Bisnis  

Mendag: Tarif Resiprokal Ganggu Daya Saing

Peluang News, Jakarta-Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Budi Santoso, menyampaikan keprihatinan atas peningkatan praktik tarif resiprokal yang dinilai merugikan perekonomian nasional. Hal tersebut disampaikannya dalam Sesi II Pertemuan Menteri Perdagangan APEC (APEC MRT) yang digelar di Jeju, Korea Selatan, pada Kamis (15/5).

“Praktik tarif resiprokal ini mengganggu mata pencaharian masyarakat serta menurunkan daya saing pelaku usaha yang bergantung pada akses pasar global yang adil, transparan, dan dapat diprediksi,” ujar Mendag Budi Santoso di hadapan para menteri perdagangan APEC.

Ia menekankan bahwa Indonesia sangat mengandalkan sistem perdagangan terbuka dan inklusif. Karena itu, penerapan tarif balasan oleh sejumlah negara dinilai kontraproduktif terhadap prinsip perdagangan bebas yang selama ini dijunjung.

Meski menghadapi tantangan tersebut, Budi menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengambil langkah pembalasan. Ia menyatakan bahwa pendekatan retaliasi justru dapat memperburuk situasi ekonomi global yang tengah tidak menentu.

“Kami percaya pendekatan pembalasan hanya akan memperburuk ketidakpastian dan ketidakstabilan ekonomi global. Indonesia akan terus mengedepankan diplomasi dan keterlibatan konstruktif untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan,” tegasnya.

Dalam forum bertema “Konektivitas melalui Sistem Perdagangan Multilateral” itu, Mendag juga menyoroti pentingnya reformasi menyeluruh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ia mendorong pemulihan sistem penyelesaian sengketa dua tingkat dan pengangkatan kembali anggota Badan Banding WTO sebagai langkah mendesak.

“Kami mendukung peran APEC dalam memperkuat sistem perdagangan multilateral dengan fokus pada reformasi WTO, termasuk pemulihan mekanisme penyelesaian sengketa dua tingkat dan pengangkatan kembali anggota Badan Banding untuk memastikan sistem yang adil dan dapat diandalkan,” ujarnya.

Mendag turut menggarisbawahi perlunya kemajuan kolektif dalam penyelesaian isu-isu substansial WTO, seperti subsidi pertanian dan perikanan. Ia menegaskan bahwa proses negosiasi harus mengedepankan prinsip transparansi dan inklusivitas, sesuai mandat Konferensi Tingkat Menteri ke-11 (MC11) dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Terkait Konferensi Tingkat Menteri ke-14 WTO yang direncanakan digelar di Kamerun pada 2026, Mendag menyatakan dukungan penuh Indonesia terhadap implementasi Visi Putrajaya 2040.

“Indonesia percaya bahwa kerja sama yang inklusif, adil, dan transparan merupakan kunci dalam memperkuat sistem perdagangan multilateral. Kami siap bekerja sama secara konstruktif dengan seluruh anggota untuk mencapai hasil yang substantif dan seimbang pada MC14 mendatang,” tutupnya.

Exit mobile version