Konsep ESG (Environmental, Social, Governance) semakin menjadi mantra popular di dunia usaha sebagai bagian dari upaya untuk membangun bisnis berkelanjutan. Pandemi Covid-19 yang memukul seluruh kalangan dalam dua tahun terakhir ini semakin memperkuat tren tersebut.
Tak hanya perusahaan multinasional, kesadaran ini juga semakin meningkat di kalangan perusahaan merah putih yang melantai di bursa, BUMN, hingga industri keuangan. Bagaimana penerapannya di industri koperasi?
Dewan Pakar Komite Nasional Kebijakan Governance Mas Achmad Daniri mengingatkan bahwa penerapan konsep ESG sebetulnya bukan hanya diperuntukkan bagi perusahaan berskala global, tetapi seharusnya menjadi kesadaran bagi seluruh pelaku usaha, bahkan termasuk kesadaran perorangan.
“Jadi, sesungguhnya prinsip ESG juga sangat relevan untuk diterapkan oleh pelaku usaha di sektor koperasi,” ujarnya.
ESG merupakan konsep yang menekankan bahwa setiap kegiatan usaha harus dibangun dari 3 pilar, yaitu lingkungan, sosial dan tata kelola. Tujuan yang ingin dicapai dari konsep ini adalah terbangunnya bisnis yang saling menguntungkan bagi seluruh stakeholder.
Dalam kaitan itu, ESG mengatur bagaimana perusahaan beroperasi dengan cara ramah lingkungan, bagaimana perusahaan mengelola hubungan kerja dengan para karyawan, pemasok, pelanggan, dan komunitas di mana mereka beroperasi, serta bagaimana perusahaan menjalankan prinsip tatakelola.
Menurut Perkumpulan Profesional Governansi Indonesia, aspek yang diatur dalam kriteria lingkungan mencakup penggunaan energi ramah lingkungan; pengelolaan limbah agar tidak menjadi polutan; partisipasi dalam konservasi sumber daya alam tak tergantikan; perlakuan wajar terhadap binatang yang tidak semena-mena; dan penerapan sistem manajemen risiko yang efektif dalam pengelolaan risiko lingkungan.
Sementara Kriteria Sosial menitikberatkan pada aspek pemilihan pemasok yang juga memiliki kebijakan dan praktik ESG; keterlibatan organisasi dalam pembangunan komunitas baik dalam bentuk persentase laba dan/atau kerja sukarela para karyawan bagi komunitas; pemastian lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi karyawan; hingga bagaimana perusahaan mempertimbangan masukan dan harapan pemangku kepentingan terhadap organisasi.
Sedangkan Kriteria Tatakelola mengatur kebijakan dan praktik organisasi dalam penggunaan metode akuntansi sesuai dengan standar yang diharuskan; memastikan bahwa semua pemegang saham diberikan kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan suara untuk keputusan mengenai isu yang penting bagi organisasi; memastikan tidak adanya ‘konflik kepentingan’ dalam pemilihan anggota direksi dan dewan komisaris; dan memastikan tidak adanya kontribusi politik untuk memperoleh perlakuan istimewa dari penerima kontribusi; hingga memastikan tidak adanya keterlibatan perusahaan dalam kegiatan ilegal.
Tak Sekadar Filantropi
Daniri mengakui selama ini konsep Corporate Social Responsibility selama ini lebih banyak dipahami sebagai kegiatan filantropi. Hal itulah yang menjadikan kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan belum dapat berdampak optimal dan dipandang hanya sebagai tanggung jawab perusahaan besar.
“Padahal, konsep ESG seharusnya dapat dipahami sebagai kebutuhan perusahaan untuk dapat tumbuh berkelanjutan. Dampak dari pelaksanaan ESG sebetulnya kembali ke masing-masing perusahaan,” jelasnya.
Untuk perbaikan aspek tata kelola di dunia koperasi, Daniri menyarankan dimulai dari penerapan prinsip transparansi. Dengan meningkatnya pengembangan implementasi Teknologi Informasi, hal tersebut menjadi semakin mudah dilaksanakan.
Kesadaran tentang implementasi konsep ESG di dunia usaha belakangan memang semakin meningkat. Bursa Efek Indonesia belum lama ini meluncurkan microsite khusus berisi konten ESG. Pengembangan microsite itu diitujukan untuk meningkatkan kesadaran dan mempromosikan manfaat penerapan ESG di pasar modal Indonesia.
Peluncuran microsite tersebut merupakan bagian dari dukungan BEI terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Langkah itu juga sejalan dalam penerapan keuangan berkelanjutan di pasar modal seperti diatur dalam roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II tahun 2021-2025 sekaligus menjadi salah satu bentuk dukungan terhadap road to Indonesia G20 Presidency 2022.
Microsite ESG yang diinsiasi oleh BEI tersebut berisi indeks ESG yang ada di pasar modal Indonesia, sehingga dapat membantu investor dalam melakukan investasi berbasis ESG.Pada tahap awal, terdapat tujuh perusahaan tercatat yang turut menampilkan informasi mengenai ESG pada microsite tersebut. Ketujuh perusahaan itu adalah PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Mandiri Persero Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE), PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Begitu pula dengan kalangan BUMN. Kementerian BUMN cukup agresif mendorong implementasi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di kalangan BUMN. Untuk aspek tata kelola, penyempurnaan dan perbaikan aturan untuk memperkuat governansi di kalangan BUMN terus dilakukan secara masif.
Penajaman program TJSL juga terus dilakukan oleh BUMN dengan memperhatikan perkembangan kebutuhan dan situasi. Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, untuk tahun ini Kementerian BUMN mengarahkan kegiatan TJSL pada 3 bidang, yaitu pendidikan, lingkungan hidup, dan juga pendampingan UMKM.
Kementerian BUMN memang tengah melakukan transformasi secara besar-besaran di bidang TJSL. Pertama, dampak TJSL atau CSR BUMN harus terukur. Kementerian BUMN memastikan bahwa dampak TJSL harus memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat, sehingga masyarakat itu sebagai subjek, bukan objek.
Perbaikan tata kelola juga terus dilakukan, terutama terkait kebijakan yang berkaitan dengan TJSL.
Kementerian BUMN mendorong untuk dilakukan penguatan struktur unit di CSR perusahaan, peningkatan teknologi, digitalisasi untuk program-program CSR, dan termasuk kolaborasi yang baik dengan pihak eksternal dan internal yang memiliki aspirasi yang sama untuk program-program CSR ke masyarakat.
Yang tak kalah menarik, Kementerian juga mendorong seluruh karyawan BUMN meningkatkan engagement dalam kegiatan-kegiatan CSR melalui program EVP (Employee Volunteer Program).
Di sisi lain, OJK juga terus mendorong peningkatan tata kelola dan implementasi konsep ESG di kalangan industri keuangan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meluncuran taksonomi hijau sebagai bagian dari dukungan untuk pelaksanaan agenda aksi keuangan berkelanjutan.
Nah, bagaimana dengan implementasi konsep ESG di industri koperasi? Dorongan dari sisi regulasi tampaknya menjadi PR besar bagi regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM. Namun, menurut Daniri, pelaku usaha koperasi seharusnya juga dapat mengambil inisiatif lebih dulu untuk menerapkan konsep ESG sebagai bagian dari kebutuhan pelaku usaha untuk membangun bisnis koperasi yang berkelanjutan.
Jadi, tunggu apa lagi? Segera saja perkuat implememtasi konsep ESG, seberapapun besar atau kecilnya skala usaha kita. “Faktornya sebetulnya cuma ada 2, yaitu ketidaktahuan atau keserakahan,” ujar Daniri. (trd)