pengawasan koperasi sebagai bagian dari peningkatan implementasi tata kelola diantaranya menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi UKM Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi. 

Dalam Permenkop No 9/2020 pasal 2 disebutkan, kewenangan pengawasan koperasi dilakukan secara berjenjang. Wilayah keanggotaan Koperasi lintas daerah provinsi, pengawasannya dilakukan oleh Kemenkop UKM. 

Wilayah keanggotaan Koperasi lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi pengawasannya dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi. Sementara, wilayah keanggotaan koperasi dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota, pengawasannya dilakukan oleh Pemerintah daerah Kabupaten/Kota.

Selain itu, Permenkop tersebut juga melakukan klasterisasi obyek pengawasan koperasi melalui klasifikasi usaha koperasi (KUK).  KUK 1 memiliki jumlah anggota paling banyak 5.000 orang, jumlah modal sendiri paling banyak Rp250 juta, dan/atau jumlah aset paling banyak Rp2,5 miliar.

KUK 2 memiliki jumlah anggota lebih dari 5.000 orang sampai dengan paling banyak 9.000  orang, jumlah modal sendiri Iebih dari Rp250 juta-Rp15 miliar, dan/atau jumlah aset lebih dari Rp2,5 miliar-Rp100 miliar.

KUK 3 memliki jumlah anggota lebih dari 9.000orang – 35.000 orang, jumlah modal sendiri lebih dari Rp15 miliar-Rp40 miliar, dan/ atau jumlah aset lebih dari Rpl00 miliar-Rp500 miliar.

Sementara KUK 4 memiliki jumlah anggota lebih dari 35.000 orang, jumlah modal sendiri lebih dari Rp40 miliar, dan/atau jumlah aset lebih dari Rp500 miliar.

Ujung dari pengawasan koperasi adalah penerbitan sertifikat tingkat kesehatan dengan kategori sehat; cukup sehat; dalam pengawasan; atau dalam pengawasan khusus. Sayangnya, regulasi ini tidak secara tegas mengatur tentang kewajiban para pejabat penilai kesehatan koperasi untuk mempublikasikan tingkat kesehatan koperasi. Redaksi yang dipilih adalah “dapat” mempublikan hasil pemeriksaan koperasi.

Penerbitan Permenkop tersebut yang diikuti dengan aturan turunannya merupakan langkah baik untuk meningkatkan pengawasan koperasi sebagai bagian dari peningkatan tata kelol. Sehingga nantinya koperasi dapat lebih dipercaya oleh anggota dan masyarakat.

Namun tentu saja hal ini tidak cukup karena masih ada sejumlah hal yang masih perlu dibenahi. Ambil contoh, dari sisi transparansi, apakah sudah ada standarisasi laporan RAT koperasi dan informasi di website koperasi? Setidaknya di website koperasi perlu disajikan informasi perkembangan kinerja operasional dan finansial secara berkala seperti halnya di website perbankan. Jika ini dapat dilakukan, minimal diwajibkan untuk KUK 3 dan KUK 4, maka anggota dan masyarakat bisa menilai sendiri perkembangan usaha koperasi tersebut.

Selain itu, Kemenkop UKM juga perlu menyajikan Statistik Perkoperasian Indonesia (minimal untuk KUK 3 dan KUK 4) secara bulanan di website Kemenkop UKM seperti halnya yang dilakukan oleh OJK.  (Kur).   

Exit mobile version