Mental dan motivasi yang sudah sedemikian tertanam dalam kognitif insan Indonesia memang sulit diubah. Jelas ini bukan pekerjaan yang mudah. Lebih sulit lagi di kalangan yang tidak/kurang mampu.
JIKA minat wirausaha rendah di kalangan mahasiswa dan pemuda, negeri ini perlu khawatir. Khawatir dalam arti positif. Tanpa perlu menyalahkan siapa pun. Ini kesalahan kita bersama. Kini, kesempatan untuk mendorong para pelajar dan mahasiswa untuk mulai mengenali dan berwirausaha sejak dini. Kata kuncinya, mengubah pola pikir yang berorientasi menjadi karyawan. Seharusnya menjadi pribadi independen, menjadi pebisnis.
Mengubah mental dan motivasi insan Indonesia jelas bukan pekerjaan yang mudah. Lebih sulit lagi di kalangan yang tidak/kurang mampu. Di alam pikiran mereka secara turun temurun hanya ada satu tujuan: menjadi pegawai. Bisaklah itu diubah? Bisa. Syaratnya, para mahasiswa mau mengubah pola pikir sejak awal. Misalnya dengan menjelaskan secara rinci apa saja keuntungan dan kelebihan berwirausaha dibanding menjadi pegawai atau karyawan.
Untuk itu perlu diciptakan suatu iklim yang dapat mengubah pola pikir. Baik itu perubahan mental maupun motivasi orang tua, dosen, dan mahasiswa agar kelak anak-anak mereka dibiasakan menciptakan lapangan kerja, Bukan (lagi) mencari pekerjaan. Perubahan yang tidak sepele ini tentu mustahil dilakukan secara instan dan sekonyong-konyong. Proses untuk sampai ke situ harus bertahap dan terencana dengan matang. Berikut beberapa contoh motivasi untuk masyarakat
1. Mendirikan sekolah berwawasan enterpreneur, atau paling tidak memasukkan mata kuliah kewirausahaan dalam kurikulum. Kabar baiknya, langkah ini sekarang telah diintensifkan di banyak perguruan tinggi. Dengan tawaran ini, sedikit banyak akan memperkaya alternatif dalam berkarier. Ya, mengubah dan menciptakan pola pikir (mental dan motivasi) mahasiswa dan orang tua.
2. Di dalam pendidikan kewirausahaan sangat penting ditekankan keberanian untuk memulai berwirausaha. Gejala psikoloigis yang umum, di kalangan pelajar atau mahasiswa adalah rasa takut rugi atau bangkrut. Sedangkan bagi (sebagian) mereka yang sudah memiliki jiwa wirausaha justru merasa bingung dari mana memulai suatu usaha.
3. Tidak sedikit di antara mereka merasa bahwa berwirausaha sama dengan tidak memiliki masa depan yang spekulatif. Untung-untungan dan serba tak pasti. Berbeda dengan pilihan bekerja di perusahaan atu pemerintah, yang diyakini memiliki masa depan yang lebih pasti. Padahal, dengan berwirausaha, masa depan justruu ada di tangan kita sendiri. Bukan di tangan orang atau lembaga lain. Baik buruknya masa depan ditentukan oleh kita sendiri. Inilah motivasi paling utama yang harus disadari.
Motivasi yang kuat untuk maju merupakan modal awal untuk berwirausaha. Dengan didukung pihak keluarga, mereka memiliki mental dan motivasi sebagai faktor pendorong. Keluarga dapat merangsang para mahasiswa dengan memberikan gambaran nyata betapa nikmatnya memiliki usaha sendiri. Yakinkan enaknya memiliki pegawai atau bos, memiliki kebebasan, memberi perintah bukan diperintah, meraih keuntungan yang tak terbatas, dan segudang daya rangsang lainnya yang dapat menggugah jiwa mereka untuk berwirausaha.Ada bagusnya belajar dari etnis Tionghoa. Sejak kecil, merka sudah ditanamkan pengetahuan dan praktik wirausaha. Mereka umumnya tak tertarik menjadi PNS. Orang tua mereka tak memotivasi anak mereka untuk bercita-cita jadi pegawai.