hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Opini  

Mengapa Harus Berkoperasi dan Mengapa Memilih Makmur Mandiri

Judul tulisan di atas adalah sebuah pertanyaan yang pernah diajukan kepada saya oleh seseorang yang belakangan akhirnya menjadi anggota Koperasi Makmur Mandiri (KMM) yang saya pimpin. Sebagai pegiat koperasi dengan skala usaha relatif besar, tentunya saya harus menjawab pertanyaan tersebut dengan bijak. Tetapi di tengah iklim perkoperasian yang kurang kondusif belakangan ini, agaknya perlu kehati-hatian menjawab pertanyaan tersebut agar tidak terjebak dalam debat kusir.

Hal pertama yang saya sampaikan bahwa berkoperasi  adalah sebuah pilihan. Artinya, tidak ada paksaan bagi siapapun di negeri ini untuk mau atau pun tidak mau berkoperasi. Ini sesuai dengan prinsip pertama dari tujuh prinsip koperasi yang berlaku di dunia, yaitu Keanggotaan Sukarela dan Terbuka (voluntary and open membership). Prinsip ini mengelaborasi pemahaman berkoperasi sebagai organisasi sukarela, terbuka untuk semua orang yang mampu menggunakan layanan mereka dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi gender, sosial, ras, politik atau agama. Jika konteks ideal prinsip koperasi itu dikorelasikan dengan situasi kekinian dimana yang terjadi justru viralnya isu koperasi gagal bayar, maka pertanyaan itu bisa kita sandingkan dengan kuantifikasi koperasi di negeri ini yang jumlahnya lebih dari 127 ribu unit. Dibanding dengan jumlah yang besar itu, layakkah jika ada segelintir koperasi bercitra negatif merefleksikan koperasi-koperasi lainnya dengan citra dan tata kelola yang baik? 

Saya tidak tahu apakah penanya itu maklum dengan penjelasan saya. Kemudian dia mengajukan pertanyaan kedua: Kalau saya harus berkoperasi, lalu apakah memilih KMM merupakan sebuah pilihan yang tepat? Saya menjawab pertanyaan itu dengan taktis, bahwa berkoperasi harus didasari dengan tujuan awal. Kebanyakan orang bergabung dengan koperasi karena ingin lebih mudah mendapatkan pinjaman pembiayaan usaha, karena jika harus berhubungan dengan bank jauh kebih ribet. Asumsi tersebut tidak sepenuhnya keliru, dan nyatanya di lapangan memang demikian adanya. Tetapi tentu saja hubungan antara koperasi dan anggotanya tidak sama dengan hubungan antara bank dengan nasabahnya. Relasi antara koperasi dengan anggotanya lebih familier dan urusan simpan dan pinjam juga dilakukan dengan lebih fleksibel.

Ide mendirikan KMM bermula dari keinginan mengembangkan koperasi karyawan (kopkar) di kantor saya, waktu itu tahun 2005 ketika saya membuka kantor cabang Koperasi Bersama Mandiri (KBM) di rumah sendiri. KBM adalah Kopkar Kantor Pusat

PT Asuransi Bumi Asih Jaya (BAJ), tempat dimana saya berkiprah selama lebih dari 20 tahun. Belakangan karena kinerja dan prospek BAJ kian surut, maka bersama dengan 25 orang kolega, saya mendirikan sendiri koperasi bernama Koperasi Makmur Mandiri (KMM) pada 2009. Dilihat dari sejarahnya KMM adalah aliansi sejumlah orang untuk bersama-sama membangun usaha. Bukan milik orang-orang, apalagi pribadi saya sendiri. Dukungan anggota yang kuat membuat kinerja KMM melesat cepat dimana saat ini anggotanya sudah sebanyak 85.178 orang dengan total aset Rp1,025 triliun dan 180 kantor cabang tersebar di 24 provinsi. 

Saya tak ingin bicara yang muluk-muluk apalagi menjanjikan sebuah kesempurnaan, tetapi jika Anda memilih koperasi dengan tata kelola yang baik, salah satunya adalah KMM yang sejak berdiri hingga kini mengalami pertumbuhan dan kepercayaan kuat dari anggota dan juga pemerintah. Dukungan pemerintah ditunjukkan dengan kepercayaan menunjuk KMM sebagai salah satu mitra dalam penyaluran dana bergulir LPDB-KUMKM yang sudah kami salurkan hingga Rp200 miliar.

pasang iklan di sini